Alam duduk di atas ranjangnya. Ia masih terus berpikir tentang apa yang terjadi pada Darius, tembakan di kakinya itu bukan untuk menyelamatkannya dari pria bernama Kevin, semua itu atas kemauannya sendiri karena memang tak mengenal.
Alam kembali merebahkan badan di atas ranjang. Kadang ia meringis nyeri merasakan luka yang ada di kaki, walaupun telah diperban dan diobati.
Pria yang kini telah berganti pakaian celana jeans pendek dan baju putih polos berlengan pendek juga, ia menatap atap ruangan yang tak begitu kecil. Sampai dirinya menengok ke pintu saat seseorang membukanya.
Darius masuk dan yang dilihatnya pertama kali adalah kaki Alam. "Maaf, kau tahu ..., maksudku, kau tiba-tiba masuk dan berbicara seolah mengenalku dan itulah, maaf."
Darius tak memilih melanjutkan perkataannya. Ia menarik kursi plastik dan duduk di atasnya di dekat ranjang.
"Aku tahu, maaf juga mengejutkanmu .... Soal aku mengenalmu itu memang benar, aku berbicara berdasarkan kenyataan." ucapan Alam tak membuat Darius emosi lagi.
Darius menatap Alam. "Kau yakin? Aku sama sekali tak ingat denganmu atau nama-nama orang yang kau sebutkan. Siapa mereka?"
"Oh ...." Alam menarik napasnya. Ia bangkit dari tidurnya, lalu duduk, tetapi tetap di atas ranjang menyelonjorkan kaki. "Mereka itu temanmu, sahabat, bahkan keluarga. Rikaz, Sophie, Ari, Diaz, Resha dan ada lagi beberapa yang entah sekarang bagaimana kabarnya atau mungkin sudah tiada."
Darius terdiam. Ia mengusap wajahnya, saat itu Alam menatap lengan pria ini ada bekas gigitan.
"Lihatlah lenganmu ...," ucap Alam. "kau tahu itu bekas luka apa?"
Darius menatap lengan kiri, lalu kanannya dan mendapati bekas luka aneh yang ia tidak ingat itu apa. "Entahlah."
"Itu gigitan," ucap terus terang Alam.
Darius mengerut. Bagaimana bisa dirinya digigit dan masih sehat-sehat saja? Mustahil rasanya. "Jangan bercanda, mana mung--"
"Kau kenal? Dan or--"
Alam menghentikan ucapannya setelah pintu terdorong, terbuka dan masuk seorang pria yang bernama Kevin.
Kevin agak mengerut saat melihat Darius ada di dalam. "Akan mencarimu, Darius. Kalian mengobrol tentang apa?"
"Dia menanyaiku tentang bagaimana bisa ke sini. Itu saja." Alam berdalih sembari pura-pura merintih karena luka di kakinya, padahal kini sudah agak mendingan.
"Kau harus istirahat," ucap Kevin dan dibalas oleh Alam dengan anggukkan.
Kevin berbisik ke Darius, lalu mereka pamit keluar dari kamar. Alam hanya menatap pintu ketika perlahan tertutup dibarengi suara decitan.
Di lorong hotel ini Kevin dan Darius berhenti. Tak lama Finnet datang sambil melirik beberapa pintu
"Di mana orang itu?" tanya Finnet yang kemudian dijawab oleh Kevin dengan menunjuk ke kamar yang pintunya bertuliskan Ruang Rawat, tentu dengan hanya tulisan tangan.
Finnet sangat penasaran. Ia segera ke sana, membuka pintunya dan ia melongo, yang sedang menatapnya sekarang adalah salah satu dari anak dari mereka, tapi bukan yang ia culik dan tidak kebal.
Finnet tersenyum saat Alam menyapanya dengan senyuman pula. Jelas, orang yang kakinya terluka ini tak ingat siapa wanita yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu.
"Istirahat saja, kau butuh itu." Finnet kembali keluar dan menutup pintu. Ia segera mendekati Darius dan Kevin.
Ditariknya lengan Kevin agar sedikit menjauh dari pendengaran Darius. Finnet berbisik kepada orang yang dicintainya itu.
Pacar dari Finnet terkejut. Namun, bukan Kevin namanya jika tak langsung mendapat ide agar Alam tak mengganggu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK II : Madness
Science FictionAkibat Praka dan Darius menghubungi orang asing lewat radio, kapal mereka mendapat serangan. Satu hal yang mereka tahu, ini adalah hal yang sangat buruk. Mereka terdampar di sebuah pulau dekat dengan selat Singapura setelah kapal yang ditumpangi itu...