Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, Elsa menyipitkan matanya saat menatap ke langit hanya untuk melihat matahari yang bersinar begitu terik. Ia mempercepat langkahnya agar tidak perlu berlama-lama terkena sengatan matahari yang mana nantinya akan membuat kulitnya gosong. Jika kulitnya gosong terkena cahaya matahari maka percuma saja selama ini ia rutin memakai skincare.
Waktu dzuhur sudah datang, Elsa bergegas menuju toilet perempuan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di mushola sekolahnya.
"Subhanallah...... ada calon imam." gumam Elsa pelan saat ia telah mencapai mushola.
Elsa tak dapat menahan senyum semringahnya kala melihat Farel yang sedang bersiap-siap mengumandangkan adzan. Bodo amat jika ia sedang mengagumi pacar orang, lagian urusan hati ini tidak bisa dipaksakan, Elsa tak bisa memaksakan untuk melupakan Farel yang sudah mempunyai seorang pacar. Lagian Elsa juga hanya sekedar mengagumi Farel, tak ada sedikit pun dalam hatinya terbesit niat jahat untuk merebut Farel dari Lala.
"Masyaallah, subhanallah, merdunya... jadi enggak sabar nanti dengerin kak Farel adzan ditelinga anak kami kelak." gumam Elsa sambil tersenyum-senyum. Ia berdiri di depan pintu mushola sambil memperhatikan punggung tegap Farel yang dibalut seragam putih abu-abu.
"Terlalu muluQ!" komentar Lea, teman seperjuangan Elsa sejak SMP.
Elsa menatap sinis Lea yang berdiri di sebelahnya. Apa salahnya berharap dan bermimpi? Lagian kan berharap juga bermimpi itu manusiawi, baru saja Elsa ingin membalas komentar Lea, tetapi imam sholat sudah bersiap-siap untuk memulai sholat.
Jadinya, Elsa memendam dulu perkataan kasar dan segala umpatan yang sudah ia siapkan untuk memaki dan mencaci Lea.
10 menit kemudian~~~
Elsa melepas mukenanya buru-buru, ia memakai kerudungnya asal-asalan hanya karena ingin cepat-cepat keluar dari mushola untuk bertemu Farel yang sedang memakai sepatu.
"Assalamu'alaikum ya akhi.." sapa Elsa.
Farel mendongak, lantas tersenyum kala mengetahui yang memberi salam barusan adalah Elsa, adek kelas yang ternyata diam-diam menyukainya. Namun sayangnya Farel tak mengetahui fakta tersebut.
"Walaikumussalam ukhti."
Farel berdiri setelah memakai sepatunya, ia tersenyum manis menatap Elsa yang tidak pernah pudar senyumnya. Tanpa sadar, Farel berpikir, apakah Elsa tidak pegal tersenyum terus? Namun diam-diam Farel juga bersyukur karena tak lagi melihat wajah sedih yang selalu Elsa tampilkan.
"Btw, itu rambut lo ada yang keluar." ucap Farel.
"Astgafirullah, mana-mana, ya ampun." ujar Elsa gusar.
Padahal niatnya Elsa sedang ingin tampil cantik di depan Farel. Namun realitinya ia malah tetap saja terlihat buriq di hadapan Farel.
Farel terkikik geli melihat kepanikan Elsa, "di jidat lo." katanya.
Elsa segera meraba jidatnya, dan ternyata memang benar. Ia merasakan adanya bulu-bulu halus yang panjang disana. Jadi, Elsa segera berbalik dan memunggungi Farel untuk merapikan rambutnya yang menyembul itu. Malu, itu yang Elsa rasakan, namun tetap saja merasa malu dihadapan Farel lebih baik daripada dalam sehari tidak bisa berinteraksi dengan sang pujaan hati itu.
Satu menit kemudian, Elsa kembali menghadap Farel dengan cengiran yang terpampang di wajahnya. Ia sudah yakin jika dirinya sudah rapi dengan kerudung yang menutupi rambutnya.
"Udah rapi belum?" tanya Elsa memastikan.
Farel mengangguk, "udah."
"Masa sih? Kok aku ngerasa masih belum rapi, sini-sini deketan, aku mau bercermin lewat mata kakak."
Modus, dewi batin Elsa mencibir. Tapi bodo amat, yang penting bahagia.
Farel maju satu langkah untuk memperdekat jarak mereka, cowok itu juga sedikit menunduk untuk mensejajarkan tingginya dengan tinggi Elsa yang hanya sebatas bahunya.
"Ya ampun, jantung tolong berkompromi, jangan jatuh dulu. Masih mau hidup akutu, masih ingin menikmati moment langka ini." batin Elsa.
Elsa menatap pantulan dirinya lewat bola mata indah milik Farel dengan jantung yang terus berdebar kian kencang dan pipi yang sudah merona merah.
"Jangan lama-lama dong, ntar gue naksir lagi sama lo." kekeh Farel.
"Ya enggak apa-apa dong, naksir sama orang cantik itu wajar tau." Elsa terkekeh senang, sekarang berinteraksi dengan Farel itu selalu saja terasa menyenangkan, berkat hal itu juga Elsa dapat melupakan kejadian menyakitkan yang dialaminya semalam.
Farel ikut terkekeh, cowok itu sedikit menjauh karena Elsa sudah selesai bercermin di matanya. "Masalahnya, kalo gue udah suka, pengennya mau langsung di halalin."
"Astagfirullah... kuatkan iman ini Ya Allah. Sadarkan hambamu ini Ya Allah, kak Farel udah punya pacar." batin Elsa.
Tanpa sadar Elsa memegang dadanya karena saking kagetnya mendengar gombalan Farel yang tepat mengenai jantung hatinya. Rasanya seperti ada panah asmara yang di tembakkan Farel pada jantungnya membuat Elsa tidak bisa mengatur degupan jantungnya yang bergemuruh di dalam sana.
"Jangan gitu dong, nanti aku udah terlanjur baper tingkat dewa, emang kakak mau tanggung jawab?" tanya Elsa.
"Woyy!"
Elsa tersentak kaget saat air dingin mengenai permukaan wajahnya, ia menoleh ke samping dan mendapati Lea yang sedang memegang gayung kosong, mungkin airnya sudah berpindah ke wajah Elsa barusan.
"Ngapain lo senyam-senyum gaje gitu? Bikin gue merinding tau gak liatnya."
Elsa mengelap wajahnya yang basah, ia melirik sekitar, ternyata sekarang dia sedang berada di toilet mushola.
"Ya ampun... jadi tadi gue cuma ngayal doang?" ujarnya nelangsa.
[.]
Uwu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
Подростковая литератураKematian itu pasti. Rasa cinta dan sayang bisa pudar. Semuanya bisa datang dan pergi kapan pun namun tak ada yang menetap. Oleh sebab itu, ada pepatah yang mengatakan bahwa "Dalam kehidupan, tidak ada yang abadi, karena untuk setiap 'selamat datang'...