Aogan dan Sophie langsung melompat bergantian setelah mendengar teriakan dari Dokter Edwin. Tubuh mereka menghantam air, masuk ke dasar, lalu segera berenang ke atas segera mungkin.
Mereka terheran, sedikit terkejut dengan apa yang dilihatnya. Jika sedari tadi ruangan tak layak huni, maka sekarang boleh dikatakan bersih.
Namun, kebersihan ini hanya tampak di bagian luar di mana Sophie berada. Ia segera berenang ke tepi. Didekatinya dinding kaca bening, terlihat para mayat hidup terkurung di dalam sana dengan berbagai rupa yang tak seorangpun mau menatapnya.
"Kurasa, memang dari sinilah semua berasal," tebak Aogan yang juga menatap mayat hidup tepat di depannya yang terhalang dinding kaca.
"Dan kemungkinan dari sinilah juga semuanya berakhir." Sambar Dokter Edwin.
"Maksudnya? Kau tahu jika ada yang sesuatu di dalam sini yang bisa membuat keadaan berubah?" Sophie bertanya, tatapannya kini berfokus pada Dokter Edwin yang ada tepat di depan pintu aneh.
Dokter Edwin membalas tatapan itu, "Bukan, bukan seperti itu maksudku. Aku hanya menebak."
"Baiklah, kita belum tahu apa yang ada di tempat ini selain para mayat sialan dan ada kemungkinan kita mati, seperti itu?" Sophie segera duduk bersandar dinding kaca. Ia melepaskan tas punggungnya dan dibuka perlahan, diambilnya apa yang ada di dalam tas tersebut.
Aogan mengerutkan dahinya saat Sophie membuka sekaleng makanan yang jelas itu adalah sarden. Ia merasakan bau yang teramat sangat di tempat ini dan tak menyangka jika ada seseorang yang tahan akan baunya apalagi sambil memakan sesuatu.
"Apa? Kau mau?" tanya Sophie sembari mengunyah satu ikan sarden. Ia tak memasaknya karena memang akan membutuhkan waktu cukup lama.
"Nikmati saja, aku dan Dokter Edwin akan memeriksa sekitar." Aogan mengalihkan pandangan yang kini tertuju pada Dokter Edwin.
Sophie mengangguk pelan sembari menggerakkan alis kanannya. Ia melanjutkan makanan yang mungkin beberapa bulan lagi sudah kedaluwarsa. Sementara tepat di belakangnya sudah berkumpul mayat-mayat hidup yang terhalang dinding kaca.
Aogan yang memeriksa sekitar pun mengambil buku usang tepat berada di lantai tidak jauh dari posisi Sophie. Ia menepuknya agar debu di setiap sisinya menghilang.
"Dokter? Coba lihat ini," panggil Aogan saat membuka lembar pertama.
Dokter Edwin mendekat, tak terkecuali Sophie yang sudah selesai makan.
"Aku tak tahu cara membuka pintu membunuh itu." Dokter Edwin terlihat lelah. Sophie lantas memberikannya air minum yang ada di dalam botol.
Dokter Edwin dan Sophie kini bersama melihat apa yang ada di buku temuan Aogan. Mereka heran sekaligus bergidik ngeri.
"Kau yakin ini benar?" Sophie merasa jika ini mungkin berbahaya.
"Kita belum tahu jika tak mencobanya." Dokter Edwin membenarkan kacamatanya dan sedikit menelan ludah.
"Benar, setelah semua hal sial yang terjadi, tak ada salahnya membuat sebuah harapan," sahut Sophie. Ia berbalik badan melihat pintu satu-satunya di ruangan ini. "Jadi, mari kita buka pintu ini."
"Dokter, kuserahkan semuanya padamu untuk alasan ini. Aku tahu kau tidak hanya sekadar dokter biasa, kan?" Aogan memberikan buku itu.
Dokter Edwin menerima buku itu. Ia melangkah dan berhenti tepat di depan pintu, lalu kembali menatap buku itu. "Kurasa para anggota Stigma juga tak hapal dengan tempat ini sampai harus ada buku panduan seperti ini."
*****
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK II : Madness
Ciencia FicciónAkibat Praka dan Darius menghubungi orang asing lewat radio, kapal mereka mendapat serangan. Satu hal yang mereka tahu, ini adalah hal yang sangat buruk. Mereka terdampar di sebuah pulau dekat dengan selat Singapura setelah kapal yang ditumpangi itu...