Sorry for typo💞
Vote n commentPelajaran Matematika memang slalu menguras seluruh protein dan karbohidrat di dalan tubuh tidak terkecuali dengan Ananta dan Intan. Keduanya beriringan berjalan ke kantin untuk mengisi perut mereka yang telah dikuras oleh pelajaran Matematika.
'' Ntar ya Nta, gue pesenin dulu.'' Intan berjalan menuju tempat menu, Ananta duduk sambil memainkan handphonenya.
'' Hei Lia.'' sapa Pak Harry yang kini berada di depan Ananta.
Ananta menoleh, sambil memberikan senyumannya.
'' Bapak boleh duduk disini?''
'' Boleh.'' jawab Intan lantang.
Ananta menyubit lengan Intan, karena dia tidak suka dengan kehadiran Pak Harry. Pak Harry duduk berhadapan dengan Ananta.
'' Bapak sih mau ngajar di kelas kalian, tapi belum sempat.'' memulai percakapan.
'' Bapak ngajar aja, kami senang kok diajarin sama Bapak. Iya kan Nta?'' menyenggol bahu Ananta.
Ananta mengangguk, pesanan datang ini semakin membuat Ananta canggung karena harus makan didepan Pak Harry.
'' Makan aja Lia, gak usah canggung gitu.'' balas Pak Harry sambil tersenyum.
Ananta tersenyum namun dalam hatinya mendongkol meminta agar Pak Harry pergi. Intan hanya senyum-senyum sendiri karena sudah berhasil mengerjai Ananta.
'' Lia suka sastra indonesia?''
Ananta mengangguk.'' Tapi gak semua.'' balas Ananta.
'' Kalau mau, Bapak bisa nunjukin beberapa karya puisi penulis yang terkenal, Lia suka yang mana?''
'' Aku gak suka baca puisi Pak, suka nulis doang.'' jawab Ananta dengan nada sinis.
'' Baca sama nulis kan sealiran, ntar Bapak bawain buku-bukunya biar Lia bisa baca kalau udah baca sekali pasti ntar nya ketagihan.''
Intan terkekeh geli, mungkin Pak Harry tidak bisa membedakan raut muka orang yang suka sama orang yang tidak suka pada kita. Di sela-sela perbincangan yang membosankan Reo, Doni dan Angga datang menghampiri mereka.
'' Nta, geser dikit sana!'' sambil duduk didekat Ananta, Doni mengambil kursi begitu juga dengan Angga kini mereka berenam duduk di meja yang sama, seperti konfrensi Meja Bundar di Den hagg, Belanda.
'' Lagi bahas apa ni?'' ujar Reo sambil memukul-mukul meja. Pak Harry diam Intan juga, Ananta juga.
'' Nta, lagi bahas apa ini?'' menatap lekat-lekat bola mata Ananta.
'' Buku puisi.'' Balas Ananta singkat.
Reo menaikkan kaki kirinya kekursi,itu terlihat sangat tidak sopan.
'' Ooo..Gue lupa kan baru tadi pagi Pak Harry masuk kekelas buat ngajarin gimana cara bikin puisi yang baik dan benar.'' balas Reo yang membuat Ananta merasa tidak nyaman karena prilakunya, Ananta takut jika Reo berbuat yang aneh-aneh.
'' Yaudah Lia, kalau kamu mau baca puisinya Wa Bapak ya!'' sambil berdiri dari tempat duduknya. Mungkin dia tidak suka dengan tingkah Reo.
'' Dia suka lo.'' ujar Reo.
'' Aku gak suka dia.'' singkat Ananta.
'' Kalau gak suka gak usah diladenin.''
'' Aku emang gak suka, dia yang pengen duduk disini.''
'' Kalau gak diijinin gak bakal duduk.''
'' Ehhh..kenapa ribut gini sih? Gue yang ngijinin duduk, tadinya Ananta nolak.'' jelas Intan yang melihat suasananya mulai panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANANTA
Teen Fiction(CERITA SELESAI) (Belum direvisi) Semua hal yang pernah membuat luka dahulu, semua hal yang membuat tangisan dahulu, mari kita ubah menjadi bahagia dengan lembaran baru. Aku bahagia, jika air matamu tidak menetes lagi di pipimu -Reo- Jangan cari aku...