24. Menyamar

618 38 2
                                    

Suasana dirumah saat itu sepi tidak ada seorang pun yang terlihat. Saat akan mendaratkan kakinya dilantai, Morin nampak kesulitan karena ternyata sarung yang ia pakai tersangkut di jendela. Mau tidakmau ia pun melepaskan sarung tersebut dan yang lainya juga.

"Akhirnya gue bebas!" Morin berteriak agak pelan sambil memutar tubuhnya di tengah ruang keluarga.

'Sebenarnya ini rumah siapa  sih? Kok bersih amat. Terus disini rasanya tuh sejuk. Gue jadi penasaran.' Pikir Morin memandangi seluruh
ruangan tempatnya berdiri sekarang.

"Ok. Karena gue penasaran. Gue jelajahin aja nih rumah, mumpung lagi sepi."

Morin berjalan menuju lantai atas, tempat beberapa kamar ada disana. Morin membuka kamar pertama yang ternyata pintunya tidak terkunci.

Morin langsung memasuki kamar tersebut tanpa ragu-ragu. Morin terkejut karena indahnya kamar itu, banyak kitab-kitab ada disini dan beberapa hiasan kaligrafi.

"Wah. Ini sungguh indah." Ucap Morin dengan mata berbinar-binar. Ia berjalan ke arah jendela kamar dan membukanya agar cahaya matahari bisa masuk. Saat ini Morin sangat menikmati angin yang menerpa wajahnya di depan jendela.

Krukkk

Tiba-tiba rasa lapar kembali datang dari dalam perut Morin.

"Cari makan dulu ah."
Morin berniat untuk mencari makanan yang ada di dapur rumah tersebut. Namun niatnya terurungkan saat ia tak sengaja  menyenggol berkas yang ada diatas meja hingga membuat seluruh kertas didalamnya berserakan. Morin segera merapikan kertas-kertas tersebut.

"Duh apaan sih ini kok banyak sekali?" Tanya Morin kepada dirinya sendiri sambil memasukan kembali kertas-kertas itu kedalam tempatnya. Morin tidak langsung memasukannya kembali, justru ia melihat isi kertas-kertas itu yang ternyata memuat data-data para santri di ponpes.

"Ternyata cuma data santri. Eh tunggu. Kenapa ada data Alif disini? Bukanya ia anaknya Hjh. Maryam?"

Morin sedikit heran saat melihat data diri Alif ada diantara yang lainnya. Padahal seharusnya ia tidak memiliki data santri karena ia bukanlah santri melainkan anak pemilik ponpes ini.

Karena rasa penasarannya Morin membaca semua tulisan di data Alif tersebut.

"Apa?! Jadi dia anak angkat! Dan sebenarnya dia itu asli dari Jakarta?!" Pekik Morin saat mengetahui kebenarannya.

'Pantas saja sikapnya berbeda dengan Ilham. Kalau Ilham itu lembut tapi Alif justru malah menyebalkan.' Pikir Morin. Kemudian ia segera mengembalikan berkas itu keasalnya dan segera mencari makanan karena perutnya kembali bersuara.

Morin turun ke bawah menuju kulkas yang ada di dapur. Ia membuka kulkas itu dan mengambil beberapa makanan yang ada didalamnya. Ia hampir mengambil seluruh isi kulkas tersebut.

Morin membawa semua makanan menuju ke ruang keluarga dan menyalakan televisi sambil menikmati makanan tersebut diatas sofa yang empuk.
Tak disangka setelah perutnya merasa kenyang Morin tertidur lelap hingga menjelang malam.

                     *****
Setelah lama pergi. Hjh. Maryam akhirnya kembali bersama kedua anaknya.

Nisa menyambut kepulangan Hjh. Maryam bersama Lulu.

"Assalamualaikum, Umma.?" Ucap Nisa dan Lulu bergantian mencium tangan Hajah.

"Waalaikumsalam. Kalian semua sudah sholat kan?"

"Alhamdulillah sudah, Umma."

"Ya sudah, Nisa sekarang kamu tolong ikut saya ke kantor ya?!"

"Baik, Umma."

To be Better [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang