Tangan Darius mengepal. Ia sudah hilang kesabaran, tetapi tindakkannya langsung dicegah oleh Brama, padahal Praka sudah siap menerima hantaman itu.
"Percuma, kita akan tetap di sini dan biarkan proses itu berlangsung," ucap Praka yang sudah diobati dan diperban melingkar di kepala menutupi mata kanan yang sebenarnya baik-baik saja dan telinga kanan yang terluka.
"Bagaimana dengan oksigen seperti katamu, hah?!" teriak Darius yang sudah mendengar cerita dari Brama, "Kau mau menghabisi kami satu persatu?!"
Praka diam, mendengarkan sesuatu yang tiba-tiba membuat semuanya terfokus akan hal itu. Layar komputer yang ada di atas meja pun menyala dengan sendirinya.
Layar itu menjadi gelap sesaat, lalu banyak bintik-bintik seperti barang rusak. Hingga pada detik selanjutnya, saat semuanya mendekat untuk melihatnya, tercetak pada layar itu layaknya stopwatch dan waktu mulai dari enam puluh menit dan berkurang detik demi detik.
Hitungan mundur dimulai.
"Apa ini?" Darius menatap Praka yang ada di belakangnya. Terlihat pula dua wanita yang ikut membantu mengobati Praka.
"Hitungan mundur peluncuran rudal untuk menetralkan virus yang selama ini sudah menyebar," jelas Praka. Ia kembali duduk karena telinganya masih sedikit mendengung, " tenang, kita aman untuk sementara jika di sini, itulah fakta yang kutahu."
Hitungan di semua layar komputer itu pun hanya tersisa limapuluh lima menit dan masih terus berkurang. Namun, terdengar suara yang muncul, seperti sedikit ada gangguan tetapi cukup jelas untuk didengarkan.
"Ini adalah peringatan untuk tempat yang gagal dalam proyek penetral virus, di manapun kalian, kami tak bisa meluncurkan rudal dan hanya akan meledak di tempat walau efek penetral virus tetap ada. Segera pergi dari sana, sejauh mungkin sebelum hancur bersama pulau. Peringatan terakhir, jika ada orang di sana, segara pergi sebelum kalian benar-benar mati." Suara itu perlahan tak jelas, hingga akhirnya menghilang.
Praka bangkit dari duduknya. Ia berjalan hingga di dekat pengeras suara, tatapan matanya terlihat tak percaya akan apa yang didengarnya tadi. Setelah upaya masuk ke tempat yang dikiranya aman, kini ia harus keluar dengan batas waktu tiga puluh lima menit dan terus berkurang.
Ia menggebrak meja, dan membuat semuanya sedikit kaget dan heran, "Ambil tas kalian! Masukkan barang yang perlu saja dan cepat kita harus pergi dari sini!"
Darius memegang kuat kerah baju Praka bagian atas, menatap mata Praka tajam, "Apa yang kali ini kau rencanakan, hah?!"
Praka menarik napas panjang sebelum berucap begitu tegasnya, "Tak ada! Kali ini nyawa kita semua terancam, bahkan aku tak tahu menahu atas semua ini!"
"Dia bisa saja merencanakan semua ini," cetus Sophie.
"Ayolah, kali ini aku tidak berbohong!" Praka melihat layar komputer, lalu menunjuknya sambil berkata lagi, "Lihatlah! Tinggal tiga puluh menit lagi!"
"Hei hei, lepaskan dia." Brama memisahkan Darius dan Praka, "Kali ini, sepertinya ucapan Praka benar."
Praka secara tidak langsung mengucapkan terima kasih. Ia membenarkan pakaiannya, lalu berucap, "Kita harus keluar dari pulau ini ...."
"Hah?! Bagaimana?" Darius bertanya, kedua tangannya meremas rambutnya sendiri, "Bagaimana cara kita keluar dari pulau ini dalam 29 menit, hah?!"
Bahkan, waktu sudah menunjukkan 28 menit dan terus berkurang. Praka terlihat berkeringat, lalu memandang komputer yang terpampang hitungan mundur, "Masih bisa."
Praka menuju pintu keluar, membukanya sekuat tenaga, lalu membalik tubuhnya, memandang semua orang, "Cepat, jemput anak-anak, kita harus segera keluar!"
****
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK II : Madness
Science FictionAkibat Praka dan Darius menghubungi orang asing lewat radio, kapal mereka mendapat serangan. Satu hal yang mereka tahu, ini adalah hal yang sangat buruk. Mereka terdampar di sebuah pulau dekat dengan selat Singapura setelah kapal yang ditumpangi itu...