Kevin menutupi dan menekan luka di lehernya dengan kedua tangan. Napasnya tak karuan, darahnya tak dapat terbendung lagi.
Finnet lepas dari dekapan dan ancaman Darius, lalu berusaha mendekati Kevin. Namun, saat sudah di sampingnya, pria itu tak bergerak lagi, pandangan matanya kosong dan wajahnya memucat sedikit membiru.
Finnet terisak, mendekap Kevin erat tak mau melepaskannya. Sementara, orang asing yang baru saja masuk itu melangkah mundur hingga mentok di dinding.
"Kalau dia tak mau melepaskannya dan menghancurkan kepala pria itu, dia bakal mati," terang orang asing dengan keringat mengucur bersamaan rasa letih.
Darius memang tak senang akan perbuatan kedua orang itu. Namun, ia memilih menggenggam tangan Finnet, menariknya kuat agar melepaskan Kevin.
Orang asing itu tak tahan. Ia berniat merebut pistol yang ada di genggaman Darius dan malah hantaman mendarat di wajahnya.
"Mau apa kau,hah!?" seru Darius seusai melayangkan hantaman memakai pistol tepat di jidat sang pria asing.
Pria asing itu mengusap jidat yang perlahan membentuk benjolan nyeri, "Hancurkan kepala orang itu sebelum dia jadi gila, aku hanya ingin melakukan itu dengan pistolmu."
"Diam di sana!" bentak Darius dan ....
Dooorrrr!
Finnet terdiam, telinganya terasa berbunyi, mendengung akibat suara keras peluru yang keluar di moncong pistol di dekatnya. Sampai beberapa detik hingga pendengarannya normal, dipeluknya kembali mayat Kevin.
"Ck!" Darius memeriksa peluru di pistolnya dan terlihat hanya ada dua biji.
"Maaf, a-ada minuman?" orang asing itu terlihat menelan ludah dalam mulutnya agar tak terlalu kering, tas yang dibawanya tertinggal di luar saat melarikan diri dari para mayat hidup.
Darius ingat sesuatu saat pria dengan badan gempal dan berewok tipis, serta alis hitam tebal mulai berbicara. Ia sesekali melihat Finnet, lalu kini berdiri tepat di hadapan sang pria asing.
"Siapa kau?" tanya Darius sembari memainkan pistolnya, mengusap senjata itu beberapa kali dengan kain bajunya.
"Seharusnya aku tak berada di sini, teman-teman yang ikut denganku malah jadi makanan para mayat itu." Pria itu tak menjawab Darius dan menjelaskan hal lain.
Dikerutkannya dahi Darius. Ia mengambil tas yang ada di atas meja dan dibuka, lalu diambilnya satu botol plastik penuh dengan air.
"Jawab pertanyaanku dan setelah itu akan kuberi kau air ini," bujuk Darius sembari membuka penutup botol, lalu seteguk air ia minum, "Jelaskan, siapa dirimu, kenapa bisa sampai di sini dan siapa orang dengan nama Sophie yang tadi kalian bicarakan?"
"Kau tahu, aku takkan bisa menjelaskan jika tenggorokanku seperti gurun pasir, kan?" sang pria asing mencoba merayu, walau kenyataanya memang sangat kehausan.
Darius duduk di atas meja dan dengan tiba-tiba melemparkan botol itu. Ditangkapnya oleh sang pria asing, lalu diminumnya tanpa jeda, hingga habis tak lama kemudian.
"Terima kasih, aku ingin bercerita, tapi harus mulai dari mana?" tanya Sang Pria asing dengan mengelap sisa air di sekitar mulut dengan lengan baju bagian atas.
"Siapa Sophie yang kau maksud?"
"Kami meninggalkannya bersama tuan Aogan dan Dokter Edwin dan malah kami yang tersesat di tempat ini," jawab si orang asing dengan nada menyesal.
"Siapa namamu?" tanya Darius dengan menekan nada bicaranya.
"Romi,"
Darius turun dari meja yang didudukinya. Ia berdiri dan mendekat lagi ke pria bernama Eddi, "Jawab dengan jelas! Siapa Sophie?! Kau kenal dengannya sebelum atau setelah semuanya terjadi?"
Romi kaget, menurutnya ucapan barusan tak ada yang salah dan pemuda di depannya cukup menyeramkan walau terlihat jika usianya lebih muda darinya. "Kami menyelamatkannya di selat Singapura, dua orang, Sophie dan yang kini telah meninggal namanya Ari."
Darius tak tahu harus senang atau khawatir. Tatapannya kosong sesaat karena memikirkan ucapan Romy, jika Sophie selamat, berarti ....
"Ari, sekarang sudah meninggal?"
Romi hanya mengangguk, "Sophie kemungkinan masih hidup, setidaknya itulah setuhuku waktu kami berpisah."
Darius tak terlalu dekat dengan Ari, jadi kenyataan barusan didengarnya tak berpengaruh, ada orang yang ia ingin tahu kabarnya, "Kalian hanya menyelamatkan dua orang? Kalian tak menemukan orang dengan nama Rikaz, seharusnya ia bersama Sophie dan Ari itu."
"Tidak, kami hanya menemukan dua orang saat itu ...."
Darius sadar, kemungkinan Rikaz masih hidup cukup tinggi mengingat Sophie dan Ari diselamatkan orang di depannya dan kemungkinan Rikaz menyelamatkan diri bersama Praka, Resha, atau Diaz.
"Aku ingin menemui Sophie, kau ingat jalan ke tempat kalian berpisah tadi?" dengan antusias dan semangat, Darius percaya, sahabatnya Rikaz masih ada di luaran sana, mungkin.
Mungkin, walau pada kenyataannya semua itu ....
Mustahil.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK II : Madness
Ciencia FicciónAkibat Praka dan Darius menghubungi orang asing lewat radio, kapal mereka mendapat serangan. Satu hal yang mereka tahu, ini adalah hal yang sangat buruk. Mereka terdampar di sebuah pulau dekat dengan selat Singapura setelah kapal yang ditumpangi itu...