16

145 21 31
                                    

Elsa menatap bosan soal-soal Fisika yang harus dikerjakannya itu, sebenarnya Elsa itu sangat membenci mata pelajaran yang diberi nama Fisika tersebut, tetapi sekarang ia malah diberi tugas begitu banyak oleh guru Fisika di sekolahnya.

Tuk

"Aww." Elsa meringis ketika merasakan bolpoin mengetuk kepalanya, ia menatap sebal sang pelaku yang kala itu hanya memasang wajah tak bersalah setelah menyakiti kepala Elsa.

"Ini kepala ya! Fungsinya buat mikir! Bukan buat dipukulin!!" sewot Elsa.

Adit mengangguk kalem menyetujui ucapan sewot yang Elsa lontarkan barusan untuk cowok itu.

"Justru itu, karena fungsinya buat mikir. Tapi kenapa daritadi lo gak gunain tuh buat mikirin soal Fisika ini?"

"Kan udah gue bilang, gue sama Fisika itu gak jodoh tau!"

Adit terkekeh, "lagian mana ada orang berjodoh sama mata pelajaran."

Elsa mengabaikan Adit, ia memilih berbaring di atas sofa dan meninggalkan soal-soal Fisika yang belum satu pun terjawab olehnya. Baginya, Fisika itu adalah musuh bebuyutannya, mau dipelajari bagaimana pun tetap saja tidak akan menyangkut di otaknya itu. Jadi, daripada memusingkan soal-soal Fisika yang tidak pasti itu, ada baiknya Elsa mengistirahatkan dirinya sejenak.

"Heh ngapain? Itu peernya belum ada satu pun yang lo kerjain!"

"Istirahat bentar napa sih? Capek tau!"

Adit menggeleng-gelengkan kepalanya, cowok itu menatap Elsa dengan pandangan miris. Semakin lama para generasi muda Indonesia semakin memburuk perilakunya. Entah akan jadi apa nanti negara Indonesia jika dipimpin oleh orang-orang seperti Elsa yang terlalu mudah menyerah, padahal usahanya belum sama sekali maksimal.

"Lo capek apaan sih woi? Mikir aja kagak, yang ada melamun terus."

Elsa berdecak jengkel, bahkan untuk istirahat saja tidak boleh, benar-benar kakak tiri yang menyebalkan.

"Makanya lo aja yang ngerjain peer gue! Itung-itung ibadah tauuuk!"

Setelah berkata demikian, Elsa segera beranjak dari sofa untuk menuju dapur, memikirkan soal-soal Fisika ternyata mampu membuatnya dehidrasi. Saat sampai di dapur, Elsa bertemu saudara tirinya yang perempuan, yaitu Rayya yang sedang makan sendirian.

"Udah selesai ngerjain peernya?" tanya Rayya.

"Belum." jawab Elsa sambil menuangkan air putih ke dalam gelasnya.

"Lo ada hubungan apaan sih sama kak Farel?"

Berkat pertanyaan lancang yang ditanyakan oleh Rayya barusan berhasil menghentikan Elsa yang hendak minum, ia beralih menatap Rayya yang juga sedang menatapnya namun masih santai karena saudara tirinya itu masih sempat-sempatnya menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.

"Bukan urusan lo ya."

"Bukannya gue mau ikut campur sama kehidupan pribadi lo, tapi lo tau sendiri kan kalo kak Farel itu udah punya pacar? Lo gak ada niatan buat jadi orang ketiga kan Sa?"

Elsa tertohok mendengar perkataan Rayya, ia lebih memilih meneguk habis segelas air putih, ketika itu Elsa hendak pergi dari dapur karena ia malas membicarakan topik sensitif itu dengan Rayya. Elsa tau jika ia salah, ia tak seharusnya sedekat itu dengan Farel yang sudah memiliki kekasih. Tetapi perasaan tidak bisa berbohong, hati tidak bisa dipaksakan. Jika saja boleh memilih dan mengatur sesukanya, Elsa juga tidak akan membiarkan hatinya jatuh kepada Farel.

"Elsa! Gue belum selesai ngomong!"

Elsa memutar bola matanya, ia kesal dan akhirnya berbalik menatap Rayya.

"Gue gak mau ngomong sama lo!"

Rayya akhirnya menghampiri Elsa, "ini juga demi kebaikan lo. Buat apa lo berharap sama cowok yang dihatinya udah ada cewek lain? Lagian, apa lo gak kasian sama kak Lala? Coba kalo lo yang ada di posisi kak Lala, apa lo gak bakal sakit hati liat cowok lo deket banget sama cewek lain?"

Elsa menghentakkan tangan Rayya di pundaknya, "jangan ikut campur sama masalah pribadi gue. Lo bukan siapa-siapa, lo gak ada hak buat nasehatin gue! Gue gak merasa salah, lagian gue juga gak ada niatan buat ngerebut kak Farel dari pacarnya!"

Setelah berkata demikian Elsa segera pergi meninggalkan Rayya, ia memilih keluar rumah karena ingin mencari udara segar sekaligus mengembalikan moodnya yang telah dirusak oleh Rayya. Namun ketika sampai di luar rumah, bukannya memperbaiki moodnya tetapi malah tambah merusak moodnya yang sebelumnya sudah tidak bagus. Elsa tak bisa mengalihkan pandangannya dari Farel dan Lala yang saat itu sedang duduk berduaan di tanam rumah Farel. Mereka terlihat begitu bahagia, mereka tertawa bersama seolah-olah kebahagiaan itu hanya milik mereka.

Meskipun sudah tau jika itu pemandangan yang menyakitkan, tetapi tetap saja membuat Elsa betah untuk menatap kearah Farel dan Lala yang sejak tadi selalu terlihat tertawa bersama. Elsa berpikir, kira-kira apa yang Farel dan Lala tertawakan? Apa mereka berdua menertawakan Elsa yang hanya bisa diam menyaksikan kedua sejoli itu yang sedang dimabuk asmara?

Menjengkelkan sekali. batin Elsa.

"Ngapain sih ngintip orang pacaran? Mending lo pacaran tuh sama rumus-rumus Fisika. Lebih bermanfaat." ujar Adit yang sudah berdiri disamping Elsa.

"Gue bukan lo ya! Gue tuh manusia normal yang bisa suka sama orang! Gue beda sama lo, kalo lo sih iya sukanya sama Matematika, Kimia, Fisika."

"Siapa bilang? Gue juga bisa kok suka sama orang."

Elsa mencibir, "idih kasian banget cewek yang lo taksir itu!"

Adit terkekeh, gemas sekali dirinya ingin mengatakan jika cewek itu adalah Elsa.

[.]

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang