Sembilan Belas

18 1 0
                                    

Setelah mengantarkan Shelyf, pria itu langsung berpamit pulang tanpa mengatakan sepatah katapun kepada gadis yang sedari tadi terus bermuka masam itu. Nevan merasa tidak ada yang salah darinya hingga membuat gadis itu tambah bermuka masam.

Shelyf langsung memasuki Bakery dengan langkah kaki yang sengaja dihentak-hentakan, sengaja agar pria yang kini menatapnya datar itu tahu tentang apa yang ia rasakan, walau dia bukan gadis yang suka mencari perhatian tapi nalurinya sebagai wanita mengantarkan setiap gerakan itu sebagai lambang kekesalan hatinya. Lagi-lagi dia ditipu oleh Nevan dengan cara yang bodoh, pria itu berkata dengan kalimat sederhana tapi mampu membuat Shelyf tertipu beberapa kali. Bahkan tadi sewaktu di mobil, pria itu masih berhasil menipunya dengan tiba-tiba meminjam Handphonenya. Seharusnya ia tak semudah itu percaya dengan Nevan.

" Gue pinjem HP lo dong " pria itu menoleh padanya, Shelyf mencoba untuk tak tertipu lagi dengan menatap matanya lamat-lamat, mencari tahu garis kebohongan yang tersirat didalamnya.

" Emang HP lo mana?"

" Low-batt" jawabnya santai. Shelyf sudah mengantisipasi jika pria itu akan membohonginya lagi tapi dia tak menemukan satu titik kebohongan-pun dimatanya sama sekali. Shelyf masih menatap curiga Nevan sebelum memberikan benda digital itu pada Nevan dengan hati-hati.

Kebetulan Handphone Shelyf tak pernah dikunci, dia jarang menyentuh benda itu dan berfikir bahwa tidak ada sesuatu yang penting di dalamnya. Shelyf melihat Nevan seperti mengetikkan sesuatu di layar itu sesaat, kemudian Handphone itu dikembalikannya ke tangan Shelyf seraya berkata dengan santainya,
" Nih nomor HP gue, siapa tahu lo butuh sesuatu..lo bisa hubungin gue" ucapnya dengan percaya diri, Shelyf menatap layarnya yang telah sedikit meredup. Disana menampilkan nama seseorang yang telah disimpan sebagai kontak yang disematkan.

Nevan Ganteng Dan Baik

Naif sekali membaca namanya, sedikit jijik tahu ke-narsisan seseorang yang dulu Shelyf pikir hatinya terbuat dari batu. Shelyf memutar bola matanya sebal lalu membiarkan layar Handphone-nya padam perlahan. Ia kembali mengingat, dulu sewaktu pertemuan pertama mereka Nevan begitu jual mahal hanya untuk memberikan nomor pribadinya dan malah memberinya nomor Komunitas Anak Difabel. Tapi kini, pria itu dengan sukarela memberikan nomor pribadinya, bahkan ketika Shelyf tak membutuhkannya.
Tak lama, saat Shelyf masih diam dan enggan berbicara dengan Nevan, Pria itu tiba-tiba mengeluarkan Handphonenya, membuka slide layar dan membalas pesan seseorang. Nafas gadis itu semakin memburu kala melihat baterai Handphone pria itu masih penuh, tanda hijau mewarnainya. Padahal tadi dia sudah mengantisipasi agar tak terperangkap dalam kebohongan semu Nevan lagi, tapi nyatanya gagal, dia tetap terjerat pada tipu dayanya. Pria itu memang bakat menjadi mafia, pikirnya. Entah apakah semua Seniman ahli dalam hal mengelabui, tapi Nevan selalu bisa menyembunyikan cahaya kebohongan dibalik matanya.

" Sampek lebaran monyet atau Beruang kutub pindah ke Gurun. Gue gak bakalan ngehubungin lo! " Maki Shelyf kesal. Dan dengan amarahnya yang telah mencapai puncaknya, gadis itu membuang mukanya ke jalanan. Mencoba mencari kedamaian di balik langit biru yang terhampar luas di luar sana.

Nevan menatapnya sekilas lalu kembali tersenyum kemudian memasukkan Handphonenya kedalam sakunya kembali seolah mengerti apa yang menjadi penyebab gadis itu memaki. Senyumnya tak juga reda seolah kemarahan Shelyf itu sesuatu yang lucu baginya. Seolah-olah apa yang Shelyf rasakan adalah kejenakaan yang tak hentinya buat bibirnya tersenyum untuk membentuk segaris lurus senyum yang tulus.

Mengingat hal itu secara jelas dan utuh membuat sesuatu dalam diri Shelyf ingin meledak-ledak, dan kini hal itu membuat Shelyf sepenuhnya tak ingin melakukan apapun. Sampai saat Dika melawak tentang cara membuat Teh dari Kopi hingga membuat beberapa Karyawan lain tertawa terbahak-bahak tapi Shelyf tetap saja diam. Dia memilih menyibukkan dirinya dengan mengaduk Latte untuk ia minum. Kata Jo, secangkir Latte bisa membuat seseorang bahagia walau dia sedang sendirian. Latte itu teman, tanpa suara dia bisa menghadirkan solusi dari asapnya yang wangi dan kita juga bisa bercerita tentang banyak hal tanpa takut rahasianya terbongkar.

It's Better If You Don't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang