Ini hanya tentang Ratu Arsandita yang mengaku salah jatuh cinta. Nyatanya, mencintai seorang Regantara Bima seperti sengaja menjatuhkan diri dari tebing. Bukan sakit lagi karena patah dan hancur saja tak cukup menggambarkan keadaan hatinya.
Namun, b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jadi, bagaimana cara untuk membaca rasamu? ***
Salah jika mereka pikir Jenar akan diam saja dengan apa yang terjadi. Ia tidak tahu apakah yang menyebarkan berita tentang adiknya sengaja atau tidak, yang pasti orang tersebut harus menerima akibatnya. Meski itu kebenarannya, tetap saja Jenar tidak terima adiknya terluka.
"Jenar, ngapain kamu berkeliaran di sini?"
Teguran tersebut membuat Jenar mendongak. Bu Nur menatapnya penuh selidik. Terlalu seriusnya melamun, ia sampai tak mendengar bel berbunyi.
"Cepat masuk kelas!"
Cowok itu meringis dan menyalami sang guru sebelum berlalu. Namun, langkahnya terhenti mengingat sesuatu. "Em ... Bu," panggilnya membuat Bu Nur berbalik. "Ibu kemarin nyuruh ngumpulin data siswa kelas sepuluh?"
Wanita di depanya mengernyit sebelum akhirnya mengangguk.
"Ibu sendiri yang rekap semuanya?" tanyanya ragu.
"Kenapa memang? Kamu mau membantu ibu?"
Jenar terdiam. Merasa langkahnya salah untuk mencari tahu sang pelaku. Namun, tak lama terdengar kekehan dari sosok di depannya.
"Bercanda, Nak." Bu Nur terkekeh, menepuk pundaknya hingga tanpa sadar Jenar mengembuskan nafas lega. "Ah iya, Bu. Nanti akan saya bantu kalau belum."
"Tidak usah. Sudah selesai kok. Kebetulan kemarin ibu dibantu sama Ratu. Duh, anak itu tumben-tumbenan betah di sekolah sampe sore," ujarnya bercerita.
Mendengar cerita gurunya, tangan Jenar mengepal seketika. Tak perlu memikirkan orang lain karena ia yakin, cewek itu yang menyebarkan kebenaran tentang adiknya.
"Kalau begitu ibu duluan ya. Kamu juga sana masuk kelas!"
Jenar mengangguk dan memaksakan senyum. Seperginya sang guru, raut mukanya berubah seketika. ***
"Elo, kan orangnya?"
Arsa memutar bola matanya jengah. Ini sudah pertanyaan kesekian yang diajukan sahabatnya. Cewek itu mengedikan bahu lalu mengambil buku dari tas untuk mengerjakan tugas yang akan dikumpulkan jam ketiga nanti.
"Sa!" tegur Meta karena sejak tadi tak kunjung mendapat balasan.
Berdecak, Arsa menatap sahabatnya dengan malas. "Gak penting banget sih pertanyaan lo, Ta," ujarnya mulai menulis jawaban yang sebenarnya ia ragu benar atau tidak. "Lagian ya, Ta. Itu cuma gosip kecil. Kenapa mesti khawatir tuh anak?"
Nada terlampau santai Arsa membuat cewek di sebelahnya mendesah. "Gue khawatirin elo, Sa."
Arsa menghentikan gerakan tangannya, menoleh pada Meta yang mengganggu kegiatannya. "Udahlah Ta, keep calm. Lagian kenapa lo yakin banget kalau orang yang nyebarin itu gue?"