Ini hanya tentang Ratu Arsandita yang mengaku salah jatuh cinta. Nyatanya, mencintai seorang Regantara Bima seperti sengaja menjatuhkan diri dari tebing. Bukan sakit lagi karena patah dan hancur saja tak cukup menggambarkan keadaan hatinya.
Namun, b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu adalah sosok tak nyata yang kugambarkan sebagai ilusi semata. ***
Dua pekan sudah berlalu, Jenar mulai kembali masuk ke sekolah. Luka di wajahnya sudah tidak terlau kentara. Walau begitu, dirinya belum diijinkan mengikuti latihan. Jenar harus sedikit bersabar daripada memaksa dan berkibat fatal.
Cowok itu melirik penjuru kelas lalu kembali pada kedua sahabatnya yang sedang asik menonton vlog dari selebgram favorit Arsel. Sejak pagi Regan tidak terlihat, beruntung pada pelajaran pertama tidak ada guru.
"Regan ke mana?" Jenar yang penasaran dengan ketidak hadiran sahabatnya bertanya. Tas Regan ada di kursinya, hanya saja orangnya tak muncul sampai saat ini.
"UKS, lagi males belajar katanya," jawab Arsel tanpa mengalihkan perhatian.
"Tumben kalian gak ikut-ikutan?"
Sindiran Jenar membuat keduanya mendengkus. Di antara mereka berempat memang hanya Jenar yang paling rajin dan selalu mendapat sanjungan para guru.
"Dia tuh lagi galau, gak mau diganggu, kemarin gue malah didorong-dorong sampai nabrak Pak Bram. Untung cuma dapet pelototan." Arsel menjawab dengan menggebu.
"Dia galau kenapa?" tanya Jenar penasaran.
Keduanya saling pandang sebelum Rijal mengajukan pertanyaan, "Emang adek lo gak cerita?"
Jenar menggeleng. Adiknya memang bersikap aneh selama hampir dua pekan ini, ia bisa menebak kalau hubungannya dengan Regan sedang tidak baik.
"Kayaknya lo harus nanya langsung ke mereka deh," ujar Arsel. Hanya anggukan yang Jenar berikan. Melihat cewek berambut sepundak memasuki kelas sambil membawa setumpuk buku, ia segera menghampiri. "Na!"
Kana melirik sekilas lalu menyebutkan nama anggota kelas satu persatu sembari membagikan buku. Cowok iu menunggu Kana menyelesaikan kegiatannya.
"Jangan bilang lo mau nanyain surat balesan lagi, Je."
Dugaan Kana memang tepat sasaran. Jenar meringis. "Jadi ... gimana?"
"Ya ampun, Je! Lo kenapa jadi gak sabaran gini sih?" Kana menatap Jenar yang tampak kecewa karena hampir satu bulan tidak mendapat surat balasan. "Kasih gue alesan, Na. Kenapa dia gak mau bales suratnya?"
Kana menatap iba. Untuk pertama kali selama dua tahun satu kelas, Jenar merengek karena seorang perempuan. "Je, dia bilang ini salah," jelas Kana mengatakan apa yang dibilang sepupunya. "Gue tau kalian sama-sama baper, makanya dia bilang mau berhenti karena gak mau nanti semakin jatuh sama lo."
"Kenapa?"
"Karena-" Ada jeda sejenak, "dia takut lo gak bisa nerima dia yang sebenarnya."
Jenar menatap tak percaya. "Gue gak pernah peduli soal fisik, Na."