~<>~
"No one can rewrite the stars."
~<>~
Di malam yang sunyi berhiaskan bintang, Will duduk sendirian di tepi danau yang membentang indah di bawa sinar rembulan. Will menghela nafas panjang. Sudah sejak matahari masih ada di langit, hingga tergantikan oleh bulan, Will belum juga ingin kembali ke kabin Mina. Dia masih mau duduk di tepi danau ini dan terlihat sangat-sangat tidak berselera untuk masuk ke dalam kabin tersebut.
Will terpejam, saat ia membuka kedua matanya kembali, dia melihat sekawanan kunang-kunang melintas di atas danau. Cahaya indahnya menerangi penglihatan Will untuk beberapa saat, namun sepertinya sulit sekali untuk membuat lelaki itu tersenyum. Padahal hewan indah tersebut melintas dan begitu menyejukkan mata. Jika, di pikir-pikir, kapan lagi ia bisa melihat kunang-kunang sebanyak itu.
"Kunang-kunang sangat indah ya, Bu."
"Ini adalah hewan kesukaan ibu. Lihatlah cahaya nya yang unik. Kita hanya bisa menemukannya di bawah sini."
Suara itu menggema di dalam ingatan Will sampai membuat lelaki berparas kaku itu terpejam dan merasakan seolah keberadaan sang pemilik suara ada di dekatnya. Tetapi, terlalu mustahil rasanya menginginkan sosok yang sudah tiada menjadi bangkit kembali dan mendadak berdiri di samping kita.
Will hanyalah malaikat biasa yang rindu akan kehadiran sang ibu. Meskipun telah banyak rintangan dan rasa sakit yang ia lewati semasa hidupnya--tak ada yang bisa mengalahkan rasa sakit di tinggalkan oleh sang ibu yang mati di tangan iblis.
"Seharusnya ibu tidak ikut dalam pertempuran itu." Gumam Will terhadap dirinya sendiri.
Tangan kanannya terkepal erat, namun perlahan-lahan kembali lemas. Gejolak amarah selalu saja menguasai hatinya di saat-saat seperti ini. Dia membutuhkan teman-temannya, tapi tidak mungkin ia mau kembali ke kabin.
Will menoleh sejenak ke belakang untuk melihat kabin yang berjarak agak jauh dari tempatnya saat ini duduk. Cahaya jingga remang terlihat lewat lubang ventilasi kabin tersebut. Will kembali berpaling dan menatap danau lagi. Airnya yang tenang dan seolah penuh akan kegelapan pekat itu benar-benar nyaman di pandang.
Will berusaha mengosongkan pikirannya, namun tiba-tiba telinga kanannya menangkap sebuah bunyi gemerisik yang terjadi akibat gesekan antar semak-semak belukar. Will melirik tajam ke asal suara yang menurutnya berjalan tepat ke belakangnya.
Perlahan-lahan Will bangkit dan mengeluarkan sebilah pisau tajam dari saku kanan pinggangnya. Dengan posisi siaga Will menunggu waktu yang tepat untuk segera berbalik dan menyerang.
Will sampai menahan nafas untuk menanti momen yang tepat itu. Dan suara gemerisik itu semakin menjadi-jadi terdengar jelas di belakang Will.
Kemudian, dalam sekali hentakan Will berbalik dan menyerang siapa pun sosok tersebut. Will memojokkan tubuh sosok itu ke salah satu batang pohon besar terdekat. Hanya terdengar pekikan tertahan yang sangat tidak asing di telinga Will.
Di tengah-tengah suasana yang hanya bermandikan cahaya remang bulan, Will mengernyit dan menatap wajah cantik di hadapannya saat ini terlihat terkejut sekaligus ketakutan. Will sampai bisa mendengar degup jantungnya yang begitu cepat disertai nafas memburu.
"Will, ini aku. Mina."
Will mendengus dan melepaskan leher Mina yang sempat ia cekal menggunakan bilah pisau tajam yang ada di genggamannya. "Apa-apaan, Mina?!" Will sedikit membentak. Kedua matanya membelalak lebar--nyalang menatap Mina.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Blood
FantasyKehidupan Alexa sudah tidak normal sejak ia lahir ke dunia ini. Dia memiliki sebuah 'kelainan' yang sulit di ungkap dan di kendalikan oleh siapapun. 'Kelainan' yang dimilikinya itu di anggap sebagai penyakit yang dideritanya sejak lahir ke dunia ini...