03

334 68 59
                                    

Elsa mencengkeram erat-erat jaket yang dikenakan Farel malam itu. Udara dingin begitu terasa walaupun ia sudah mengenakkan jaket kebesaran milik Farel.  Saat itu Elsa sedang berada di boncengan Farel, tetangga sekaligus kakak kelasnya itu sudah mau berbaik hati menghibur Elsa malam itu. Entahlah, Elsa tak tau akan dibawa kemana oleh Farel dengan sepeda kesayangan cowok itu, kemana pun itu asalkan pergi jauh dari rumah itu adalah hal yang bagus menurut Elsa.

"Apa kak Farel gak capek harus ngayuh sepeda tiap hari?" Elsa berusaha memecah keheningan.

Hal yang tak diduga tiba-tiba terjadi, dengan santainya Farel menoleh ke belakang dengan kedua kaki yang masih mengayuh pedal sepeda.

"Gue kan kuat."

Persis kalimat Farel sampai di ujung, sepeda yang sedang Elsa naiki limbung sesaat sebelum kemudian dirinya terjatuh menghantam aspal jalanan yang keras. Sakit, tentu saja itu yang dirasakan sekujur tubuhnya. Elsa meringis pelan, malam ini tak hanya hatinya saja yang terluka karena anggota tubuhnya pun juga ikut terluka akibat terjatuh dari sepeda.

Niatnya ingin menghibur diri, namun sepertinya malam ini semesta memang benar-benar tak menginginkan Elsa bahagia.

"Eh lo gapapa?"

Elsa berdiri dengan bantuan Farel, ia mengangguk sebagai jawaban pertanda bahwa ia tak apa-apa meskipun sesekali ia masih meringis kesakitan.

"Ban sepedanya bocor," kata Farel.

Tatapan Elsa teralih ke ban sepeda Farel yang sobek, ia menghela napas pasrah, tak tau harus berkomentar apa.

Karena Elsa yang masih merasakan sakit disekujur tubuhnya, akhirnya mereka berdua memilih duduk di bangku taman sambil mengistirahatkan diri. Suasana di taman malam itu cukup ramai karena malam itu adalah malam minggu.

"Yah kita ga jadi ke pasar malam." ujar Farel.

Elsa mengangguk murung, dengan kondisi tubuh yang masih sakit dan sepeda yang tidak bisa berfungsi lagi mana bisa mereka melanjutkan perjalanan menuju pasar malam yang masih lumayan jauh. Saat itu Elsa hanya bisa bersabar dan mengubur keinginannya yang sangat ingin naik bianglala.

"Jangan sedih gitu dong, kapan-kapan aja ya kita kesana nya," hibur Farel.

Elsa kembali mengangguk, "iya gapapa." sahutnya.

"Mau es krim gak?" tawar Farel.

Elsa mengangguk. Siapa pula yang tidak suka es krim.

"Oke bentar ya, jangan kemana-mana."

Elsa mengangguk lagi sambil menatap kepergian Farel. Padahal  beberapa hari yang lalu mereka hanyalah dua orang asing yang tak saling mengenal namun sekarang Farel sudah berbaik hati menghibur Elsa yang sedang bersedih. Tanpa disadari oleh Elsa, cewek itu tersenyum disela rasa sakit yang masih terasa di tubuhnya juga hatinya.

Tak lama kemudian Farel kembali namun tanpa es krim, Elsa menatap heran pada Farel yang dibalas cengiran oleh cowok itu.

"Mana es krimnya?"

Farel menggaruk lehernya yang tak gatal sama sekali, "eh anu, itu, gue lupa bawa dompet."

Elsa melongo, berkedip beberapa kali sambil menatap Farel yang meringis malu. Sial. Detik berikutnya Elsa malah menyemburkan tawanya tanpa beban, seolah-olah tadi ia tak pernah menangis sesenggukan di balkon kamarnya.

Apa yang ditertawakan Elsa? Farel. Dan juga dirinya sendiri. Malam ini mungkin salah satu malam yang sial bagi keduanya, tapi entah kenapa saat melewati malam yang sial ini bersama Farel malah membuat Elsa tak hentinya menyemburkan tawa.

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang