Darius begitu terkejut dengan pernyataan Kevin. Alam adalah salah satu orang dari kelompok yang menyerangnya? Menyerang Kevin? Sungguh tidak masuk akal.
Satu hari setelahnya, sebelum kaki Alam sembuh. Ia sudah diberi tugas oleh Kevin untuk mengambil beberapa obat-obatan di salah satu rumah sakit.
***
"Kau gila!" teriak Darius saat berada di atap gedung dan Alam sudah pergi menggunakan Helikopter untuk turun di jalanan melaksanakan misinya agar diterima.
Kevin menanggapi santai, berjalan ke pinggir gedung sembari menatap helikopter yang kini sudah turun di jalanan.
"Dia takkan dikejar para mayat itu, sudah kami rencanakan," ucap Kevin. Ia menatap Darius, mengisyaratkannya untuk mendekat dan melihat apa yang terjadi di bawah sana.
Darius berjalan pelan, mendekat ke Kevin. Ia meredam emosinya karena belum begitu memahami apa yang akan dilakukan Kakaknya ini.
Darius mengerutkan kening saat menatap ke bawah. Helikopter itu tetap menggerakkan baling-balingnya dan terbang rendah, memastikan agar para mayat teralihkan terus menerus.
Ada satu orang di sana yang menembak beberapa mayat yang terlalu mendekat ke kokpit. Senyum puas terpancar ketika pria itu dapat mengenai kepala, ia juga berteriak puas dan itu membuat sang pilot menggeleng.
Sedangkan Alam telah berada di salah satu apotek. Entah apa namanya, Alam hanya di suruh masuk dan mengambil beberapa barang untuk ujian agar ia dapat bergabung.
Kaki Alam pincang, tentu saja lukanya itu belum sembuh. Ia perlahan melangkah ke dalam apotek yang pintu depannya telah hancur.
Alam membawa tas ransel cukup besar, di genggamannya telah ada pisau dapur besar dan tajam. Matanya melihat setiap sisi gedung ini, tentu ada erangan mayat hidup yang mendengar makanan datang.
Dua mayat hidup berjalan mendekati, satu tak bertangan kanan, mukanya tak berbentuk, hanya ada tengkorak. Sementara yang kedua sedikit lebih pendek, lehernya tertusuk sebuah pedang berkarat tembus ke belakang.
Alam menjauh. Ia mengambil beberapa obat-obatan yang berbeda-beda jenis, ia menendang kaki salah satu mayat hidup hingga terjungkal dan langsung menusuk kepala yang kedua hingga mati.
Sebelum satu mayat bangkit, Alam menghujamnya beberapa kali kepala mayat hidup itu. Napasnya terengah-engah saat sudah selesai menghabisi si Monster, air pertanda kelelahan keluar banyak dari pori-pori dan matanya kini tertuju pada pedang di leher mayat yang kini tak berdaya.
Alam menggenggam gagang hitam pedang itu, kaki yang tidak sakit digunakannya untuk menginjak kelapa mayat hidup itu, menahan agar pedang berkarat dapat dengan mudah untuk dicabut.
Tiga mayat mendekat dari arah belakang saat Alam sudah mencabut pedang itu. Ia memejamkan mata sesaat, mengeluh tentang mayat hidup yang terus ada dan secara cepat berbalik badan sembari mengayunkan senjata dari kiri ke kanan, menebas tiga kepala mayat sekaligus.
Cuih!
Alam meludahi mayat yang kini telah benar-benar mati. Ia bangkit berdiri dan segera berlari keluar. Pisaunya tadi telah ia masukkan ke tas, kini hanya pedang berkarat yang ia pegang.
Ia tak menghampiri lagi helikopter itu. Alam menuruti kata Kevin untuk berjalan mengelilingi gedung dan saat ia berada di sisi timur, ada satu wanita dengan motornya sedang menunggu, melambaikan tangan.
Alam mendekat, tanpa bertanya dan langsung menaiki motor sport hijau. Mayat yang sadar akan adanya mereka pun mengejar, tapi sudah terlambat, dua orang itu selamat dan pergi untuk kembali ke gedung yang tidak terlalu jauh.
Helikopter itu juga perlahan terbang tinggi dan mendarat pada helipad di atas gedung.
Kevin tersenyum menatap Darius. "Kau lihat? Dia berhasil."
"Sekarang berhasil, tetap saja nanti ia akan kau habisi, kan?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK II : Madness
Science FictionAkibat Praka dan Darius menghubungi orang asing lewat radio, kapal mereka mendapat serangan. Satu hal yang mereka tahu, ini adalah hal yang sangat buruk. Mereka terdampar di sebuah pulau dekat dengan selat Singapura setelah kapal yang ditumpangi itu...