Kini Alexa berada di dunia antara sadar dan tidak sadar. Nyawa nya tidak terkumpul, sehingga susah sekali rasanya untuk bergerak. Yang ia rasakan ketika mengerjap-ngerjapkan kedua matanya hanyalah kepalanya yang terasa bergelantungan. Dan di bawah sana ada sesuatu yang menggumpal berwarna kelabu putih. Nafas Alexa terengah-engah, matanya tidak melihat dengan sempurna, masih buram untuk mengetahui keberadaannya saat ini.
Aroma hutan kering tercium, suara-suara bisikan penuh pengalihan terdengar dimana-mana. Sisanya sunyi, tidak ada suara makhluk hidup. Dan di situlah Alexa yakin dirinya tidak berada di gua lagi.
Perlahan-lahan Alexa bisa merasakan sebuah tangan melingkar erat di pinggulnya. Suara srek.. srek... mendominasi kesunyian di tempat tersebut. Alexa bisa merasakan lehernya berdenyut hebat ketika ia mendapatkan setengah kesadarannya.
"Ke--kevi-n..." lirihnya patah-patah.
Sorensen yang saat ini sedang berjalan memasuki hutan lebih dalam lagi sembari membopong tubuh Alexa di pundaknya itupun hanya bisa tergelak pelan. "Berhenti menyebut namanya. Riwayatmu sudah tamat."
Alexa merasakan degup jantungnya yang tak menentu. Sesak rasanya.
Hingga tibalah Sorensen di tengah-tengah hutan All Blood. Tempat dimana kabut asap bergumpal lebih tebal dari sebelumnya. Lima batu besar menjulang tinggi mengelilingi tanah lapang di tengah hutan tersebut dan menutupi pemandangan bulan purnama di atas sana. Sorensen tersenyum miring tak kala merasa dirinya sudah berada dekat dengan garis kemenangan. Kekuatan yang ia dapatkan dari darah Alexa sebentar lagi pasti bekerja penuh dalam dirinya.
"Keluarlah kalian! Aku sudah membawa persembahannya. Keturunan terakhir All Blood. Penerus anggota kalian!" Seruan Sorensen membuat sekelompok burung gagak yang bertengger di dahan pohon kering beterbangan dan berbondong-bondong mengepakkan sayapnya meninggalkan tanah itu.
Sorensen memasuki lahan kosong yang di kelilingi oleh lima batu besar menjulang tinggi. Di tengah-tengah lahan kosong itu terdapat sebuah batu yang sedikit berlumut, namun permukaannya rata. Di sanalah Sorensen meletakkan tubuh Alexa yang terkulai lemah.
"Ini dia!" Seru Sorensen lagi.
Lelaki itu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Dia mulai bisa merasakan kehadiran beberapa sosok bertudung hitam yang bersembunyi di balik pepohonan dan kabut asap. Mereka mengintip di sisi batu, mereka sedikit terheran sekaligus ketakutan, karena yang datang setelah sekian lama adalah seorang malaikat agung berdarah campuran.
"Keluarlah! Aku Sorensen, putra kandung malaikat Rasyem." Kata Sorensen.
Mereka semua akhirnya perlahan-lahan menampakkan diri. Awalnya hanya ada tiga orang yang muncul, namun lama-kelamaan bertambah jumlahnya hingga lima belas orang. Ganjil. Jumlah yang pas.
Mereka semua berbaris, memakai jubah hitam yang sama, wajah mereka tertampak setelah menarik sebagian tudungnya. Wajah mereka pucat, tidak memiliki hidung, kedua mata mereka berwarna hitam pekat tanpa adanya iris mata (hampir semuanya memiliki wajah yang mirip). Bibir mereka nyaris berupa coretan garis. Makhluk hidup normal pasti langsung terpekik setelah melihat pemandangan yang ada di hadapannya saat ini.
Tapi, lain halnya dengan Sorensen yang justru tersenyum lebar. Sangat lebar sehingga memperlihatkan deretan giginya. Lima belas orang yang ada di seberang batu tempat Alexa kini berbaring adalah anggota All Blood yang tersisa sebelum terjadinya pembantaian beberapa dari mereka yang bersembunyi di luar hutan. Dan untuk menjaga agar kaum nya berada di titik stabil, maka mereka harus menerima tumbal. Sebuah pengorbanan. Mereka akan melakukan ritual yang membutuhkan darah malaikat kembar. Tapi, bukan sekedar malaikat kembar biasa. Salah satu dari malaikat kembar itu harus berdarah murni.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Blood
FantasyKehidupan Alexa sudah tidak normal sejak ia lahir ke dunia ini. Dia memiliki sebuah 'kelainan' yang sulit di ungkap dan di kendalikan oleh siapapun. 'Kelainan' yang dimilikinya itu di anggap sebagai penyakit yang dideritanya sejak lahir ke dunia ini...