25: Regret

6.3K 354 8
                                    

Arlaya
Sabtu pagi dengan teh hangat yang kubuat dan laptop yang terbuka dengan beberapa kata yang kurangkai. Semacam menulis buku tapi aku tidak akan mempublikasikannya karena ini hanya hobi terpendam saja jika aku tak memiliki kegiatan.

Tok...tok..

"Arl, ada yang cari kamu." Suara bunda memasuki ruangan kamarku.

"Oh? Siapa bun?" Balasku seraya menutup laptopku.

"Udah yang penting kamu turun. Sekarang." Ucap bunda dan aku bisa mendengar langkah kakinya menuruni tangga.

Akhirnya aku ikut turun dan sebelumnya aku merapihkan rambut agar terlihat rapi karena siapa tahu ini adalah tamu penting untukku.

Sesampainya di ruang tamu. Aku membeku tak bergerak saat melihat rupanya lagi. Aku bingung untuk apa, dan ada rasa untuk mengabaikan dan kembali pergi kekamar.

Ini Levin. Dia datang dengan wajah yang tak enak, wajahnya seperti dia melakukan kesalahan. Namun memang benar iya, dia melakukannya.

"Hai Cia." Sapanya dengan menggaruk tengkuknya yang sepertinya tidak sedang merasa gatal.

"Mau apa?" Balasku dengan nada jutek.

"Eh Arly. Kok ngomongnya gitu?" Spontan bunda berkomentar dengan ucapanku yang memang terdengar ketus dan kasar.

"A-aku mau jelasin semuanya ke kamu. Aku minta maaf." Ucap Levin dan membuat bunda bingung dengan perubahan sikapku pada Levin.

"Kita ngomong di dekat kolam renang aja. Bun aku ajak Levin keluar ya?" Tawarku dan bunda mengangguk mengizinkan.

Aku menyuruh Levin berjalan terlebih dahulu dan aku yang dibelakangnya bergegas menutup pintu dan ikut duduk dengannya di pinggir kolam.

"Mau jelasin apa lagi? Emangnya masih kurang jelas sama apa reaksi yang aku kasih ke kamu kemarin?" Ucapku membuka pembicaraan.

"Give me one good reason, kenapa kamu kemarin keliatan kecewa saat aku utaraiin perasaan aku sama kamu?" Balasnya.

"Vin, aku anggap kamu sebagai kakak aku, kakak lekaki aku. Aku gak bisa, dan juga aku masih menghargai perasaan Devan. Aku sayang dia Vin, aku gak mudah buat beralih segitu cepatnya dari dia." Jelasku.

"I'll get it. Maaf aku terlalu frontal waktu itu. I'm truly sorry," ucapnya dengan rasa terima namun aku bisa melihat kekecewaan dimatanya.

"Aku harap kamu bisa maafin semuanya, aku akan balik ke London 2 hari lagi. Dan aku pengen kamu mau habisin waktu kita berdua sebelum aku pergi. Would you?" Ucapnya dan aku terkejut. Ada rasa bersalah dibenakku karena sudah bersikap jutek ke dirinya, ada rasa ingin menahannya agar dia tidak terlalu cepat pergi.

Aku mengangguk dan dia tersenyum, dia melebarkan tangannya dan aku tertawa kecil dan membalaskan pelukannya yang hangat. Bau parfumnya sangat khas seorang Levin.

// O B S E S S E D //

Aku menuruni anak tangga dengan pakaian yang rapih dan membuat bunda kebingungan karena di jam 8 pagi aku sudah rapih.

"Kamu mau kemana?" Tanya bunda menuangkan teh kedalam gelas.

"Pergi sama Levin." Balasku duduk di kursi meja makan dan mengambil roti untuk diberi selai kacang.

"Jadi ceritanya udah baikan nih?" Ucap ayah yang sedang membaca koran dan aku hanya tersenyum kecil sebagai balasan untukknya.

Hingga tak lama kami mendengar bunyi klakson dari arah luar. Aku izin pamit kepada ayah dan bunda untuk pergi.

Sesegera mungkin aku langsung keluar rumah dan berjalan menuju mobilnya.

Obsessed [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang