Chapt. 20

1.4K 118 2
                                    

Pagi ini, tepat sebelum matahari benar-benar memancarkan cahaya nya yang indah, Kevin dan yang lainnya hampir selesai mempersiapkan segala kebutuhan mereka yang kebanyakan hanyalah senjata untuk perjalanan ekstrem ini. Kevin pun mempersiapkan diri terhadap berbagai macam kemungkinan yang pasti terjadi di tengah perjalanan mereka. Prioritasnya saat ini adalah Alexa. Begitupula dengan sahabat-sahabatnya. Mereka harus saling melindungi satu sama lain, jika ingin perjalanan ini berjalan lancar.

Saat Kevin melangkah pelan-pelan memasuki kamar tidur tempat Alexa berada, ia tak menduga gadisnya itu masih tertidur pulas di bawah perlindungan mantra dari Luna. Cahaya ungu yang terang itu membentuk sebuah lingkaran di sekeliling kasur Alexa--membuat gadis itu dapat tidur nyenyak tanpa di ganggu oleh mimpi-mimpi buruk.

Kevin sangat senang menatap wajah polos milik Alexa yang terlihat tenang nan lembut di saat terlelap seperti ini. Mungkin Alexa tak pernah tidur dalam keadaan senyenyak ini, karena selalu di ganggu oleh mimpi buruknya. Kevin menghela nafas sembari berkacak pinggang. Rambut pirang miliknya sudah di kucir rapi dan tak terlihat berantakan seperti biasanya. Lelaki itu tersenyum melihat Alexa.

Dan mendadak senyumannya lenyap saat sadar dirinya harus bergegas pergi sebelum matahari benar-benar berada di atas kepala.

Kevin melangkah menembus cahaya ungu yang menjadi pelindung Alexa selama tidurnya, kemudian Kevin duduk di tepi kasur dan menepuk pipi Alexa perlahan.

"Alexa," bisik Kevin.

Alexa mengerang pelan dan membuka matanya sedikit untuk melihat siapa yang baru saja mengganggu tidur nyenyaknya. Bukannya marah ataupun kesal dan mengumpat, justru Alexa tersenyum kecil melihat ada Kevin di hadapannya.

"Maaf mengganggu tidurmu, Alexa. Kita harus segera pergi dari sini," ucap Kevin.

Alexa mengangguk kecil, kemudian hendak bangun dari posisi tidurnya, namun ada sebuah rasa berdenyut yang mendadak menyerang tepat di sekujur tubuhnya hingga kepala. Alexa meringis kesakitan dan kembali menjatuhkan kepalanya ke bantal. Kevin terbelalak merasa terkejut. Dia menggenggam kedua tangan Alexa.

"Ada apa? Bagian mana yang sakit?" Tanya Kevin khawatir.

Alexa memejamkan matanya. Berharap mampu meredam segala rasa sakit yang semakin parah dapat ia rasakan. "Aku ..." Alexa merasakan tenggorokannya yang tercekat.

Kevin menelan salivanya susah payah. Dia bingung harus melakukan apa, jika sudah seperti ini. Kevin pun kembali melayangkan telapak tangan kanannya dari kening hingga perut Alexa dan bisa melihat dengan jelas cahaya kemerahan itu mengalir semakin menyebar berupa gumpalan.

Kevin mengerjap, "semakin parah," gumamnya.

Alexa menggenggam tangan kiri Kevin sangat erat, "Kevin, apakah aku bisa bertahan?" Bisiknya parau.

Kevin membalas genggaman itu lebih erat lagi, "kau pasti bisa. Bertahanlah sedikit lagi, Alexa. Apa kau masih bisa berjalan?"

Alexa menganggukkan kepalanya. Menggerakkan tubuhnya membutuhkan tenaga esktra untuk menahan rasa sakit. Kevin membantunya untuk bangkit perlahan-lahan. Kevin rela membiarkan Alexa menggenggam erat pundaknya sebagai tumpuan. Kevin pun membantu gadisnya itu untuk bersiap-siap. Memakaikannya jaket, sepatu, dan merapikan rambut Alexa yang terlihat berantakan.

Kevin melangkah ke arah lemari yang berada di sudut ruangan. Ia mengambil sesuatu dari dalam sana. Alexa mengernyit bingung ketika melihat Kevin kembali sembari membawa sebuah belati lengkap dengan tempatnya.

Kevin berlutut di hadapan Alexa yang kini sedang duduk di kursi, kemudian ia mengaitkan tali tempat belati itu melingkari paha Alexa.

"Ini belati milikku. Gunakan belati ini di saat kau berada dalam keadaan genting," seusai memasangkan belati, Kevin mendongak untuk menatap Alexa sembari tersenyum, "aku percayakan belati ini kepadamu, Alexa. Aku ingin, di saat aku tidak ada di sisimu, kau mampu melindungi dirimu sendiri sampai aku kembali berada di sisimu."

All BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang