21: pink skies.

7.9K 462 16
                                    

Arlaya
Aku terbangun dari tidurku, saat menerjapkan mata beberapa kali. Aku melihat sosok lelaki yang aku sayangi layaknya kakak didepanku.

Levin, siapa lagi jika bukan dia yang bisa membahagiakan ku. Walau caranya membahagiakannya beda dengan cara Devan.

"Pagi Arl. How was your sleep?" Tanyanya tersenyum dan aku dengan mata menyipit membalas senyumannya.

"Good." Balasku dan setelahnya aku menguap sedikit, sehingga membuat Levin semakin menyinggungkan senyumannya.

Dengan gerakan, Levin duduk dipinggiran kasurku dengan senyum yang tak lepas. Lalu ia berkata.

"Jalan - jalan yuk." Ucapnya dan responku hanya mengerutkan dahi seraya mengusap mata karena rasa kantuk yang masih ada.

"Kemana? Sabtu macet ah. Mending tidur sambil nonton Netflix." Balasku kembali menyandarkan kepala ke bantal lagi.

"Ayolah Arl. Kapan lagi kan kamu bisa ngehabisin waktu sama aku? So please come with me." Tawarnya dengan memohon dan wajahnya adalah wajah yang tak bisa kutolak sedari dulu.

"Don't give me that look." Balasku dan ia malah semakin menggodaku dengan wajah memohonnya itu.

"Aku gak bakal berhenti kasih wajah kayak gini kalo kamu gak bilang iya." Balasnya dan aku terkekeh kecil.

"Yaudah iya. Aku mau mandi dulu, udah sana kamu keluar hush hush." Tukasku menyuruh Levin keluar layaknya anak kucing.

Dia tertawa sebelum akhirnya keluar dari kamarku. Aku menggelengkan kepala seraya tersenyum dan aku bangkit untuk merapihkan kasur yang cukup berantakan, setelahnya aku mengambil handuk milikku dan berjalan ke kamar mandi.

Seusai mandi, aku keluar dan kembali masuk kekamar untuk berpakaian.

Tapi sebelum berpakaian, aku mengerutkan dahi. Kemana Levin akan membawaku hari ini? Dan bertepatan dengan itu, ponselku bergetar dan ternyata itu darinya. Yang padahal satu atap denganku.

Levin: Lama. Cepet dong.

Arlaya: Aku lagi ganti baju. Tapi aku bingung mau pake apa, kan aku gak tau kita mau kemana.

Levin: Yang santai aja, jangan lupa juga bawa baju ganti.

Setelahnya, makin bingung saja aku dengannya. Lalu tanpa mau memikirkan pusing - pusing, akhirnya aku berpakaian dengan kaus putih polos dan celana jeans. Seraya memasukkan baju ganti kedalam tas ransel sesuai dengan yang Levin katakan tadi.

Akhirnya aku turun dan membawa barang - barang yang ada dalam satu tas ranselku.

Pemandangan yang kulihat pertama kali saat menapakkan kaki di ruang bawah adalah Levin yang sedang mengobrol dengan ayah di ruang tamu.

"Lama banget sih kamu Arl. Kan kasihan si Levin nunggu kamunya." Ucap bunda dengan secangkir teh ditangannya.

"Eh gak apa - apa tan, kan ini gara - gara aku juga ngajak Arlaya mendadak gini." Balas Levin.

"Yaudah kalo gitu aku bawa Arlaya jalan - jalan dulu ya tan, om. Boleh kan?" Izin Levin dengan senyuman khasnya.

"Boleh dong Vin, kalian hati - hati ya. Dan jangan lupa waktu, oke?" Balas bunda.

Dan setelah berpamitan, akhirnya kami berjalan keluar menuju mobil milik Levin. Dan sebelum memasuki kursi penumpang, levin sempat memasukkan tas ranselku di kursi belakang. Setelahnya kami berdua masuk kedalam mobil dan memakai sit belt, lalu mobil berjalan meninggalkan perkarangan rumah.

Saat diperjalanan kami hanya diam kebosanan karena macetnya Jakarta, inilah sebab aku tak ingin keluar kemana - mana jika hari sabtu. Karena banyak juga orang - orang yang ingin berlibur dan keluar rumah hari ini.

Obsessed [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang