7

7.8K 741 9
                                    

Mas Abi meninggalkanku dalam diam. Aku tidak mencegahnya mungkin dia ingin menenangkan diri.

Aku mulai ragu dengan keputusanku yang sedang kujalani ini. Mungkin mas Abi tertekan dengan pernikahan ini dan sekarang istrinya pasti murka.

Aku mengusap wajahku. Apa aku harus mengakhirinya sekarang tapi bagaimana perjanjianku dengannya?

Argh.....Aku mengerang frustasi.

Aku harus membicarakannya dengan mas Abi.

Ya.... Harus!

Bagaimanapun ini salahku yang memintanya untuk menikahiku. Dan sekarang situasi tidak sesuai dengan perkiraanku kerena hal yang ku takutkan mungkin akan terjadi.

Hampir pukul sepuluh malam Aku belum juga mengantuk. Pikiran ku masih membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi kedepan.

Ya Tuhan....

Pagi ini aku masih libur ngampus. Aku menyibukkan diri di taman belakang namun pikiran ku tetap melayang ke kejadian kemarin. Apa yang akan aku lakukan sekarang?

Akhirnya tujuan ku yang hendak membersihkan taman malah berakhir dengan melamun.

"Aku pikir ngga ada orang." setengah terlonjak aku menjauh saat mendengar suara orang dibelakangku.

Mas Abi.

Dan.... Seorang anak gadis.

"Adiba, kenalin ini mama Risa." mas Abi merangkul bahu gadis yang bernama Adiba dan berjalan mendekat.

"Salim dulu," kata mas Abi.

Kuulurkan tanganku yang disambut adiba.

Mataku melirik Mas Abi yang sedang memperhatikan gelagat canggung dari gerakan ku.

Beneran ya manusia ini.

Aku yang sedang galaunya setengah hidup dia malah nongol tiba-tiba bawa sang anak.

Aku benar-benar tidak bisa memahami apa yang dipikirkan Mas Abi.

Sedangkan Adiba hanya melihatku sesaat dan kembali bergelayut manja di lengan Ayah nya.

"Ke ruang tamu aja yuk. Aku bikin minum dulu. "

Mas Abi dan Adiba menyusul masuk.

Kuletakkan secangkir kopi, teh dan sepiring cheese cake di atas meja.

Mas Abi menatapku dengan datar.

"Kue bikin?" mas Abi mengambil sepotong cake.

"Beli."

"Tante ngga---"

"Mama sayang " mas Abi menyela kalimat Adiba.

Kulihat Adiba sedikit kikuk.

"Ngga jadi." Adiba merengut dan memanyunkan bibirnya.

"Diba mau ngomong apa?" tanyaku lembut. "Boleh kok panggil tante," kataku.

Mas Abi menatapku datar. "Ngga boleh."

Ada apa dengan mas Abi?

Ini kan kali pertama aku bertemu dengan anaknya. Ya harus menyesuaikan diri dulu.

"Ngga apa-apa Mas." aku mencoba mencairkan suasana antara

Mas Abi malah menatapku tajam.

Aku menahan nafas dan berat melepaskan mnya.

"Diba kelas berapa?" aku bergeser dan duduk di samping Adiba.

Adiba melirikku sejenak. "Kelas lima."

SEKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang