Rumah tangga dilandasi dengan adanya kepercayaan dan kejujuran. Cinta dan kasih sayang akan hadir seiring waktu berjalan, setidaknya itu yang Aku rasakan sekarang.
Pagi ini Kami hanya sarapan berdua, karena anak-anak di rumah Ibu Mas Abi.
"Kenapa?" tangan Mas Abi terulur ingin menyentuh pipiku.
"Apa?" Tanyaku saat sudah meletakkan kopinya.
"Wajahmu."
"Nggak apa-apa," Sahutku cepat.
Mas Abi masih menelisik wajahku.
"Benar?"
Aku mengangguk.
Selesai sarapan Mas Abi menyalakan Televisi dan mulai menonton acara favoritnya.
"Mas nggak kerja?"
"Enggak," Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya.
"Em,,,,Mas,"
"Hem,"
"Mas masih kerja di BANK?"
Mas Abi menoleh sebentar. "Nggak."
"Sekarang Mas kerja di mana?"
"Perusahaan."
Hm,,
"Karyawan?" Aku benci dengan mulutku.
Mas Abi kembali menoleh dan menggeleng.
Apa susahnya sih Mas kasih tau Aku, biar Aku tau sedikit tentangmu.
Masa Iya, Aku harus bertanya lagi ke Mbok Nah.
Enggak lucu kan?
"Dedek rewel?"
Hah
Kok topiknya melenceng?
"Nggak." ketusku.
Sebel banget!
Mas Abi mengernyit.
"Apa?" Cecarku saat Mas Abi terus menatapku tanpa ada sepatah katapun yang keluar.
"Pipimu berisi."
Eh
Ini orang ya?
Oh Tuhan, Aku ingin umurku panjang.
"Jadi ke rumah Ibu?" Tanya Mas Abi.
"Ngapain?"
"Tadi malam kamu mau ke sana."
"Nggak jadi." Aku bangun dan meninggalkannya di ruang tengah.
Sepertinya Aku harus bertemu dengan Dewi, akhir-akhir ini Aku merasa stress.
Biasanya orang hamil stress dengan kehamilannya, Nah Aku stress sama suamiku sendiri.
Sama Mas Abi!
"Bu, ada tamu." Mbok Nah menghampiriku di taman belakang.
"Siapa Mbok?"
"Tidak tau, Katanya teman Ibu."
"Makasih Mbok." Aku masuk ke kamar dan memakai hijabku.
Aku melihat ada dua lelaki di ruang tamu, tidak ada yang berbicara. Hanya diam.
Karena penasaran, Aku berdeham.
Kedua lelaki tersebut yang tak lain Suamiku dan mantan pacarku, memandangku dan membuatku salah tingkah.
Bukannya dia kecelakaan?
Iya sih, itu dahinya masih ada perban kecil.
"Mas Irfan?"
Mas Irfan bangun dan mengulum senyum.