Pertemuan tak sengaja di rumah Mas Abi satu minggu lalu masih tertanam di benakku saat kata rujuk yang disampaikan Mas Abi.
Bingung, kali ini Aku mengikuti logika yang sering tidak sekata dengan egoku.
Rumah tangga Mas Abi dengan Mba Farah belum memiliki titik terang.
Setelah mendengar penjelasan Mas Abi, pikiranku semakin buruk.
Seandainya waktu itu Aku tidak memintanya menikahiku mungkin rumah tangganya akan baik-baik saja.
Ah....
Memikirkannya membuatku kembali sedih, setidaknya Aku memahami bagaimana selama ini Mas Abi mencoba mempertahankan rumah tangganya seorang diri yang seharusnya peran suami istri sangat kuat di sini.
Apalagi anak-anak, mungkin Mira dan Alya sudah bisa mengerti.
Tapi Adiba?
Bagaimana dia menghadapi masalah rumah tangga orangtuanya?
Lamunanku buyar ketika satu pesan whatsapp masuk.
(Mas Abi)
Sudah makan mantan istriku?Aku tercengang membaca pesannya.
Mantan istri?
Kok sakit ya bacanya.
Tapi memang mantan kan?
(Me)
Sudah.Singkat.
Nggak panjang-panjang.
Mas Abi membalas lagi.
Kurang kerjaan, batinku.
(Mas Abi)
Ngapain sekarang?(Me)
Tidur.Aku beneran lagi tidur usai sholat isya. Habis mau ngapain lagi?
Mas Abi calling....
Aku mengangkat telepon Mas Abi.
"Ris_"
"Assalamu'alaikum, mas,"
"ehm, waalaikumsalam,"
"Sudah tidur?"
"Belum," jawabku.
"Mas rindu," katanya dengan suara sendu.
Deg.
Aku juga Mas, batinku.
Mas Abi memanggil dirinya Mas?
Hatiku menghangat.
"Ris,,,,"
"Iya,"
"Mas rindu," Ulangnya.
"Anak-anak sehat, Mas?" Aku mengalihkan pertanyaannya.
"Hm,,," jawabnya tak semangat.
"Adiba?"
"Baik, di rumah ibu," Kembali lagi mode datarnya.
"Mas,?"
"hm,"
"Mba Farah, gimana kabarnya?" tanyaku hati-hati.
"baik,"
Sepertinya ini bukan waktu yang tepat membahas masalah ini.
"Mas di mana?"
"Di rumah,"
"Ya sudah Mas, Aku tutup ya?"
Tidak ada jawaban.
"Mas?"
Aku melihat ponselku, panggilan masih tersambung, kenapa Mas Abi diam?