Setelah menyelesaikan tugas Kimia dengan bantuan Farel, Elsa dan Lea kembali memasuki kelas karena waktu itu bel pergantian mata pelajaran sudah berbunyi. Namun saat sampai di kelas, mereka kembali disambut dengan jam kosong karena Buk Rena berhalangan hadir.
"Eh gimana kalau kita main Truth Or Dare aja?" ajak Lea.
"Ayok, udah lama gue enggak main itu." jawab Elsa.
Mereka berdua duduk di kursi masing-masing dengan Lea yang memutar bolpoin nya untuk mengawali permainan mereka. Mata Elsa saat itu tak pernah lepas dari bolpoin yang berputar, dalam hatinya dia sangat berharap agar tutup bolpoin itu tak usah mengarah padanya. Lebih baik mengarah ke Lea saja karena saat itu Elsa sedang ingin mengerjai temannya itu.
Namun, Dewi Fortuna sepertinya tak berpihak pada Elsa. Niat jahat Elsa itu terpaksa ditunda terlebih dahulu karena tutup bolpoin itu malah mengarah dengan manis padanya.
"Ahahaha, ternyata doa gue di kabulkan. Pilih Dare aja ya? Kalo lo pilih Truth, gue doain lo gabakal berjodoh sama kak Farel."
Anjrit. Ancamannya sangat mengerikan. Elsa bahkan tanpa sadar sudah merinding saat mendengar perkataan sadis yang Lea lontarkan. Alhasil, mau tidak mau Elsa memilih Dare dan bersiap-siap untuk segala tantangan yang akan diberikan Lea. Sudah dapat Elsa tebak, pasti tantangannya mengarah pada mempermalukan Elsa.
"Apa Dare nya?" tanya Elsa bete.
Lea tersenyum semringah, bukannya terpesona dengan senyuman Lea, tetapi Elsa malah kembali merinding karena ia menjadi sangat amat yakin jika kali ini ia bakalan mampus di tangan Lea sang psikopat.
"Gue lagi baik nih, yang gampang-gampang aja deh, tenang dong. Kenapa wajah lo kek ketakutan gitu sih?" Lea nyengir.
Elsa mendengus melihat Lea yang begitu senang menyiksa dirinya. Ingatkan ia untuk lain kali tak usah bermain Truth Or Dare lagi bersama Lea.
"Apa emangnya?" tanya Elsa.
"Gampang kok! Gimana kalo lo nanti pulang sekolah nebeng kak Farel? ehehehe, tapi cara bilang mau nebengnya itu lo harus berdiri di depan motor kak Farel sambil merentangkan kedua tangan lo."
Tuhkan, versi gampang menurut Elsa dan Lea itu sangat jauh berbeda. Meskipun itu tantangan yang cukup menarik, tapi, merentangkan kedua tangan? Kenapa harus se-lebay itu sih? Pikir Elsa jengkel.
Elsa menatap sinis Lea yang sedari tadi nyengir karena puas mengerjai Elsa.
"Gak ada yang lebih memalukan lagi dari itu?" tanya Elsa sarkastik.Dan Lea lagi-lagi terkekeh kegirangan, "harusnya lo berterima kasih dong sama gue karena secara nggak langsung gue menjadi mak comblang lo sama kak Farel."
Mak comblang ndasmu, pikir Elsa.
[.]
Bel pulang yang sejak tadi ditunggu oleh murid-murid akhirnya berdering juga. Berbeda dari biasanya, kali ini Elsa membereskan perlatan tulisnya dengan wajah cemberut sambil memikirkan dirinya yang nanti bakalan bertingkah memalukan dihadapan Farel.
Elsa berharap semoga saja nanti Farel tak mendadak ilfil padanya.
Elsa bersama Lea berjalan ke tempat parkir untuk menemui Farel. Meskipun Elsa sangat ingin dibonceng Farel, tapi tidak dengan cara memalukan juga dong.
"Sanaa, tuh kak Farel lagi pake helm, buruan! Ntar lo malah ditinggal lagi." kekeh Lea.
