Aku pikir, hidupmu tidak hanya terjebak dalam satu pilihan
Kamu hanya terlalu mengagungkan ketakutanmu
Terlalu keras meyakini bahwa semua yang kamu lakukan hanya akan menghasilkan kecewaArsa melipat kertas di genggamannya. Melirik teman-teman sekelasnya yang tengah bermain voli. Beberapa kali Dera dan Nirmala mengajaknya ikut, tapi ia tolak karena sedang malas melakukan kegiatan apapun. Tatapannya tertuju pada lapangan basket yang kebetulan bersebelahan.
Di sana sosok cewek mungil tengah berusaha memasukan bola ke dalam ring meski terus gagal. Gea memang pintar di bidang akademik, tapi di non akademik nol besar. Arsa kerap memperhatikannya karena jadwal olahraga mereka yang sama.
Arsa berdiri dari duduknya hendak membeli air mineral. Suasan koridor terasa sepi karena kegiatan pembelajaran tengah berlangsung. Ia hampir menghentikan langkah melihat sosok Jenar yang berjalan dari arah berlawanan. Tatapan keduanya sempat beradu sebelum kemudian saling membuang muka.
Melewati cowok itu, Arsa berbelok. Namun, matanya dibuat membeliak mendapati seseorang yang hampir ditabraknya. Arsa tergagu, tubuhnya gemetar seketika. Ia hendak berbalik, tapi terlambat karena tangannya sudah terlebih dahulu dicekal.
"Le-lepas!" pinta Arsa berusaha berontak.
Rion malah menyeringai. "Kalau gue gak mau?"
Arsa meneguk ludahnya kasar. Ia mengarahkan tatapan ke sekitar, berusaha meminta pertolongan. Namun, keadaan koridor sangat sepi, hanya terdengar teriakan para siswa yang sedang berolah raga dari arah lapangan.
"Kenapa lo gak pernah bales chat gue?" tanya Rion lagi yang tak ia jawab. Arsa sudah terlalu lelah menjelaskan alasan dirinya tidak mau berdekatan dengan kakak kelasnya.
"Kurang gue apa sih sampe-"
"Kak Rion!" potong Arsa cepat. "Gue mohon, udah! Jangan ganggu gue lagi."
Arsa bukan orang yang akan dengan mudah memohon-mohon, tapi pada Rion, ia melakukan hal itu. Arsa sudah kehabisan cara.
"Apa karena Sesil?" tanya cowok itu membuat matanya melebar. Mantan Rion adalah salah satu alasan selain karena Arsa tidak bisa membalas perasaannya.
Beberapa hari ini, Sesil terus mengiriminya chat, menuduhnya merebut Rion. Cewek itu mengirimi kalimat-kalimat tidak pantas yang membuat Arsa terpaksa memblokir nomornya.
"Karena Kak Sesil atau bukan, itu gak akan ngubah keputusan gue. Jawabannya masih sama," tegas Arsa membuat rahang cowok di depannya mengeras. Ia tahu, Rion marah karena penolakan yang terus menerus.
"Gue gak terima ditolak kayak gini." Rion mengeratkan cekalannya hingga membuat Arsa meringis. Bagaimana mungkin dirinya bisa jatuh hati pada cowok kasar seperti Rion?
Arsa merasa frustasi. Ingin sekali dirinya mencari pelindung, tapi berurusan dengan Rion sama saja menempatkan orang tersebut dalam bahaya.
"Regantara, apa karena cowok itu?"
Jantung Arsa berdetak sangat cepat setelah mendengar nama Regan disebut.
Tidak. Jangan sampai Rion melakukan hal yang tidak diinginkan pada Regan. Arsa menarik napas dalam lalu berkata dengan lirih, "Bukan."
"Berarti cowok yang sering jemput lo? Anak kuliahan itu?" Rion tersenyum miring.
Kak Vino ...
Arsa tiba-tiba saja khawatir. Walaupun Rion masih anak SMA, tapi kelakuan berandalannya tidak bisa diremehkan.
"Bukan! Lo nggak perlu tau." Arsa sekuat tenaga melepas cekalan Rion yang sedang lengah.
Ia berlari kecil kecil untuk kembali ke lapangan. Niatnya pergi ke kantin musnah sudah. Melewati tikungan, Arsa tersentak mendapati seseorang sedang bersandar pada dinding di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSANDITA ✔
Teen FictionIni hanya tentang Ratu Arsandita yang mengaku salah jatuh cinta. Nyatanya, mencintai seorang Regantara Bima seperti sengaja menjatuhkan diri dari tebing. Bukan sakit lagi karena patah dan hancur saja tak cukup menggambarkan keadaan hatinya. Namun, b...