14: Rumah Alavan

11.6K 595 4
                                    

Arlaya
"Arlaya. Sini bentar nak, bunda mau minta tolong." Panggil bunda dengan nada yang tinggi dari bawah. Dengan malas aku pun langsung turun kebawah dan tak lupa melipat satu halaman kertas karena aku tak ingi kelupaaan di halaman berapa aku membacanya tadi.

Setelah sampai di bawah aku menatap bunda dan bertanya, apa yang ingin dia pinta.

"Ini. Kemarin kan tante Gemma belikan almond green tea, nah karena dia ngasihnya kebanyakan. Jadi kamu kasih gih ke rumahnya Alavan, itung - itung kan juga buat balas budi buat dia yang udah pernah kasih kue vanilla ke kita." Jelas bunda seraya menyodorkan dua kotak makanan yang bunda bilang.

Aku mengangguk dan langsung pergi menuju kerumah Alavan yang memang hanya perlu berjalan sebentar dari rumahku.

Setelah sampai dirumahnya. Kuketuk pintu rumahnya dan tak lama kemudian seseorang membukannya dan ternyata yang membukanya adalah Alavan sendiri.

"Uhm hai... ini ada oleh - oleh dari bunda gue. Dia beli makanan ini kebanyakan, jadi katanya dikasih ke lo aja." Jelasku dan menyodorkan dua kotak yang tadinya ku pegang.

"Oh oke. Makasih ya bil-" balas Alavan. Namun sebelum dia membalas, aku melihat wanita yang cantik dan mungkin terlihat sedikit lebih tua daripada bunda.

"Eh ada Arlaya, apa kabar cantik?" Tanyanya dan aku tersenyum dan berkata baik kepadanya.

"Baik tante. Uhm itu ada sedikit oleh - oleh dari bunda tan." Ucapku.

"Wah makasih ya sampaikan ke bu Lissa. Eh kamu gak mau mampir dulu main disini, tante lagi masak makanan kesukannya Alavan lho. Ayo nak Arl kita makan siang dulu." Tawar ibu Alavan. Aku sempat menolak namun Alavan berkata bahwa terima saja, jadi aku terima saja tawarannya.

Akhirnya aku menerimanya dan ini adalah pertama kalinya aku masuk kedalam rumah seorang Alavan. Rumahnya rapih dan harum, entah mengapa aku merasa rumah Alavan terlihat jauh lebih luas daripada rumahku.

Kami berjalan menuju ruang makan dan sudah ada hidangan makanan yang baunya sungguh sedap dan cukup banyak untuk kami bertiga.

"Silakan duduk nak." Tawar ibu Alavan dan aku mengangguk dan menarik bangku yang tadinya ada di dalam meja.

Aku duduk dan ibu Alavan menyiapkan piring serta mengisi piring tersebut dengan nasi.

"Kamu mau lauk apa?" Tanya ibu Alavan.

Aku menjawab dengan santun dan setelah itu dengan senyum ibu Alavan memberikan piring kepadaku. Aku membalaskan senyumnya dan setelah itu kami mulai makan.

Setelah makan, aku tak pulang begitu saja karena Alavan menawarkanku untuk main kekamarnya dan ia ingin menunjukkan kecintaannya pada band yang tanpa sadar pun aku sukai. Yaitu the 1975.

Dari saat aku melihat pintunya saja disana sudah tertempel wajah Matt Healy dengan filter hitam putih. Bisa disimpulkan bahwa ia benar - benar cinta dengan band ini, sama sepertiku.

Alavan membuka pintu kamarnya dan bau mint dari pewangi ruangannya memasuki indera penciumannku.

Dan uniknya kamar milik Alavan sungguh rapih dengan adanya beberapa buku yang tertata rapih dan juga satu pemutar piringan hitam di sebelah kasurnya. Namun satu yang membuatku trauma dengan kejadian meninggalnya Devan.

Tongkat baseball. Tongkat baseball adalah benda tumpul yang bisa saja orang itu gunakan saat menghabisi nyawa Devan, polisi sudah angkat tangan soal pembunuhan Devan karena katanya si pembunuh meninggalkan jejak yang sangat rapih dan halus. Itu kabar terakhir yang tante Anaya beri tahu soal kematian Devan, namun aku harap semoga Devan bisa aman dan nyaman di sisi Tuhan dan aku harap juga si pembunuh akan tampak dengan perlahan sehingga ia mendapat hukuman yang setimpal.

Obsessed [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang