Lampu tak menyala secara normal. Di lorong yang tanpa ujung ini, Darius dan Sophie masih berlari. Di depan mereka ada seseorang yang tak dikenal.
Seorang laki-laki bertubuh tegap itu berhenti, mengatur napasnya. Hingga Darius dan Sophie semakin dekat, pria itu belum bangkit sama sekali.
Mereka terlihat sangat kelelahan. Keringat sudah mengucur deras, pakaian basah dan Darius yang paling parah. Bau tubuhnya sangat menyengat karena darah para mayat yang menempel.
"Hei, kau bisa berlari?" tanya Darius.
"Tinggalkan aku, kakiku sepertinya terkilir."
Darius menatap Sophie yang lantas menggelengan sebagai tanda penolakan.
Sophie pun menjawabnya, "Kita tak bisa meninggalkannya begini saja, kan?"
Para mayat semakin mendekat. Tak ada cara selain melawan. Mereka berdua berlari mendekati. Darius menghantam kepala mayat yang paling dekat memakai sepatu yang ia lepas.
Sophie menghindari salah mayat ke kanan, walau tetap saja lengan kirinya tergigit hingga tercipta luka yang terlihat mengerikan.
Kepala sang mayat yang menggigit pun tertembak. Dari pria tak dikenal yang terduduk lesu itu.
"Terima kasih." Sophie menatap pria yang kini memandang heran.
Tak hanya tangan, kaki Sophie pun tergigit, untung saja ada celana jeans yang melindungi. Pria itu bangkit, lalu menghantam mayat itu agar melepaskan gigitannya dengan gagang pistol.
"Kau, gigitan it ...."
"Bantu aku!" Darius sudah berada di bawah para mayat yang ingin memangsanya. Namun, tak ada yang bisa menolong, semuanya sibuk mengurus mayat hidup yang lumayan banyak ini.
Pria tak dikenal itu menatap Darius ngeri, tangan dan kaki itu bahkan sudah dua kali tergigit.
Leher Darius begitu dekat dengan gigi mayat di sampingnya. Ia tak dapat membunuh yang satu ini karena kedua tangannya sedang berurusan dengan mayat lain yang menimpa tubuhnya.
"Jangan sampai tergigit!" Teriak Sophie pada pria yang tak dikenalnya.
"Justru kalian yang sudah tergigit!"
Satu mayat tergeletak setelah suara tembakan terdengar. Deru kaki yang berlari pun mengiringi.
Si sana, terlihat Praka yang menodongkan pistol, membunuh dua mayat yang menindih Darius serta yang ingin menggigit lehernya.
Para mayat ini sebenarnya tak terlalu lincah. Jika tidak dalam keadaan terkejut, maka mudah saja melawannya, itupun akan lebih mudah lagi jika yang melawan adalah manusia kebal. Namun, tadi sudah terlanjur.
Di manapun, serangan tiba-tiba pasti akan memakan korban.
***
Semuanya terduduk lesu. Darius meringis sakit sambil menutupi luka dengan tangannya. Begitu pula Sophie yang mendapat kain dari Diaz untuk lukanya.
"Tenang, ini akan berlangsung cepat dan tak terasa." Pria yang tak di kenal itu sudah menodongkan pistol di kepala Darius.
Semua mata tertuju pada pria yang tak dikenal. Lebih tepatnya hanya Praka yang mengenalnya, dia Brama.
"Jauhkan pistolmu, Bram," suruh Praka, tetapi Brama hanya menggeleng.
"Lebih baik mati sebelum kau menjadi seperti mereka. Maaf." Brama terlihat serius.
"Mereka takkan berubah, mengerti!?" Teriak Praka, "mereka kebal!"
Brama mengerut, perlahan menjauhkan pistolnya. Namun, Darius bertindak cepat, hingga merebut pistol itu dan langsung diberikan ke Diaz dengan cara melempar.
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK II : Madness
Science FictionAkibat Praka dan Darius menghubungi orang asing lewat radio, kapal mereka mendapat serangan. Satu hal yang mereka tahu, ini adalah hal yang sangat buruk. Mereka terdampar di sebuah pulau dekat dengan selat Singapura setelah kapal yang ditumpangi itu...