Elsa lagi-lagi mendengus saat Lea mendorong tubuhnya. Ia tak dapat mengelak lagi saat itu, jadi daripada memohon agar Lea mengubah Dare nya lebih baik ia berjalan mendekati Farel. Siapa tau dengan cara memalukan ini Farel akan selalu mengingat Elsa sebagai adek kelas ter-absurd.
Dih, malu-maluin dong? batin Elsa.
Ketika Farel sudah bersiap-siap menyalakan motornya, saat itulah Elsa berdiri dihadapan motor besar milik Farel sambil merentangkan tangannya. Ia menutup rapat-rapat matanya untuk menahan malu yang saat itu langsung menghampirinya.
"Elsa, ngapain?" tanya Farel setelah berhasil menetralisir kebingungannya melihat tingkah adik kelas yang satu ini.
Dengan kedua mata yang masih terpejam dan kedua tangan yang masih direntangkan Elsa menjawab, "mau nebeng! Boleh gak?"
Satu detik berikutnya, Farel hanya bisa memasang wajah cengo yang kebingungan, namun selanjutnya cowok itu terkekeh geli akan tingkah Elsa.
Gemesin banget gak sih? Tanya Farel dalam batinnya.
"Yaudah sih kalo mau nebeng mah nebeng aja, kenapa harus syuting sinetron dulu?" kekeh Farel sambil menatap Elsa yang tak kunjung bergerak.
Namun setelah mendengar perkataan Farel barusan, Elsa segera membuka matanya dan berhenti merentangkan kedua tangannya soalnya tangannya itu sudah lumayan pegal. Dengan wajah merona karena malu, ia berjalan mendekati Farel yang duduk manis di atas motornya sambil menatap Elsa dengan pandangan geli.
"Sebenarnya kak, ini cuma dare dari temen aku. Kak Farel gak perlu repot-repot nganterin aku pulang."
Munafik. Dewi batin Elsa mencibir.
"Enggak repot sih gue, ayoklah gue anter?"
"Yaudah kalo maksa."
Lalu dengan malu-malu Elsa naik ke atas motor Farel. Wajahnya tetap merona saat ia memegang tas Farel untuk berpegangan agar tidak jatuh. Kan tidak lucu tuh harus ada berita seorang siswi SMA jatuh dari motor karena tidak berpegangan pada sang gebetan dan akhirnya berakhir meninggal dengan keadaan mengenaskan.
"Udah pegangan?" tanya Farel.
"Udah." jawab Elsa.
"Megang apa emangnya?"
"Tas kak Farel."
Farel terkekeh mendengarnya, "kalo mau meluk juga gapapa kok."
Setelah berkata demikian dan berhasil membuat jantung Elsa meloncat-loncat meminta dikeluarkan Farel segera menyalakan motornya dan meninggalkan area sekolah yang berangsur sepi.
Astaga gue digodain pacar orang njir. batin Elsa.
Sepanjang perjalanan tak ada percakapan yang begitu berarti karena di belakang sana Elsa sibuk menata hati dan jantungnya agar tetap dalam kondisi baik-baik saja. Diboncengan Farel itu, Elsa bingung antara merasa sedih dan senang, sedihnya adalah Elsa tak bisa melupakan begitu saja fakta bahwa Farel sudah milik orang lain, namun begitu Elsa juga tak bisa berbohong jika saat-saat bersama dengan Farel itu sungguh menyenangkan hatinya.
"Tuhan, kalau ini cuma mimpi tolong cepat - cepat bangunin aku, aku gak mau terlalu senang dan malah makin berharap sama kak Farel." batin Elsa nelangsa.
[.]
A/n:
what do you think about this part? tinggalkan komentar dan vote ya((: mau ngasih saran juga boleh kok, ehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
Novela JuvenilKematian itu pasti. Rasa cinta dan sayang bisa pudar. Semuanya bisa datang dan pergi kapan pun namun tak ada yang menetap. Oleh sebab itu, ada pepatah yang mengatakan bahwa "Dalam kehidupan, tidak ada yang abadi, karena untuk setiap 'selamat datang'...