Empat Belas

21 2 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi.

Dengan langkah tergesa-gesa Shelyf melalui kerumunan teman-temannya yang sepertinya sengaja memperlambat perjalanan masing-masing dengan topik pembicaraan diantara suara yang saling bersahutan tersebut. Sepertinya dia harus lebih cepat agar ia bisa cepat meninggalkan sekolah dengan segera. Sementara Rachel, gadis itu berjanji menyusul sesegera mungkin. Karena urusan mendadak yang membuat Rachel tidak bisa mengantarkan Shelyf ke gerbang belakang, Shelyf harus berjalan sendiri menuju ke gerbang belakang. Dia hanya memberi tahu Shelyf jalan-jalan mudah untuk menuju ke gerbang belakang dan beruntungnya Shelyf paham dengan jalan-jalan rumit yang dijelaskan oleh Rachel.

Saat Shelyf berhasil menerobos kerumunan itu dan akhirnya keluar dari kelas, dia malah disambut oleh tatapan Ricky tepat di depan pintu kelas, tatapan yang seolah bertanya melihat setiap inci gerakan Shelyf yang tergesa-gesa. Dan sial kini mengintainya dengan menyebalkan. Shelyf hanya menatap sekilas pria itu, dia langsung melewati pria itu dengan tatapan yang dibuat se-acuh mungkin. Shelyf diam-diam bersyukur saat langkahnya seakan tak ada yang menghentikan dan merasa pria itu tak mengejar, dia mulai berjalan dengan tenang sebelum sebuah suara yang lebih terdengar seperti sindiran menyerang hatinya.

" Lo lupa apa amnesia? Lo kan bakal pulang bareng gue" ucap Ricky santai, dia terus mengikuti langkah tenang Shelyf yang kini malah bertambah tempo menjadi lebih cepat dari biasanya.

" Gue kan gak janji bakalan pulang bareng lo" gadis itu menjawab dengan suara angkuh.

Shelyf sama sekali tak berhenti untuk melangkah, dia hanya terus mengayuh kakinya dengan secepat mungkin dan dia tak peduli ketika langkah kaki pria dibelakangnya juga berusaha mengimbangi dirinya. Rencana untuk kabur dan pulang lewat gerbang belakang seakan hanya menjadi wacana bodoh semata karena nyatanya dia kini berada didepan gerbang sekolah. Langkahnya terhenti saat keramaian itu membuat langkahnya terpaksa melambat, dia membiarkan beberapa motor melintas dan lebih memilih berdiri disamping gerbang depan sekolahnya. Tapi ada yang lebih menyebalkan dari itu semua, hal itu adalah saat melihat Ricky terus membuntutinya sampai di tempat ia berdiri kini. Tatapan pria itu tak sedetikpun terlepas dari dirinya yang masih berdiri kaku dan membatu dengan tatapan datar menatap jalanan yang ramai oleh lalu lalang siswa-siswi yang pulang sekolah.

" Lo kok ngehindar dari gue?" Ricky kini menatap gadis itu dengan tatapan penuh tanya. Setiap pertemuan yang terjalin diantara mereka, Ricky selalu berusaha menggali dan menyelami misteri dibalik mata indah gadis itu yang selalu kosong dan penuh dengan kalut yang terus menghiasi bola matanya. Selalu mencoba mencari alasan mengapa gadis itu selalu menghindar darinya, seakan Ricky adalah sesuatu yang terlarang baginya. Dan pertanyaan itu semakin menggebu di otaknya saat Shelyf bahkan berusaha tak menatap atau menjawab pertanyaan darinya. Shelyf tetap acuh, dengan memandang ke sembarang arah untuk menghindari Ricky. Ada sesuatu dari dirinya yang mungkin Shelyf benci, entah itu apa.

" Lo kenapa? " Tanya Ricky kembali, dia ingin tahu alasan sebenarnya gadis itu tampak membencinya, padahal mereka baru beberapa hari ini mengenalnya. Dan Ricky merasa yakin bahwa dirinya tidak pernah menyakiti gadis didepannya ini. Nada bertanyanya tak sebercanda tadi dan terdengar pertanyaan yang serius di dalamnya. Tapi Shelyf tetap tak berinisiatif untuk menjawab dengan sepatah katapun. Dia tetap pada pendiriannya untuk tak menatap dan menjawab pertanyaan dari Ricky. Yang membuat Ricky justru seperti orang gila yang berbicara pada sesuatu yang kosong dan hampa. " Apa gue pernah buat salah sama lo sa-----" pertanyaan dari Ricky itu terhenti saat melihat gadis yang sedari tadi menguji uratnya itu berlari dan menyeberang jalan. Ricky hanya terdiam, tak berusaha mengejar atau menghentikan langkahnya yang tampak tergesa-gesa. Dia hanya memperhatikan dari kejauhan tubuh gadis itu yang semakin jauh dipandangnya dan tubuhnya yang semakin kabur menghilangkan bersama asap dari debu jalanan yang ramai. Yang Ricky tahu, gadis itu berhenti disebuah Halte sebentar sebelum memasuki Bus yang datang tak lama setelahnya. Kemudian tatapan sendu dan kalut itu memenuhi bola matanya. Kesedihan dan rasa hampa itu menyelam kembali dalam duka laranya. Dirinya masih berusaha untuk mencari salahnya, tapi dia belum juga menemukan kesalahan yang pasti mengapa sampai ada orang yang sama sekali belum ia kenal telah membencinya terlebih dahulu. Seharusnya seseorang membenci setelah mengenal satu sama lain, bukan terlebih dahulu membenci saat bahkan sebelumnya belum saling bersitatap dan mengobrol.

It's Better If You Don't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang