Aku tak bisa memintanya berhenti. Sungguh, perasaan ini benar-benar menghianati.
***Arsa memarkirkan sepeda motornya di parkiran lalu berjalan dengan tergesa-gesa. Ia bangun kesiangan setelah dua malam tidak bisa tidur karena memikirkan kejadian kemarin lusa. Tentang Jenar, raut tak percaya, lalu tatapan kecewanya, sebelum cowok itu berlalu begitu saja.
Beberapa menit lagi bel berbunyi, Arsa harus naik turun tangga karena kelasnya berada di lantai dua dan kebetulan ini hari Senin sehingga ia harus mengikuti kegiatan upacara. Mengingat kata upacara, ia menghentikan langkah. Tatapannya terarah pada Pak Bram dan anggota OSIS yang sedang memeriksa kelengkapan atribut siswa. Arsa refleks menyentuh kepalanya lalu meringis, ia lupa membawa topi.
Wajahnya memucat, terlebih antrian mulai berkurang. Arsa meremas kedua tangannya, melirik ke arah Jenar yang sedang menjalankan tugas. Cowok itu sempat meliriknya sebelum kembali membuang pandangan. Merasakan sesuatu melingkupi kepalanya. Arsa menoleh, Regan sudah tersenyum lebar tanpa raut murungnya seperti beberapa hari lalu.
"Jangan dilepas!" larangnya ketika tangan Arsa menyentuh topi tersebut. "Pake aja, kalau gue yang pake percuma. Liat nih sepatu gue."
Arsa menghela nafas melihat sepatu berwarna cerah cowok itu. Regan dan perilakunya selalu saja diluar nalar. Anehnya, Arsa selalu bisa mentolelir, bahkan setelah cowok itu menjadikannya alasan putus dengan Gea dan menghindarinya cukup lama.
Deheman seseorang membuat keduanya menoleh. Arsa mengerjap kaget, disusul dorongan Regan yang membuatnya berhadapan langsung dengan Jenar.
"Udah," gumam cowok itu setelah memeriksa atributnya.
Arsa mengangguk, melangkah lesu atas sikap dingin Jenar. Setelah menyimpan tas dan kembali ke lapangan, Arsa menatap segerombolan siswa yang berbaris secara terpisah. Di sana ada Regan dan Arsel yang tampak misuh-misuh. Arsa menggelengkan kepala. Yang satu tukang menghukum dan yang lainnya hobi sekali dihukum.
***
"Tar!" panggil Arsa pada cowok yang sedang berjalan beriringan dengan sahabatnya. Regan menghentikan langkah, menoleh pada Arsa yang mendekat. Arsel yang paham situasi segera beranjak.
"Nih gue balikin." Arsa menyodorkan topinya. "Makasih udah bantuin gue."
Regan mengangguk, mengambil benda tersebut dan memakainya secara terbalik. Arsa yang melihatnya hendak membenarkan, tapi cowok itu menghindar.
"Biar rapi, Tar," geregetnya.
"Sejak kapan lo jadi seperhatian ini, Sa?" Regan menangkap pergelangan tangannya hingga giliran Arsa memberontak. "Lepas, Tar. Gak enak kalau ada yang liat."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSANDITA ✔
Novela JuvenilIni hanya tentang Ratu Arsandita yang mengaku salah jatuh cinta. Nyatanya, mencintai seorang Regantara Bima seperti sengaja menjatuhkan diri dari tebing. Bukan sakit lagi karena patah dan hancur saja tak cukup menggambarkan keadaan hatinya. Namun, b...