14

6.6K 681 8
                                    

Usia kehamilan baru sepuluh minggu Aku sudah dua kali masuk rumah sakit karena memang keadaanku yang lemah, bukan kandunganku.

Kalau kemarin dirawat ada Ibuku,Kali ini hanya ada Mas Abi di sampingku. Mas abi berdalih kasihan kalau telepon Ibu.

"Habis ini boleh pulang." Mas Abi memegang botol infus yang tinggal setengah lagi.

Aku tidak menjawab.

"Lapar?"

Aku menggeleng dan membuang muka.

Mas Abi duduk di sofa membaca time line surat kabar.

Tiga puluh menit hening tanpa obrolan.

"Kapan Aku bisa tanda tangan?"

Mas Abi menoleh.

"Apa?"

"Surat cerai."

Mas Abi menatapku datar. "Istirahatlah."

Kemudian keluar dari ruangan.

Hatiku sakit.

Aku tidak mau memperjuangkan apa yang
bukan milikku.

Aku mengusap lembut perut rataku. Tolong Mama nak, apa yang harus Mama lakukan.

Mas Abi masuk dan membereskan pakaianku dalam lemari. "Kita pulang."

"Ke rumah Ibu." Aku melanjutkan kalimatnya.

Mas Abi menatapku. "Adiba dari kemarin nanyain Kamu."

"Ada bundanya." sahutku cepat.

"Dia nggak dekat dengan Farah."

Apa peduliku Mas?

Ibu kandungnya masih hidup.

"Terserah." kalimat itu yang keluar dari mulutku.

Setelah perawat melepaskan infus di lenganku Kami langsung pulang.

"Mau apa?"

Aku menatapnya heran.

"Nggak pengen apa-apa?"

Aku menggeleng.

"Jangan pikir yang macam-macam," Mas Abi melirikku sekilas. "Sayang dedek."

Aku tersanjung bolehkah?

Disaat situasi seperti ini, Mas Abi masih bisa Bicara santai.

"Aku sudah janji sama mba Farah."

Mas abi masih fokus ke jalan. "Kamu cuma ngomong."

"Sama saja, Aku mau kita berpisah."

"Tidak ada yang berpisah."

"Mas!"

"Sudah sampai." Mas Abi memasukkan mobilnya ke Garasi.

"Kok sepi?" Aku menyadari tidak ada penghuni di rumah.

"Anak-anak di rumah Ibu."

See..tadi Dia bilang Diba nanyain Aku terus.

Lama-lama bersama dengannya umurku bisa pendek.

Mas Abi memegang lenganku dan menyeret pelan ke kamar.

"Jangan sering sakit," Katanya saat kami sampai dikamar. "Aku kangen."

Mas Abi mengecup singkat ujung bibirku dan kembali menatapku.

Jantungku?

Jangan ditanya.

Lagi konser pawai pemilu di sana.

"Wajahmu kenapa merah?" tanyanya penasaran.

Oh ya ampun!

SEKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang