Chapt. 19

1.5K 125 7
                                    

Di tengah sebuah ruangan persegi yang luas dan megah, Dylan, Brian, Kevin, dan Will sedang berkumpul mengelilingi meja berbentuk lingkaran. Di tengah-tengah meja terdapat dua lilin yang di kelilingi oleh tiga buku berbeda.

Will--salah satu sahabat Kevin yang memiliki garis wajah paling tegas. Wajahnya sangat datar dan memancarkan aura seseorang yang tak ingin bersahabat, namun memiliki hati selembut kapas. Hanya saja, tidak ada satupun di antara mereka yang pernah melihat Will tersenyum, karena yang mereka tahu, Will adalah lelaki paling pendiam. Tetapi, mereka cukup melihat kebaikan hati yang muncul dari diri Will.

Will berdiri di samping Kevin dalam posisi kedua lengan kekar yang terlipat di dada. Pandangannya tertuju untuk membaca masing-masing judul yang tertera di cover depan tiga buku kuno tersebut.

The forbidden Cave, Rock Mountain of Witch, dan All Blood.

Sementara Dylan dan Brian sudah siap mendengarkan apa rencana Kevin selanjutnya setelah mendapatkan lokasi yang tepat tentang keberadaan Elena.

"Baiklah, kawan-kawan," Kevin bertepuk tangan sekali, kemudian menggesekkan kedua telapak tangannya satu sama lain, "kita akan menyusun rencana perjalanan untuk besok pagi. Ketiga buku yang ada di hadapan kita saat ini saling berkaitan dan membentuk sebuah jalur untuk menemukan tempat persembunyian ibuku. Dan kita harus tahu rintangan apa saja yang ada di masing-masing jalur yang tersedia."

Dylan dan Brian menganggukkan kepala secara bersamaan. Sementara Will hanya melirik Kevin yang berdiri di sampingnya--menunggu penjelasan selanjutnya.

"Aku tahu, sebagian dari kalian tidak akan menyukai perjalanan ini, karena lagi-lagi kita akan di suguhi oleh pemandangan mengerikan dari sarang penyihir hitam."

"Aku berharap, ada satu penyihir putih yang cantik dan mau menjadi pendampingku," Celetuk Brian di sela-sela pembicaraan serius mereka.

Kevin tergelak pelan dan segera mengangkat tangan kanannya setinggi dada untuk menenangkan sahabatnya itu. "Kita tidak menjadikan penyihir putih sebagai pendamping, Brian, tetapi sebagai penunjuk jalan. Dan sepertinya, aku mengenal satu penyihir putih yang bersembunyi di daerah sarang penyihir hitam. Dia terbuat dari bola cahaya."

"Pasti sangat menarik," gumam Dylan yang langsung menunjukkan senyuman jahilnya.

"Lalu, bagaimana jika para penyihir hitam tidak menyukai kedatangan kita?" Kali ini Will membuka mulut.

Kevin menolehkan kepala untuk menatap Will, "kita sudah lama berdamai dengan kaum mereka. Aku yakin mereka sudah tidak bekerja sama lagi dengan para iblis. Itu artinya, kita mungkin saja di perbolehkan melewati daerah mereka, karena kita tidak punya pilihan lain selain melewati sarang mereka."

Will mengangguk, kemudian membiarkan Kevin kembali bersuara.

"Pertama-tama, kita melewati sarang mereka yang berada di atas gunung batu. Kemudian, melewati gunung itu, maka kita dapat menemukan sebuah gua keramat yang tidak ada yang tahu dihuni oleh siapa. Di dalam buku juga tidak tertera ada apa di gua tersebut. Jadi, mari kita jadikan gua ini sebagai elemen kejutan." Kevin menunjukkan senyum cemerlang yang mampu membangkitkan semangat para sahabatnya, "lalu, yang terakhir adalah bagian yang paling sulit menurutku, mungkin." Kevin mengedikkan bahunya sekilas. Tatapannya menatap cahaya api yang meliuk-liuk di sumbu lilin.

"Apa yang terakhir?" Dylan bertanya dengan nada yang sangat pelan.

Raut wajah Kevin pun berubah menjadi datar dan mengeras. Dia mendadak membayangkan apa yang akan terjadi ketika dirinya dengan sahabat-sahabatnya melewati tempat tersebut.

All BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang