Emma melangkahkan kakinya dengan pelan menuju kamar Aldera.
Setelah Emma mendengar bagaimana kondisi Aldera, ia pun langsung pergi menemui Aldera.
Emma tak kuasa menahan air matanya saat melihat Aldera tertidur dengan mata yang sembab. Raut wajah sahabatnya begitu sedih. Sangat berbeda dengan Aldera yang biasanya.
Emma menutup mulut agar tangisnya tak terdengar. Tak lama, ia menghapus air matanya agar tetap terlihat kuat di depan Aldera.
"Aldera.." Emma memanggil nama itu dengan pelan sambil mengelus puncak kepala Aldera.
"Ayo bangun, Al. Kita harus segera turun menemani Mom."
Perlahan mata Aldera terbuka. Dan tiba-tiba dia langsung berdiri dan membuka lemari bajunya.
"Astaga! Aku lupa kalau aku seharusnya menyiapkan barang-barang untuk berlibur. Apakah aku tidur terlalu lama, Em? Oh aku rasa begitu. Oh iya, kenapa kau di sini, huh? Kau ingin ikut berlibur? Tenang saja, aku akan bilang pada Dad, dan percayalah Dad akan ikut senang jika kau bergabung bersama kami. Tapi mana barang barangmu? Kau mau memakai bajuku? Baiklah tidak apa. Tapi kau harus membantuku juga menyiapkannya! Untuk apa kau malah berdiri di sana? Cepatlah bergerak Emma! Kita tidak punya banyak waktu. Kira--"
"Cukup Aldera!"
"A-apa? Kenapa kau membentakku?" Tanya Aldera menghentikan aktivitasnya.
Emma berjalan mendekati Aldera dan memegang pundak sahabatnya itu.
"Sadarlah, Al. Ingat Ibumu! Kau tidak kasihan pada Mom? Mungkin mom akan gila karena telah kehilangan suaminya dan melihat putrinya seperti ini. Kau harus bisa menerima takdir!" Ucap Emma sambil mengguncangkan bahu Aldera.
"Apa katamu? Takdir apa, huh? Kasihan pada Mom? Dad hanya beristirahat, Em. Percayalah padaku."
Emma melepas kasar tangannya dari bahu Aldera.
"Sebentar lagi ayahmu akan dimakamkan. Jika kau menyayangi orang tuamu, silahkan ganti pakaianmu dan ikuti acara pemakamannya."
Aldera berdiri di tempatnya. Diam, mencoba mencerna setiap perkataan dari Emma.
"Aku menyayangi orang tuaku.."
"Tapi Dad tidak mungkin meninggalkanku."
"Dia sudah janji,"
"Dan tak mungkin mengingkarinya."
Aldera terduduk di kasurnya. Setetes air lolos dari matanya, semakin lama air mata itu turun semakin deras.
Sebenarnya Aldera percaya jika Ayahnya telah tiada, hanya saja dia tidak menerimanya.
"Aldera, dengarkan aku. Pikirkan tentang ibumu. Apa kau ingin kehilangan mom? Apa kau tidak memikirkan perasaannya? Percayalah, Al, bukan hanya kau yang merasa sedih. Mom, aku, dan semua merasakan hal yang sama. Tolong mengerti lah, Al."
Aldera hanya diam dengan tatapan kosong.
Emma menghembuskan napasnya perlahan, "Sekarang ganti pakaianmu. Dan segera turun menemani mom. Mengerti?"
Tanpa jawaban yang diberikan sahabatnya, Emma membuka almari dan mengambil pakaian yang mungkin cocok dengan suasana duka. Lalu ia pun meletakkan pakaian itu di kasur Aldera.
Emma mengusap punggung Aldera,"Aku tunggu di bawah."
Emma pun berlalu dari Aldera.
KAMU SEDANG MEMBACA
L.O.V.E?
FanfictionKetidakpercayaan Zayn Malik terhadap cinta perlahan hilang, semenjak hadir pengganggu di hidupnya.