22

4.2K 437 15
                                    

Aku memiliki segalanya, suami yang baik dan tampan, anak-anak yang cantik dan mertua yang menyayangiku.

Karirku sebagai seorang desainer semakin gemilang.

Usaha tidak pernah mengkhianati hasil, Aku percaya itu.

Selama dua puluh tahun Aku merintis karirku didunia fashion, puncak keberhasilan nyata kuraih.

Dua puluh lima tahun bahagia bersama suamiku, Mas Abi, kini lenyap sudah saat wanita yang berkedok dengan kerudungnya datang dalam kehidupan kami.

Aku sudah bertemu dengannya dua kali, namun kemarin Mas Abi menghubungi ku dan mengatakan istri keduanya ingin bertemu denganku.

Baiklah, hari ini kita lihat, siapa yang akan menang.

Bertemu di cafe sekitar jam sepuluh pagi memang masih sepi pengunjung, wanita itu datang dan duduk di hadapanku.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanyaku to the point karena malas melihat wajah nya.

"Maaf kalau saya mengganggu waktu Mba Farah."

Manis sekali mulutnya, pantes Mas Abi kepincut.

"Kalau kamu mau minta Mas Abi, lupakan!"

Risa melihat ke arahku, Sepertinya dia bingung dengan ucapan ku.

"Sekarang mau kamu apa?" Aku berusaha mengontrol emosiku yang kapan saja bisa meledak.

"Mba, Aku ingin kita bicara baik-baik," Ucapnya dengan suara rendah.

"Baiklah," Aku coba bersabar.

"Maaf Mba, bukannya Aku mau ikut campur masalah rumah tangga Mba, tapi Aku hanya ingin hubungan Mba Farah dan Mas Abi baik-baik saja."

"Hubunganku Dengan suamiku baik sebelum kehadiranmu, Aku heran dulu Mas Abi tidak pernah komplin tentang hidupku."

"Sekarang hidup kita sebagai istri bukan lagi sepenuhnya milik kita Mba, hidup kita sudah sepenuhnya milik suami dan anak-anak kita."

"Kamu mau mengajariku?" Kataku mulai tersulut emosi mendengar ceramahnya.

"Kamu itu bocah kemarin sore. Tau apa kamu tentang rumah tangga?"

"Mba, tenang dulu__"

"Tenang katamu? Dasar jalang," Aku menyiram wajahnya dengan jus jeruk sisa minumanku.

"Apa kamu tidak malu mempunyai suami sepantaran dengan Ayahmu?"

Risa membersihkan wajahnya dengan tisu.

"Setidaknya kamu malu merebut suami orang!" Aku melihatnya sinis.

Dasar ular kepala dua.

Pengunjung yang mulai datang melihat ke arahnya dengan tatapan benci, mungkin efek suaraku yang tinggi.

"Kenapa diam,hah?"

Risa menunduk.

"Kalau kamu pikir akan mendapatkan Mas Abi sepenuhnya, kamu salah!"

"Kami sudah bercerai."

Apa?

Aku tidak salah dengar?

"Kamu becanda?" Aku menatapnya tajam.

Risa menggeleng. "Kami sudah bercerai sebulan yang lalu."

Benarkah?

Kenapa Mas Abi tidak memberitahuku?

"Baguslah kalau kalian sudah bercerai."

Risa menatapku.

"Mba, Aku mohon, jadilah yang terbaik untuk anak-anak."

Aku mendengus.

Bagiku anak-anak tidak terlalu penting, karena Aku yakin mereka tetap akan memilihku.

"Adiba, dia butuh Mba."

"Tutup mulutmu, jangan sok menasehati, punya anak saja tidak,"

"Aku memang belum punya anak, setidaknya naluriku sebagai seorang ibu ada." sindirnya.

Aku tertawa.

"Naluri? Bagaimana nalurimu sebagai seorang wanita jika suamimu direbut wanita lain?"

Risa diam.

Sepertinya dia terjebak dengan kata-katanya sendiri.

Baguslah, kalau dia paham.

Aku mengambil tas dan meninggalkannya.

Waktuku terbuang percuma meladeni mantan istri suamiku.

Ah setidaknya Aku sudah tahu kalau mereka sudah bercerai.

Aku menghubungi Mas Abi, tapi nomornya tidak aktif.

kenapa Mas Abi tidak memberitahuku tentang perceraiannya?

Apa yang disembunyikan Mas Abi?

Ah.

Peduli amat.

Aku harus fokus pada kontrakku.

=====

"Sejak kapan Mas di sini?" Aku mendapati suamiku di sofa saat Aku pulang.

"Dari tadi, kamu dari mana?"

"Biasa," Aku melenggang ke kamar.

"Aku lapar, buatkan Aku makanan."

"Aku capek, delivery aja Mas."

Mas Abi masuk dan mencekal lenganku.

"Kamu tahu kewajiban seorang istri?"

Kenapa jadi bahas ini sih.

Bukannya sudah biasa juga?

"Biasanya juga delivery kan Mas," Aku tidak menjawab pertanyaannya.

"Buatkan Aku makanan atau__"

"Atau apa? Mau balik lagi sama jalang itu?" Emosiku kembali membludak.

"Jaga bicaramu, Farah."

"Di matamu Aku selalu kurang, padahal apa susahnya pesan di luar!"

"Kamu tidak berubah, mungkin tidak akan pernah." Mas Abi menatapku tajam.

"Jangan salahkan Aku untuk yang kedua kalinya, Aku sudah muak."

Mas Abi keluar.

Aku pusing dengan sikapnya.

Kalau terlalu larut, Aku tidak bisa menyelesaikan data presentasiku besok.

huft.

Lelah.

Satu pesan line masuk.

(Suamiku)
Aku rujuk dengan risa, dia yang bisa menghargaiku sebagai suami.

Terserah kamu Mas.

Aku pusing.

Setelah pulang dari itali nanti Aku akan menyelesaikannya.

Sekarang Aku harus fokus ke kontrakku dulu.

SEKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang