Dua Puluh Empat

10 2 0
                                    

Malam,

Shelyf selalu membenci hadir ketika matahari terlelap di pangkuan barat. Dia tidak menyukai malam-malam yang akan selalu terasa panjang. 5 menit yang lalu, ia telah sampai dirumah dan kini apa yang ia lakukan hanyalah berdiam diri bersama dinginnya malam menatap lantai marmer kamarnya yang sedikit bercahaya karena remang-remang cahaya bulan menelusup masuk ke dalam kamarnya melalui tralis-tralis jendelanya yang belum tertutup gorden. Sebilah senyum hadir mengukir wajahnya, raganya duduk diatas sini tapi pikirannya jauh berkelana pada tiap-tiap bagian dari percakapannya dengan Jo yang terasa panjang dan berat. Jo yang tampak tenang dari luar bagaikan ombak ditepi pantai tapi ternyata menyimpan badai dan gemuruh ombak tinggi dibalik ketenangannya. Apa yang tampak mata memang kebanyakan terbalik dengan apa yang sebenarnya terjadi. Inti cerita suatu drama tak akan kita kenali hanya dengan melihat sebagaian ceritanya saja. Begitulah Shelyf memandang apa yang terjadi dengan Jo, ombak tenang dimatanya itu ternyata menyembunyikan badai yang telah habis meluluhlantakkan kesabarannya.

" Gue sedih, untuk terakhir kalinya gue gak bisa lihat Jonathan karena mungkin gue bukan bagian dari mereka lagi. Jonathan itu lebih penting dari apapun, seliar apapun dia, dia tetep adek gue. "

Perkataan itu selalu terngiang-ngiang dibalik tempurung kepalanya. Entah mengapa membayangkan perasaan Jo saja dia sudah tak bisa, Jo yang mempunyai keinginan sederhana untuk menatap adiknya untuk terakhir kalinya tapi tak mendapatkan kesempatan tersebut bahkan sampai Jonathan telah dikebumikan Jo belum bisa ke Makamnya karena hubungannya belum cukup lebih baik dengan Imanuel. Jonathan adalah korban, sebenarnya dia adalah anak yang baik tapi Imanuel yang selalu memaksakan kehendaknya sendiri hingga membuat anak itu tertekan dan melampiaskan kemarahannya kepada apa saja yang dapat menjadi penyaluran dari rasa sesaknya. Jonathan mulai kecanduan dengan Alkohol, rokok, balapan, dan Heroin saat usianya menginjak 15 tahun. Dan ternyata, dunia bebas tersebutlah yang akhirnya mengakhiri hidupnya karena satu ketika ia berkendara dengan kecepatan tinggi dibawah pengaruh Alkohol saat sedang balapan liar untuk mempertaruhkan harga dirinya. Jonathan telah pergi karena kecerobohan yang dibuat oleh anak itu sendiri, tapi sejatinya kecerobohan itu memiliki latar belakang panjang yang mengakar pada cara mendidik Imanuel yang terlalu keras. Uang yang Imanuel berikan untuk Jonathan membeli kumpulan-kumpulan mesin bertenaga cepat itu akhirnya membunuh anaknya sendiri. Andai waktu terulang, dan Tuhan masih memberikan Jonathan kesempatan untuk bertahan lebih lama maka Jo yakin hidup adiknya akan menjadi lebih buruk. Maka dari itu Jo meyakini bahwa diambilnya Jonathan dari dunia ini adalah untuk menyelamatkan anak itu sendiri dari kehidupan dunia yang nantinya akan semakin memperlakukannya dengan kejam. Tuhan memang selalu punya cara unik untuk menyelamatkan orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah.

Shelyf menghela nafas dalam, dipandanginya kaus kaki merah jambu yang masih melekat di kakinya. Andai saja dia tidak bekerja di Bakery itu mungkin ia tidak akan menemukan seseorang dengan latar belakang yang sangat melelahkan seperti Jo.

Ceklek

" Kakak....." suara pintu kamarnya yang dibuka secara tiba-tiba membuat tubuhnya yang lemas langsung terbangun. Derap kaki kecil itu dengan cepat menghampiri dirinya yang belum usai merayakan keterkejutannya. Kemudian tangan mungil dan isak tangis memeluk tubuhnya secara bersamaan. Shelyf menatap gadis kecil yang kini mengalungkan tangannya di pinggangnya.

" Ada apa? "

" Papa....Papa mukulin Mama lagi, Papa jahat lagi sama Mama..." Anak kecil itu mencengkeram erat pinggangnya. Shelyf mencoba meraih pergelangan tangan Sheryl yang seolah membeku dengan ketakutan yang merajalela tak karuan. Belum habis keterkejutannya tentang keadaan Sher suara pecahan kaca dan teriakan-teriakan menggema datang menghampiri pendengarannya. Teriakkan dan tangisan itu berasal dari lantai satu rumahnya. Shelyf memejamkan matanya, baru ia sadar tentang apa yang sebenarnya terjadi. Lalu ditatapnya anak kecil yang masih mencengkeram erat pinggangnya. Perlahan-lahan, tangannya meraih telinga Sheryl dan menutupnya dengan telapak tangannya. Entah hal itu akan bekerja atau tidak, tapi hal itu cukup menakutkan untuk anak seusia Sheryl. Dan dengan sebisa mungkin Shelyf akan berusaha melindungi adik kecilnya yang belum paham tentang apa yang sebenarnya terjadi.

It's Better If You Don't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang