Part 7, Dia yang Sebenarnya

13.5K 1K 30
                                    

Aku bahkan hampir tak mengenali diriku sendiri***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bahkan hampir tak mengenali diriku sendiri
***

Seharusnya ketika guru tidak masuk kelas, para siswa tetap berada di ruangan mengerjakan tugas yang diberikan. Namun, sudah menjadi hal lumrah kalau para siswa bersikap abai. Dibanding sekedar mengobrol, mereka memilih kantin atau beberapa tempat lain sebagai lokasi yang enak untuk melepaskan penat, bahkan ada yang terang-terangan mondar mandir di koridor meski sudah ditegur guru.

"Ayo! Lelet banget sih kalian!" seru cowok kurus yang berjalan paling depan menuruni tangga. Tak ketinggalan cowok dengan style korea yang ikut bersuara, "Itu tuh si Ijal, lemes banget. Gue kan udah bilang kalau nyesel ya minta maaf."

Rijal yang berjalan paling belakang melengos lalu melirik Jenar yang berjalan santai sambil memainkan ponsel. Setelah mendapat ceramahan dari Regan dan Arsel karena sikap keterlaluannya, hanya cowok itu yang anteng tak memberikan respon apapun.

"Udah deh kalian gak usah ikut campur," tegasnya hingga keduanya berdecak.

Di ujung tangga, Regan merentangkan tangan membuat mereka yang berada di belakangnya sontak berhenti. Setelah melihat keadaan sekitar, ia menoleh. "Aman gengs. Cus!"

Jenar yang melihat tingkah para sahabatnya hanya menggeleng. Seharusnya ia tidak ikut-ikutan keluar kelas, tapi mengingat keselamatan adiknya, Jenar terpaksa ikut. Kebetulan hari ini adalah jadwal olah raga adiknya yang berbarengan dengan anak sebelas IPS 3.

Menurut penuturan Regan, olahraga mereka disatukan karena guru kelas sepuluh IPA 1 tidak bisa hadir. Jenar sangsi kalau Arsa tidak berbuat ulah seperti minggu kemarin.

"Ayo! Gue udah gak sabar liat My Gege sama Arsa main," ucap Regan antusias. Rijal dan Arsel yang mendengar itu langsung menoyor kepalanya.

"Anjir, sakit ogeb!" desisnya. Saat matanya bertatapan dengan Jenar, barulah Regan tersadar dan cengengesan. Ia mengangkat jarinya membentuk tanda damai.

Keadaan lapangan tampak ramai karena giliran murid cewek bermain basket. Jenar melirik Gea yang sudah bersiap. Tatapannya beralih pada gerombolan anak kelas IPS yang sedang memaksa Arsa ikut bergabung. Cewek itu tampak menolak, tapi teman-temannya memaksa dan menarik ke tengah lapang.

"Gue dukung si cantik ah. Soalnya Gea udah banyak yang dukung." Arsel tak bisa menyembunyikan keterpesonaannya. "Arsa cantik, semangat! Bang Acel mendukungmu!" teriaknya yang langsung mendapat sorakan.

Merasa terpanggil, cewek itu menoleh dengan mata memicing lalu membuang muka.

Cih, sombong! ujar Jenar membatin.

Bunyi peluit terdengar menandakan bahwa permainan akan segera dimulai. Arsa dengan tubuh tinggi semampainya begitu lihay menggiring bola, mengabaikan sorakan beberapa orang yang mendukungnya, seolah hal tersebut tak berarti apa-apa.

ARSANDITA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang