28

4.9K 458 31
                                    

Adakalanya luka akan tergantikan dengan bahagia. Seperti gelap pasti akan ada terang ke esokan harinya, mendung dan petir selingan angkasa dari penciptanya.

Hampir satu tahun Aku hidup sendiri tanpa suami, tidak apa karena sekarang Aku memiliki sosok laki-laki yang akan menjagaku kelak.

Alfatih laksmana, bayi mungilku yang baru berusia satu bulan, mewarisi segalanya dari sang Papa, Hidung mancung, alis yang hampir menyatu dengan bola mata persis seperti Mas Abi, hanya kulit yang sepertiku.

Sudah satu tahun, hatiku tidak pernah berpaling.

Nama Mas Abi masih terpatri di sana.

Namun, Aku tidak pernah berharap untuk bersamanya. Biarlah Aku membesarkan putraku seorang diri, Insya Allah, Aku sanggup.

"Ris, Al nangis nih,"

Aku yang sedari tadi melamun, langsung menghampiri Ibu.

"Sudah lapar, Asi dulu." Kata ibu.

Aku mengambil Al dari gendongan Ibu.

Al memang tak sabar kalau sudah lapar dan popoknya basah.

"Cup cup, anak Mama nggak boleh nangis." Aku menimang Al seraya menyusui.

Aku melihat ibu terburu- buru masuk ke kamar saat mendengar dering ponselnya.

Aku penasaran, setiap kali ponsel ibu bunyi pasti Ibu seperti orang di kejar maling.

Karena Al sudah puas menyusui, Aku menidurkannya di Box bayi.

Samar samar Aku mendengar suara Ibu yang lagi bicara.

"Alhamdulillah, sehat."

"Nggak rewel kok, cuma kalau lapar saja."

"Risa baik-baik juga, Nak Abi juga jaga kesehatan,"

Mas Abi?

Ibu bicara dengan Mas Abi?

Jantungku berdegup dengan kencang.

Aku langsung kembali ke kamar.

Mencerna semua percakapan ibu tadi.

Sejak kapan ibu berhubungan dengan Mas Abi?

Kenapa Aku bisa kecolongan.

Keringat dingin mengucur di keningku, ini seperti mimpi. Apa yang akan terjadi nanti?

Apa Mas Abi akan membawa Al?

Aku meremas ujung seprei, dadaku sesak, seketika Aku ketakutan.

Keluar dari kamar Aku melihat Ibu sedang melipat popok dan baju Al yang baru di angkat dari jemuran.

"Bu,"

Ibu menoleh sekilas, dan melanjutkan lipatannya.

"Sejak kapan Ibu berkomunikasi dengan Mas Abi?"

Ibu terkejut, namun hanya sesaat karena ibu langsung mengubah ekspresinya tenang.

"Kenapa?" Tanya Ibu.

Mataku sudah panas, dadaku sesak.

"Kenapa ibu melakukan ini?"

"Apa yang ibu lakukan? Ibu hanya menghubunginya dan mengabari keadaan kamu."

"Ibu tidak boleh melakukannya, ibu tau kan kenapa Aku pindah ke sini?"

Ibu menatapku tajam. "Sekali ini, ibu nggak mau kamu egois."

Aku bingung. "Seharusnya ibu mendukungku bukan malah memojokku."

"Kamu tau kenapa Abi tidak pulang? Kamu tau Abi di sana ngapain? dan apa kamu tau apa yang selama ini menimpa hidupnya?"

SEKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang