Chapter 34

42 8 3
                                    

Perlahan, Aldera menuruni satu persatu anak tangga.

Mata merah yang sembab itu masih menetap di wajah indah Aldera.

Kemudian, ia duduk di samping sang ibu yang menatapnya sedih dan penuh kekhawatiran.

"Maafkan aku, Mom." Ucap Aldera sembari menghapus air mata yang kembali membasahi pipi mrs. Stanlee

Mrs. Stanlee pun langsung memeluk putrinya dengan erat.

"Maafkan mom juga, sayang. Kita harus kuat menghadapi beban ini."

Aldera pun beralih melihat jasad sang Ayah. Ia mencium pipi pucat Mr. Stanlee dengan lembut.

"Maafkan aku, Dad. Beristirahatlah dengan tenang. Jika aku merindukanmu atau kau merindukanku, mari kita melepasnya dalam mimpiku. Aku yakin kau selalu memantau keluargamu dari sana." Ucap Aldera masih dengan memeluk Ayahnya.

Semua prosesi sebelum pemakaman dilaksanakan pun telah usai.

Dengan menggunakan ambulance,
Jenazah Mr. Stanlee dibawa ke pemakaman.

Aldera memaksa agar ia bisa bersama Ayahnya di ambulance. Akhirnya mrs.  Stanlee pun ikut menemani.

Selama perjalanan, tangis pun tak dapat tertahan.

Setelah sampai di lokasi pemakaman, segala prosesi pemakaman langsung dilaksanakan tanpa menunda-nunda waktu.

Isak tangis yang semakin kuat pun turut mengiri prosesi pemakaman Mr. Stanlee

Terakhir, setelah doa dibacakan, satu per satu orang-orang yang mengantarkan almarhum pun pergi.

Dan hanya tersisa Aldera, Zayn, mrs. Stanlee, serta Emma dan ibunya.

"Aldera, ayo kita pulang, nak. Dad sudah tenang sekarang. Kau juga harus istirahat." Ucap mrs. Stanlee mengajak pulang putrinya.

"Aku masih ingin di sini, Mom. Kau bisa pulang duluan jika kau mau."

"Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendiri di sini."

"Aku akan menemani Aldera disini, Mom. Kau tidak perlu khawatir. Lebih baik kau pulang saja duluan, dan istirahatlah. Kau begitu lelah." Ucap Zayn meyakinkan mrs. Stanlee

"Iya, kau pulang duluan saja.  Aku dan Emma akan mengantarkanmu" Ucap Ibunya Emma.

"Tapi aku ingin menemani Aldera juga, Mom." Sambar Emma tidak terima jika ia pulang duluan.

Zayn menatap tajam Emma menandakan Emma harus menuruti perkataan Ibunya.

"Baiklah!  Aku akan pulang bersama Mom dan aunty. Dan kau Zayn, berhati-hatilah jika suatu saat matamu akan keluar karena tatapanmu itu!"

Zayn menggelengkan kepalanya melihat tingkah Emma. Bisa-bisanya dia berbicara konyol di suasana duka seperti ini.

Setelah mrs. Stanlee, serta Emma dan ibunya kembali ke rumah, hanya tersisa Aldera dan Zayn di makam Mr. Stanlee.

Aldera terus mengusap nisan yang terukir nama sang Ayah.

"Kau harus kuat, Al. Untukmu, dan ibumu." Ucap Zayn sambil merangkul Aldera.

Tak tahan lagi, Aldera langsung mendaratkan kepalanya ke dada bidang milik Zayn.

Kembali tangisan itu pecah.

"Aku tidak bisa tanpa dia, Zayn. Aku tidak bisa." Ucap Aldera diiringi isak tangis.

Zayn mempererat lagi pelukannya kepada Aldera. Mengusap punggung Aldera dengan perlahan.

"Kau bisa, Al. Aku yakin kau pasti bisa."

"Aku tidak sekuat apa yang kau pikirkan."

"Aku tidak bilang kau harus kuat sendirian. Kau lupa?  Ada aku disini, Al. Jika kita berusaha bersama, pasti kita akan lebih kuat. Kau tidak perlu khawatir."

"Aku takut akan menjadi beban untuk Mom."

"Kau bukan beban bagi Mom. Percayalah, kau adalah alasan baginya untuk bangkit dari semua
ini."

"Aku takut, Zayn. Aku benar-benar khawatir untuk semua yang akan terjadi."

"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Al."

"Aku merasa akan selalu ada masalah ke depannya."

"Mungkin Dad sudah bertemu dengan Tuhan sekarang. Percayalah, Dia akan meminta secara langsung kepada Sang Pencipta untuk selalu menjaga kau dan Mom."

Tangis Aldera semakin pecah mendengar perkataan, Zayn.

"Jangan menangis, Al. Dad tidak suka itu. Aku pun tidak suka."

"Kau akan selalu bersamaku kan, Zayn?" Tanya Aldera disertai isakannya.

"Selalu. Aku akan selalu bersamamu."

"Apapun yang terjadi kedepannya?"

"Tentu. Apapun itu, aku akan bersamamu." Zayn berusaha meyakinkan Aldera.

"Aku menyayangimu, Zayn."

"Aku mencintaimu, gadis bodohku."
Ucap Zayn mempererat pelukannya.

##

"Hey,  apa yang terjadi pada Aldera?! "

Emma yang duduk di ruang tamu untuk menunggu kepulangan sahabatnya itu pun seketika panik  karena melihat Zayn menggendong Aldera yang tidak sadar.

"Dia pingsan. Mungkin kelelahan."
Ucap Zayn singkat sembari membaringkan Aldera di sofa ruang tamu.

"Lalu kenapa kau malah membawa nya kemari?"

"Jadi aku harus membawa Aldera kemana? Ke sekolah?"

"Kau selalu mengatakan Aldera bodoh, tapi ternyata kau tak kalah bodohnya dengan Aldera"

"Apa maksudmu?!" Protes Zayn tidak terima.

"Harusnya kau membawa Aldera ke rumah sakit. Memangnya kau pikir di rumah ini ada dokter? Kau benar benar bodoh Tuan Malik!"

Zayn terdiam menyadari kesalahannya. Kembali, Zayn mengingat kalau Aldera sering kali pingsan.

"Baiklah, sekarang aku akan membawa Aldera ke rumah sakit."

"Sudahlah! Lebih baik kau bawa Aldera ke kamarnya. Aku akan memanggil dokter kemari."

***

"Bagaimana keadaan Aldera, dok?"

"Hanya kelelahan. Tidak ada hal yang serius"

"Lalu kenapa belum sadar juga?"
Merasa panik, mrs. Stanlee bertanya dengan cepat kepada dokter.

"Tenang saja, bu. Aldera akan sadar sebentar lagi." Ucap sang dokter sembari tersenyum untuk membuat mrs. Stanlee tenang.

Namun, raut wajah dokter terlihat bingung. Ia terus memperhatikan Aldera yang masih belum sadar.

Akhirnya, dokter itu pun kembali mengecek keadaan Aldera.

Melihat dokter kembali memeriksa Aldera, mrs. Stanlee semakin khawatir.

"Apakah sebelumnya Aldera sering pingsan seperti ini?"

Happy reading:)


Peace,

patree√










L.O.V.E?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang