Semesta, luka mana lagi yang harus kudapatkan?
***Sudah dua hari sejak meninggalnya Meta, cewek itu mengurung diri di dalam kamar. Yang dilakukannya hanya menangis. Ponselnya terus berbunyi. Kana dan teman-teman sekelasnya terus mencoba menghubunginya, tapi ia abaikan.
Arsa terduduk di lantai dengan menyandarkan punggungnya pada badan ranjang, menatap langit biru lewat jendela kamarnya. Rumahnya terasa begitu sepi. Mamanya sedang bekerja dan baru pulang nanti sore. Itupun datang ke kamarnya hanya untuk menyuruhnya melakukan pemotretan dan seperti sebelumnya Arsa menolak lalu mereka berdebat.
Pintu kamarnya terbuka. Namun, ia tak mempedulikan siapa yang masuk. Arsa hanya diam dengan sisa air mata yang mengering.
"Sa."
Panggilan tersebut membuatnya menoleh. Kana sudah berdiri dengan raut khawatir yang kentara. Cewek itu bahkan masih menggunakan seragam sekolahnya. "Lo udah makan?"
Arsa tersenyum miris. "Lo udah gak takut ketemu mama?"
Terdengar helaan napas sebelum akhirnya Kana ikut mendudukan badan di sampingnya. "Gue tau tante Ratih lagi kerja," jawabnya lalu melirik Arsa yang menatap kosong sesuatu di depannya. "Kapan terakhir kali lo makan?"
"Na, apa Meta bahagia di sana?" tanyanya lirih. "Gue udah baca chat di grup angkatan. Mereka ngomongin yang buruk soal Meta. Sahabat gue nggak kayak gitu, dia nggak bunuh diri. Lo percaya, kan, Na?"
Sakit. Itu yang Kana rasakan melihat keadaan sepupunya. "Iya, Sa. Gue percaya."
"Dia bilang mau ikut ke Bali sama tantenya. Memulai semuanya dari awal dan berusaha hilangin kesakitannya, tapi-" Arsa menghentikan ucapannya dan kembali terisak. "Di-dia ... dia malah bohongin gue."
Kana ikut menitikan air mata. "Sa, udah. Jangan kayak gini terus," ujarnya memeluk cewek itu yang sudah sesegukan. "Gue udah izinin dia pergi karena katanya pingin hidup tenang, tapi kenapa dia malah ngelunjak?"
"Arsa udah!" bentak Kana yang tidak tahan melihat keadaan Arsa. Cewek itu menghapus cairan dari sudut matanya lalu berkata dengan nada tegas. "Lebih baik lo sekarang makan. Gue udah beliin makanan buat lo."
Arsa menggeleng. "Gue nggak laper. Gue cuma mau ketemu Meta."
Kana ingin marah mendengarnya, tapi ia sadar hal tersebut hanya akan membuat sepupunya semakin terluka. Ia akhirnya bangkit dan berjalan keluar kamar. Menyandarkan tubuh lemari, Kana tiba-tiba teringat ucapan Meta.
"Titip Arsa ya, Na. Jangan tinggalin dia sendirian."
"Arsa suka sama Regan. Lo tau sendirikan kalau mereka selalu keliatan akrab, Arsa bahkan hanya bersikap kayak gitu cuma sama tuh anak."
"Jangan bosen ingetin dia buat gak terlalu cuek sama orang-orang ya, Na."
Kilasan perkataan cewek itu memenuhi pendengarannya. Kana sempat menimang-nimang sebelum memutuskan untuk menelepon Regan, meminta bantuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSANDITA ✔
Dla nastolatkówIni hanya tentang Ratu Arsandita yang mengaku salah jatuh cinta. Nyatanya, mencintai seorang Regantara Bima seperti sengaja menjatuhkan diri dari tebing. Bukan sakit lagi karena patah dan hancur saja tak cukup menggambarkan keadaan hatinya. Namun, b...