13: Another Lips

12.1K 630 26
                                    

Arlaya
Bunda sedang berdebat dengan ayah soal urusan kuliahku di telepon. Iya, memang mereka tidak berdebat secara berteriak atau semacamnya, namun aku kesal karena hanya karena soal ini mereka perdebatkan. Lagi juga aku masih kelas 11 dan seharusnya mereka sebagai orang tua mengerti aku yang sebenarnya tak ingin di paksa soal pendidikan.

Aku pun beranjak kekamar dan sesampainya dikamar aku langung mengambil jaket hitam, lalu kembali keluar kamar seraya membawa ponsel.

Di bawah, aku melihat bunda yang masih berbicara dengan ayah di telepon. Aku tak memperdulikannya dan langsung berjalan keluar entah ingin kemana, yang jelas aku tak ingin dirumah sekarang.

Kakiku berjalan cukup jauh sampai akhirnya aku berhenti di playground perumahanku dan aku langsung duduk di salah satu ujung seluncuran dengan hening.

Dan bodohnya aku tak membawa earphone sekarang. Padahal pikirku akan lebih menyenangkan jika mendengarkan lagu disaat seperti ini.

Setelah beberapa lama disini, dengan tiba - tiba aku merasakan sentuhan di pundakku.

"Eh sorry kalo bikin lo kaget. Gak bermaksud, lo ngapain malam - malam disini?" Itu adalah Alavan, dia sepertinya terlihat sehabis pergi dari suatu tempat karena pakaiannya yang rapih dan ia juga membawa motornya.

"Ah nggak. Gak apa - apa, lagi pengen aja. Lo sendiri abis darimana?" Tanyaku membalas.

"Oh, biasa lah ngumpul sama temen - temen gue." Balasnya dan aku hanya mengangguk.

Kami sama - sama terdiam, tak tahu harus membuka topik pembicaraan dimana.

Namun, rasanya aku ingin membicarakan masalahku kepadanya.

"Van, apa lo pernah ngerasain rasanya kehilangan? Kayak gue. Kehilangan Devan disaat kita baru ketemu beberapa bulan lalu." Ucapku tiba - tiba, dan sungguh. Aku tak pernah berbicara sefrontal ini pada orang baru.

"Iya, pernah. Dia Freya, adik perempuan gue. Dia meninggal karena kanker paru - paru waktu itu, bahkan perasaan gue masih suka ngerasa gak ikhlas karena kehilangan dia. Dan sekarang gue nyesel karena disaat hembusan nafas terakhirnya, gue gak ada di sampingnya tapi malah gue tinggalin dia buat belajar hanya demi dapet nilai yang baik pas ujian. Gue nyesel," jelasnya dan aku menatapnya prihatin.

"Bahkan sebelum Freya meninggal, dia sempet bilang gini ke mama. Dia bilang; "ma, bilang ke bang Al. Meski dia gak disini disaat sebentar lagi aku pergi. Aku tetep bakal sayang dia, aku bakal ingat semua hal manis yang pernah dia lakuin selama aku hidup. Sampaikan ke dia untuk semangat walau udah gak ada aku buat yang nyemangatin dia lagi." Setelah itu mama kasih tau gue soal itu. Gue bener - bener berantakan saat itu, bahkan gue pun berniat buat nyusul dia tapi gue akhirnya mikir dua kali buat ngelakuin itu. Masa depan gue masih panjang, orang tua gue juga pasti masih butuhin gue." Jelasnya dan semua ceritanya membuatku termenung beberapa saat. Ternyata masih banyak orang yang hidupnya lebih sulit daripada aku.

"Gue turut nyesal Van, maaf gue nanya kayak gini." Balasku dan dia tersenyum seraya menggeleng.

Akhirnya setelah beberapa lama hening dari pembicaraan, dia. Alavan mengajak kami untuk pulang karena ini sudah malam dan udara juga semakin dingin.

Saat Alavan berdiri dari duduknya dan saat ia ingin pergi untuk menyalakan motornya. Aku memegang kemeja miliknya untuk memberhentikan dirinya.

Dia menengok dan mengerutkan dahinya. Aku menatapnya dan dengan spontan aku langsung menempelkan bibirku ke bibirnya, begitu saja tanpa sadar dan ia pun terlihat bingung dengan cara ia mengkerutkan dahinya, namun kelamaan bibir kami yang menyatu tak kaku lagi. Kami melumat cukup lama, sebelum akhirnya aku mendorong dadanya karena merasa hampir kehabisan nafas.

Aku menarik nafas panjang dan menggeleng.

Aku seharusnya tak melakukan ini, bagaimana perasaan Devan jika melihat ini. Argh aku ini kenapa?!

"M-maaf g-gue spontan g-gitu." Ucapku menundukan kepala dan Alavan membalas dengan mengelus rambutku seraya tertawa ringan.

"Iya gak pa-pa, yuk balik." Balasnya, aku mengangguk dan mengikutinya menuju motor.

Di motor saat perjalanan menuju rumah, aku memikirkan semuanya. Sampai - sampai aku tak sadar jika motor milik Alavan sudah berhenti tepat didepan rumahku.

Aku turun dari motornya dan mengucapkan terima kasih.

Setelah itu aku masuk dan saat sesampainya di kamar. Aku duduk di kasurku seraya masih memikirkan kejadian bodoh tadi.

Satu pemikiran yang ada dipikiranku;

Aku ingin merasakan bibirnya lagi.

// O B S E S S E D //

Aloha semuanya 👋🏻

Aku ini obsessed udah ga update for like a week maybe, SORRY.

Aku baru aja selesai uas and it was feel like a hard day for me. Ya pokoknya maaf maaf dan maaf.

Dan kali ini aku mau minta pendapat nih. Kalian lebih suka:

Arlaya & Alavan

Arlaya & Devan?

Comments comments

VOMMENTS ❤️

P.s i love kalian semua 9k readerskuu!! ❤️

Obsessed [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang