Jaga sikap atau kamu akan menyesal dengan sangat dalam
***Arsa turun dari motornya setelah Meta melompat tanpa takut kakinya terkilir. Kebetulan hari ini dirinya membawa kendaraan pribadi. Meta sendiri meminta dijemput dengan alasan sedang malas menyetir.
"Mati!" Meta menepuk dahinya. Arsa hampir menjatuhkan kunci motornya karena terkejut. "Kenapa sih? Bikin kaget aja."
"Pak Bram, Sa," bisiknya. Tentu Arsa tahu mengapa sahabatnya kelabakan melihat sang guru.
"Udahlah, yuk! Paling lo dapet poin lagi. Biasanya gak masalah, 'kan?" Arsa menarik lengan cewek itu yang terlihat ogah-ogahan. Mereka tidak mungkin menunggu sang guru yang terkenal disiplin itu pergi.
"Kalian, berhenti!" ujar lelaki paruh baya bertubuh gempal dan berkumis tipis tersebut. "Ratu, saya sudah pernah bilang kamu itu ke sini mau belajar bukan fashion show."
Arsa yang awalnya merasa lega karena hari ini memakai atribut lengkap mendesis pelan, terlebih saat beberapa orang menjadikannya sebagai objek hiburan. Ia hendak tak acuh ketika tatapannya tertuju pada cowok yang berdiri di samping lelaki paruh baya itu.
"Jenar, jangan lupa catet namanya. Kasih poin sesuai peraturan yang ada," ucapan Pak Bram membuat cowok itu tersenyum miring. "Siap, Pak!"
Jenar kemudian menuliskan sesuatu di buku yang dipegangnya.
"Habis ini jangan langsung ke kelas, bersihkan dulu wajah kamu!"
Arsa mengangguk dengan raut malas.
"Kamu lagi!" Pak Bram beralih pada Meta yang berusaha bersikap santai. "Saya sudah bosan menasehati kamu."
Meta hanya cengengesan, padahal hatinya sudah gonjang ganjing. Sang guru menggeleng dengan raut lelahnya. "Saya tahu kamu berasal dari keluarga yang mampu. Jadi, besok saya tidak mau lagi lihat kamu pake seragam kurang bahan seperti itu."
Gelak tawa menggema setelah sang guru mengatakan hal tersebut. Arsa hanya menatap prihatin sahabatnya yang mencebik sebal.
"Jenar, rekap poin anak-anak yang sering melakukan pelanggaran dan setorkan pada saya," suruh Bram tanpa mengalihkan tatapan dari dua muridnya yang hobi melanggar peraturan.
"Baik, Pak." Jenar jelas saja merasa senang, apalagi musuhnya terlampau sering membuat pelanggaran sehingga poin Arsa pasti sudah banyak.
"Sudah sana! Nanti saya akan minta guru untuk mantau kalian." Sang guru tampak menghela napas. "Kalau kalian masih tidak mau berubah, saya akan memanggil orang tua kalian."
Ancaman tersebut membuat membeliak. Meta hendak protes, tapi tatapan tajam Bram membuat nyali cewek itu menciut. Akhirnya mereka beranjak dengan perasaan keki.
Sepanjang jalan, Meta terus menggerutu, sedangkan Arsa hanya mengangguk saja saat sahabatnya mengajak bicara. Sampai kelas, mereka segera duduk di kursi masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSANDITA ✔
Fiksi RemajaIni hanya tentang Ratu Arsandita yang mengaku salah jatuh cinta. Nyatanya, mencintai seorang Regantara Bima seperti sengaja menjatuhkan diri dari tebing. Bukan sakit lagi karena patah dan hancur saja tak cukup menggambarkan keadaan hatinya. Namun, b...