Part 3, Dia Raisya

16.2K 1.1K 30
                                    

Rasa ini begitu menggembu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasa ini begitu menggembu. Namun, untuk menanganinya aku tak mampu.
Ah, aku benci saat harus mengakui bahwa aku benar-benar merasa rindu.
***

"Temen lo lagi nongkrong di tempat biasa tuh!"

Arsa mengalihkan pandangan pada ketua kelasnya, Revan. Cewek itu memang tak suka berbaur dengan yang lain, tapi bukan berarti tak pernah ada komunikasi. Ia masih suka menjawab pertanyaan teman-temannya meski dengan begitu singkat.

"Di mana?" tanyanya. Revan yang berdiri tak jauh darinya berdecak. "Lo pikir tempat biasa yang gue maksud di mana lagi?"

Arsa melewatinya tanpa mengatakan apapun. Revan sendiri hanya menggelengkan kepala. Yakin bahwa temannya tidak pernah diajarkan untuk mengucapkan terima kasih.

Cewek itu melangkah cepat keluar gerbang, padahal waktu istirahat hampir habis. Benar saja tak jauh darinya, cewek dengan rambut yang sudah berubah warna itu tengah tertawa dikelilingi beberapa cowok.

"Meta," panggilnya agak keras dan sedikit takut. Meta yang mendapati keberadaannya segera mendekat. "Lo ngapain ke sini?"

Arsa mendengkus. "Harusnya gue yang nanya, kenapa lo di sini dan gak masuk sekolah?"

"Bosen. Pelajarannya gitu-gitu aja," Meta menjawab asal. Sepertinya cewek itu lupa, siapa yang kemarin menasihatinya agar rajin sekolah. Arsa menghela napas lalu memperhatikan penampilan sahabatnya yang hanya memakai kemeja dan jeans lusuh.

"Ada masalah lagi di rumah?" tanya Arsa berusaha menjadi sahabat yang pengertian. Namun, Meta enggan menjawab yang sebenarnya.

"Gak ada, cuma lagi jenuh aja," timpal cewek itu kemudian melirik jam di pergelangan tangan. "Dua menit lagi bel. Masuk sana! Bentar lagi gerbang ditutup."

Arsa terdiam sejenak sebelum menggeleng. "Gue ikut bolos aja."

Setelah itu, Meta melotot. "Masuk Sa! Ini bukan tempat elo."

Akan tetapi, Arsa bersikeras menolak perintah sahabatnya. Mungkin dipandangan orang-orang, Arsa terlihat seperti tak membutuhkan siapapun. Ia tampang seperti cewek tangguh yang lebih suka hidup sendirian, padahal kenyataannya Arsa memiliki banyak ketakutan. Salah satunya, takut sendirian, tapi ia tak memiliki keberanian untuk bergabung dengan orang-orang, apalagi percaya pada mereka. Pengalaman masa lalu membuatnya membatasi diri.

"Gue gak ada temen," lirih Arsa. Hanya Meta yang ia percaya di kelasnya. Tanpa cewek itu, Arsa seperti hilang arah.

Melihat tatapan sedih sahabatnya, Meta yang tertegun. Ia menarik nafas dalam lalu menepuk pundak Arsa. "Mulai sekarang lo harus cari temen, Sa."

Arsa mengernyit. Meta aneh, dulu saja cewek itu bilang kalau mereka tidak perlu orang lain lagi.

"Balik, Sa. Bel udah bunyi."

ARSANDITA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang