Elsa berdiri dengan perasaan canggung di samping pintu kelas 12 IPA 1. Ia menatap satu-persatu murid dari kelas itu berhamburan meninggalkan kelas karena saat itu memang sudah waktunya pulang. Alasan Elsa berdiri di sana adalah kelas itu merupakan kelas Adit, dan ia perlu berbicara dengan cowok itu.
Tak berapa lama menunggu, seorang cowok berkacamata minus dengan hoodie yang menutupi seragamnya muncul, dia adalah Adit. Elsa segera mendekati Adit yang nampak kaget dengan kemunculan Elsa yang tiba-tiba. Namun perubahan ekspresi wajah Adit hanya sementara, selanjutnya ia kembali memasang wajah datar seolah-olah tidak mengenal Elsa. Padahal dulu Adit adalah salah satu orang yang berusaha selalu ada di sisi Elsa.
"Kak Adit...." panggil Elsa.
Adit mengabaikan panggilan Elsa, cowok itu berjalan menjauh seolah-olah tak mendengar Elsa.
Elsa tak putus asa, ia berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Adit.
"Kak Adit?" panggilnya lagi.Tetapi Adit tetap bungkam. Seakan-akan orang yang berdiri di samping Elsa saat ini bukanlah Adit kakak tirinya, tetapi orang lain yang terasa begitu asing.
"Gimana kabar mama?" tanya Elsa hati-hati.
Berhasil. Pertanyaan itu berhasil mengambil perhatian Adit. Cowok itu menatap Elsa sengit, bukan lagi tatapan penuh kasih yang Elsa dapatkan.
"Mama? Siapa yang lo maksud? Bukannya mama lo udah meninggal?" Adit balik bertanya sarkas.
Elsa terperanjat mendengar jawaban Adit. Benar-benar bukan seperti Adit yang ia kenal dulu. Perkataan cowok itu begitu menyakitinya, namun Elsa memilih memasang senyuman manis atas pertanyaan sarkasme itu. Tak apa, dulu bahkan Elsa bersikap lebih kasar pada Adit, pikirnya.
"Mama-nya kak Adit maksud aku."
"Kepo amat. Lagian bukan urusan lo kali, mau mama gue baik-baik aja atau enggak."
Mereka tiba di depan Laboratorium Kimia, karena suasana yang sudah sepi membuat Elsa punya keberanian untuk bertanya tentang isi Diary Adit yang ia lihat tempo hari.
Elsa sengaja berjalan duluan dan menghalangi langkah Adit, ia berdiri di depan Adit sambil menatap mata cowok itu lamat-lamat. Ahh, Elsa merindukan Adit yang dulu, Adit yang masih menjadi kakak tirinya.
"Apa?" tanya Adit.
"Kak Adit suka sama aku ya?" To the point. Pertanyaan yang berhasil mengubah raut wajah Adit. Elsa diam-diam mendesah, ternyata kakak tirinya itu menyukai dirinya.
Adit melangkah maju secara perlahan yang membuat Elsa melangkah mundur seiring dengan langkah Adit. Tubuh Elsa terbentur menabrak pintu Laboratorium Kimia, ia menoleh ke belakang dan baru sadar jika tak ada ruang lagi untuknya bergerak, sementara Adit masih terus mempersempit jarak di antara mereka.
Sempurna. Elsa terkurung. Adit mengurung Elsa dengan lengannya. Cowok itu balas menatap Elsa dalam-dalam yang membuat Elsa menundukkan pandangannya.
Tangan Adit mengangkat dagu Elsa agar ia balas menatap cowok itu. Elsa terdiam sesaat, di kedua bola mata yang tertutup kacamata minus itu Elsa bisa melihat adanya tatapan cinta yang Adit berikan untuknya.
Rasanya Elsa mau menangis saja.
"Dulu." ujar Adit, ia melanjutkan perkataannya, "dulu, saat pertama kali liat lo pas MOS, entah kenapa gue bisa langsung jatuh cinta pada adik kelas yang membawa kucing ke sekolah. Sejak itu gue selalu merhatiin lo diem-diem, yang gue liat lo itu ramah, suka tersenyum sama orang-orang, dan baik banget, selalu ngasih makan kucing liar di belakang sekolah." Adit terkekeh.
"Tapi, seperti kata pepatah, don't judje a book by it's cover. Luarnya aja keliatan baik, tapi didalam busuk. Busuk banget."
Elsa tertohok.
"Kak Adit udah kenal aku dari dulu?"
"Gak penting." Adit memberi jarak, yang membuat Elsa bisa bernapas lega kembali.
"Jangan ganggu gue, mama, dan adik gue. Jauh-jauh lo dari kehidupan gue, jangan pernah muncul lagi." Setelah berkata seperti itu Adit meninggalkan Elsa yang waktu itu matanya sudah berkaca-kaca.
Elsa merogoh ponselnya di saku roknya. Ia mengirim pesan pada satu-satunya orang yang masih mau berada di sisinya.
"I need you :(("
[.]
Elsa memakan dengan khidmat es krim yang dibelikan Farel. Saat itu mereka sedang berada di salah satu kedai es krim dekat sekolah mereka. Ia baru bisa menerima es krim itu setelah menceritakan pada Farel tentang apa yang barusan dialaminya di sekolah yang membuat Elsa mengirim pesan pada Farel.
Berkat es krim yang dibelikan Farel, Elsa gagal sedih akibat pertemuannya dengan Adit tadi. Rasanya masih aneh saja ketika mengingat bahwa Adit menyukainya. Elsa berpikir, betapa terlukanya cowok itu saat harus terpaksa menerima keadaan Elsa yang menjadi adik tirinya. Tetapi Adit malah memeluk erat rasa sakit itu.
"Mikirin apa?" tanya Farel.
Elsa menggeleng, "kira-kira harga es krim ini berapa ya? Enak banget hehe."
"Makan aja."
Elsa menuruti perkataan Farel. Farel menatap Elsa, ia bingung dengan situasi ini. Bagaimana bisa ketika mendapatkan pesan dari Elsa, Farel yang sudah berada di depan rumah Lala karena hari ini mereka akan kencan langsung menstarter motornya menuju Elsa.
"Kak Farel suka gak sama es krimnya?" tanya Elsa.
"Suka." suka sama lo. Batin Farel.
Farel terkekeh, ia menatap Elsa yang masih asik memakan es krimnya. Ia sadar bahwa telah jatuh ke dalam pesona Elsa, entah sejak kapan, tetapi ia yakin jika yang ia rasakan saat itu bukanlah perasaan sayang dari kakak untuk adiknya, melainkan perasaan sayang untuk lawan jenis, seperti yang ia rasakan pada Lala.
Setelah menghabiskan es krimnya, mereka pulang. Elsa menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Rasanya begitu menyenangkan. Lalu perlahan Elsa memeluk pinggang Farel untuk berpegangan, tak lupa pula ia menyandarkan kepalanya pada bahu cowok itu. Rasanya teramat nyaman.
Farel yang sedang membawa motor sedikit terperanjat ketika merasakan kedua tangan Elsa memeluk pinggangnya. Namun itu semua hanya sesaat dan akhirnya Farel memilih mengusap tangan Elsa yang memeluk pinggangnya dengan tangan kirinya.
Ini salah. Farel sepenuhnya sadar. Akan ada hati yang terluka jika hubungan ini diteruskan, namun hati Farel tak bisa berbohong jika ia menginginkan Elsa lebih dari sekedar seorang adik.
[.]
Selamat berpuasa ((:

KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
Novela JuvenilKematian itu pasti. Rasa cinta dan sayang bisa pudar. Semuanya bisa datang dan pergi kapan pun namun tak ada yang menetap. Oleh sebab itu, ada pepatah yang mengatakan bahwa "Dalam kehidupan, tidak ada yang abadi, karena untuk setiap 'selamat datang'...