Hujan di hari ini mewakili perasaan nya, seperti halilintar yang saling bertautan begitu pula hatinya yang berdebar ingin memuntahkan segala yang telah menyayati, tadi siang ia masih tersenyum dengan chocolatos di tangan nya, namun sepulangnya ia dari mall dan menonton dengan Arjuna hatinya remuk bak hancur berkeping-keping.
Arjuna memang membawa Hani ke mall dan nonton bioskop bukannya membuat happy malah membuat mood Hani hancur sehancur-hancurnya. Bagaimana tidak? Arjuna terlalu posesif, si dingin itu tidak membiarkan Hani menatap cowok yang ada di mall, termasuk satpam mall. Entah kenapa si dingin itu begitu, Hani sangat-sangat kesal.
"Udah dong ngambeknya." Arjuna mengalihkan pandangan nya dari jalanan ke Hani, gadis itu masih saja memasang wajah cemberutnya. Arjuna sangat bahagia membuat Hani kesal, tujuan awal nya mengajak Hani ke mall dan nonton bioskop adalah untuk membuat gadis itu kesal. Hani marah sama dengan moodboster Arjuna.
"Lo kalau gitu jelek, malu di ledekin halilintar noh." Lagi Arjuna berusaha membuat gadis itu berbicara, meskipun mengomelinya.
"Dasar gemuk, mobil gue sumpek kalau ada lo. Pakai acara ngambek, wajah jelek lo itu buat mood gue hancur." Lagi Arjuna mengeluarkan kata-kata kasarnya, senyuman nya melebar saat Hani menatapnya dengan mata elangnya.
"Oh."
"Berhenti sebentar." Perintah Hani, Arjuna tak langsung berhenti malah bertanya.
"Ngapain?"
"Berhenti!" Ucapan Hani penuh penekanan, Hani memasukkan ponselnya ke dalam tas, setelah mobil Arjuna berhenti ia langsung keluar mobil, Arjuna jadi melotot tak menyangka Hani akan nekat saat turun padahal ini sedang hujan deras.
"Dasar cewek PMS." Umpatnya.
Arjuna ikut keluar dari mobil, namun saat ia akan menyusul Hani, gadis itu sedang bercengkrama dengan seorang cowok lalu menaiki motor si cowok dan meninggalkan Arjuna.
"Murahan, cih." Tanpa sadar Arjuna meludah, wajah nya memerah dan ia kembali masuk ke dalam mobil, menghidupkan mesin dan membawa mobil dengan kecepatan penuh.
***
"Tante, ada Caca?" Mimi Caca yang sedang menyiram bunga menghentikan aliran air selang, ia melihat Billy di belakangnya, ibu dari Caca tersebut tersenyum, sangat mirip dengan Caca.
"Eh Nak Billy, ada, Caca ada di taman belakang." Mimi Caca menunjuk ke dalam rumah yang berarti taman belakang itu melewati sisi dalam rumah, Billy juga ikut melihat ke dalam. "Caca kenapa ya? Dari pulang sekolah tadi murung aja, kesambet kali ya?"
Billy jadi bingung karena ia sendiri juga tidak tahu mengapa Caca begitu, alasan ia ke rumah Caca untuk mengecek cewek itu. "Billy juga mau cari tahu tentang itu tante."
"Oh gitu, yaudah samperin Caca gih." Billy mengangguk lalu masuk ke dalam rumah Caca, ia lurus saja karena taman belakang rumah Caca sepertinya di sana.
Billy benar, ia melihat Caca tertidur pulas di tempat tidur santai yang digantung antara dua pohon, bertepatan dengan kolam berenang di depannya. Billy mendekati Caca, ia mengelus puncak rambut Caca lembut.
"Gue kangen masa kecil kita Ca." Caca memang teman masa kecil Billy, mereka dulu di sekolah dasar teman dekat, namun ketika kelas 6 SD mereka bertengkar hebat yang membuat Caca pindah sekolah karena kelompok Billy ada yang melukai Caca, gadis itu masuk ke rumah sakit dengan proses penyembuhan satu bulan. Setelah itu mereka tidak pernah bertemu lagi, sewaktu SMA mereka dipertemukan lagi dengan sisi Caca yang sangat membenci Billy, ia pura-pura tidak kenal dengan Billy seolah melupakan semua kenangan masa kecilnya.
"Gue juga Bil." Jawab Caca, Caca membuka matanya, tersenyum menatap Billy yang terkejut. Caca bengun, ia menepuk bagian samping nya memberi izin Billy duduk di sebelahnya.
Billy menggeleng. "Ntar gue jatoh ke kolam berenang."
Caca memutar bola mata kesal. "Jangan lebay, sini." Billy akhirnya mau, cowok itu duduk di sebelah Caca, entah mengapa jantungnya berdegub kencang saat Caca menyandarkan kepalanya di pundak cowok itu.
"Maafin gue, gue kira gue egois Bil, dengan cara apapun gue lakuin biar kelompok lo nggak nguasain sekolah, dan itu gue lakukan dengan temen-temen gue, kami nggak mau Arjuna jadi ketos dan kami ngedukung dan ngebantu Folfo yang malah nggak tahu diuntung. Gue salah besar." Billy menegakkan kepala Caca, air mata gadis tersebut mengalir dan membuat hati Billy terasa sangat perih.
"Lo nggak salah, kita semua salah,Ca. Kita sama-sama terobsesi buat jadi yang terbaik dan nggak mikir kalau kita bareng-bareng bakal jadi team yang kuat." Billy menghapus jejak air mata Caca dengan ibu jarinya. "Nggak pun lo nganggap gue pacar, gue mau kok jadi sahabat lo kayak sembilan tahun yang lalu."
Billy senyum begitu hangat, Caca menjadi nyaman dengan senyuman itu, namun suara dari belakang mereka membuat mereka menoleh.
"Jadi Caca sama Billy pacaran?"
"Mimi?! Nggak mi." Jawab Caca cepat seperti orang salah tingkah, Billy berdiri dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Pacaran buat taruhan aja tante." Jawab Billy jujur yang membuat Caca melototinya. Caca tersenyum meminta maaf kepada Mimi nya.
"Kok anak tante dijadiin taruhan sih Bil? Cantik gini." Billy tersenyum ragu tidak tahu akan menjawab apa.
"Maaf tante," Billy menekukkan kepalanya. "Kami diberi tantangan buat pacaran tante, maaf Billy udah main-main sama Caca."
"Nggak papa Billy, pacaran beneran pun tante dukung." Balas Mimi Caca senang, Billy langsung mendongak dan mendapat pelototan dari Caca.
"Mimi, Caca cuma temenan sama Billy."
"Temenan apa demenan?"
"Mimiiiiii?!!!!!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Rival (Completed)
Genç Kurgu(tamat) Hani, Caca, Ceri, Megan, Melly, Arjuna, Fadil, Billy, Virgo dan Mars Pertengangan antara dua kubu yang membuat mereka begitu dikenal karena mereka yang selalu saja bertengkar. Tak semua juga yang mengharapkan mereka berbaikan, karena ada nya...