Bisikan angin dan deburan ombak adalah hal yang pertama kali Alexa rasakan ketika Kevin membawanya keluar dari kamar tidur. Mereka berdua berjalan bersisian di tengah lorong yang jendelanya semua terbuka lebar tanpa adanya gorden. Sesekali Alexa mencuri pandang keluar jendela besar itu dan benar saja ia melihat sebuah jurang yang di bawahnya terdapat bebatuan besar yang di hantam ombak keras.
Tidak ada kapal yang berlabuh. Yang ada hanya ombak tinggi disertai angin kencang. Alexa bertanya-tanya mengapa jendela-jendela ini tidak di tutup.
"Kenapa semua jendela ini tidak di tutup?"
"Kau menggigil?"
Alexa mengangguk sekilas tanpa mengalihkan pandangannya dari setiap pemandangan yang di sajikan lewat setiap jendela yang terbuka.
"Apa sekarang cukup membuatmu merasa kalau semua ini nyata?"
Alexa terdiam saat Kevin menanyakan hal yang sama berulang kali menggunakan kata 'nyata'.
"Baiklah, kau belum percaya. Kalau begitu, hal yang kedua akan ku tunjukkan kepadamu. Dan tentunya lebih nyata."
Kevin mempercepat langkahnya menuruni undakan tangga lebar berlapis karpet yang mampu meredam derap langkah kaki cepatnya. Alexa nyaris tertinggal dan hampir terjerembab jika saja Kevin tidak menggenggam pergelangan tangannya semakin erat.
Hingga akhirnya, dua pasang makhluk hidup itu tiba di lantai bawah. Lantai yang semuanya dihuni oleh kegelapan. Cahaya hanya sampai di titik undakan terakhir. Dan mendadak Kevin melepas genggamannya pada pergelangan tangan Alexa.
Alexa gelagapan. Ritme jantungnya bertambah, "Kevin?"
Suaranya menggema di penjuru lantai. Tapi, hanya ada kegelapan.
Sunyi. Mendadak segalanya menjadi sunyi. Siulan angin beserta deburan ombak tak lagi terdengar di lantai tersebut. Yang ada hanya sebuah kesunyian.
"Kevin, jangan main-main..."
Di detik itu pula--puncak ketakutan Alexa--sebuah cahaya putih nan terang memancar di langit-langit. Sebuah lintasan berupa gambaran seorang gadis yang memeluk tubuh lelaki bersayap putih nan bercahaya terang. Alexa terpaku pada cahaya yang membentuk gambaran tersebut. Alexa nyaris tersedak ludahnya sendiri ketika cahaya itu membentuk gambaran sesungguhnya. Wajah yang sesungguhnya layaknya foto dari masa lalu.
Dan cahaya itu menunjukkan wajah dirinya dengan dandanan elegan pada zaman viktoria. Menggunakan gaun pernikahan warna putih, rambut yang di gulung, dan wajahnya benar-benar Alexa yang lebih terlihat anggun. Di sampingnya--Kevin berdiri dengan balutan pakaian tuxedo sambil merangkul Alexa sesaat setelah mengecup pipi gadis itu.
Kemudian, dalam sekejap gambaran itu menghilang dan tergantikan oleh gambaran baru disertai bunyi dentingan pedang dan erangan. Alexa sempat terperanjat mendengar suara tusukan pedang dan pekikan serak milik seorang wanita. Pekikan itu jika di dengar dengan seksama mirip seperti suara Alexa. Setelah pekikan itu terjadi, teriakan seorang lelaki terdengar putus asa menyebut sebuah nama, yaitu Sara. Nama yang tak asing di telinga Alexa.
Cahaya yang menunjukkan semua itu mendadak hilang. Lampu kandelir bercahaya emas nan remang menyala tepat di atas Alexa. Lampu dinding di sekitar lantai itu juga menyala remang.
Alexa menahan nafas saat melihat Kevin berdiri tepat di hadapannya. Alexa menatap lurus ke dalam iris mata indah milik Kevin.
Alexa merasakan semua ini semakin masuk akal dan...
... nyata.
"Kau sudah percaya? Gambaran tadi nyata. Aku yang membuatnya untukmu agar kau tahu siapa dirimu di masa sebelumnya. Saat itu kau masih menjadi Sara. Cinta pertamaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
All Blood
FantasyKehidupan Alexa sudah tidak normal sejak ia lahir ke dunia ini. Dia memiliki sebuah 'kelainan' yang sulit di ungkap dan di kendalikan oleh siapapun. 'Kelainan' yang dimilikinya itu di anggap sebagai penyakit yang dideritanya sejak lahir ke dunia ini...