Suasana di ruang makan sudah ramai ketika Elsa turun untuk makan malam, di meja makan itu sudah ada Ayahnya beserta dengan Ibu dan saudara tirinya. Elsa yang saat itu masih memakai seragam sekolah langsung bergabung dengan mereka dan duduk tepat di samping Ibu tirinya. Sebenarnya itu bukan kemauan Elsa untuk duduk bersebelahan dengan Ibu tirinya, hanya saja cuma itu kursi yang kosong dan dengan amat terpaksa Elsa duduk di sana tanpa perlu repot-repot membalas senyuman Ibu tirinya.
"Kok seragam sekolahnya belum diganti juga?" Ayah Elsa yang pertama kali membuka obrolan.
"Abis makan aja pa, entar sekalian mau mandi."
"Jangan keseringan mandi pas malam hari ya."
Elsa hanya manggut-manggut sambil menuangkan nasi ke dalam piringnya.
Awalnya acara makan malam itu akan berjalan normal, tanpa adanya keributan yang biasanya sering diciptakan Elsa. Namun malam ini ia terlalu lelah untuk mencari masalah, maka cewek itu berusaha kalem dengan mengabaikan kehadiran tiga orang yang masih saja belum bisa diterimanya.
Tetapi, seperti sudah takdirnya saja, makan malam untuk Elsa tak akan pernah bisa berjalan normal seperti keluarga normal lainnya. Hal itu bermula ketika Elsa hendak menuangkan sup Ayam yang masih panas ke dalam piringnya. Harusnya kuah sup Ayam itu dituangkan ke dalam piring Elsa, tetapi karena tangan Elsa tidak sanggup mengangkat mangkuk yang berisi sup Ayam panas itu akhirnya sup itu tumpah dan tepat mengenai Ibu tirinya.
Acara makan malam yang awalnya berjalan damai mendadak ricuh dalam sejekap hanya karena perbuatan tidak sengaja yang dilakukan Elsa. Ruangan makan itu seketika riuh dengan suara ringisan Ibu tirinya dan dilanjutkan dengan suara mangkuk yang jatuh ke lantai yang berujung pecah. Tangan Elsa gemetaran setelah menjatuhkan mangkuk berisi sup Ayam yang masih panas itu. Ia tak tau harus berbuat apa atau berkata apa saat melihat serpihan kaca yang berserakan di lantai, apalagi saat mendengar suara ringisan kesakitan Ibu tirinya membuat tangan Elsa bertambah gemetar karena terlampau kaget.
"Elsa! Hati-hati dong!" teriak Rayya.
Elsa hanya diam, ia akui saat itu memang salah, tetapi ia terlalu enggan untuk angkat suara hanya sekedar mengucapkan kata maaf pada Ibu tirinya yang tersiram kuah panas.
"Lo sengaja ya? Gue tau lo emang gak suka sama nyokap gue, tapi gak gini juga dong caranya! Benar-benar jahat ya lo!"
Apa-apaan. Elsa tak terima dituduh seperti itu oleh Rayya yang sudah terbawa emosi. Detik berikutnya Elsa malah bangkit dari duduknya karena tidak terima dituduh oleh Rayya. Ia balas menatap tatapan Rayya.
"Gue gak sengaja!"
"Halah alesan lo! Kenapa sih? Apa salah nyokap gue sama lo? Apa pernah nyokap gue jahatin lo? Justru yang ada sebaliknya! Gue masih bisa terima ya kalo lo gak anggap nyokap gue, tapi gue sama sekali gak bisa terima kalo lo udah mulai berani nyakitin nyokap gue."
Elsa mendengus jengkel. Tuduhan macam apa itu? Ia akui jika dirinya memang tak pernah bisa menerima kehadiran Ibu tirinya itu. Berniat menyakitinya? Elsa tak sejahat itu. Elsa pun sudah terbawa emosi dan memilih untuk meladeni adu bacod dengan Rayya.
"Yaudah kalo lo gak terima pergi sana darisini! Jauh-jauh dari gue biar gue gabisa nyakitin nyokap lo itu."
"ELSA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
Teen FictionKematian itu pasti. Rasa cinta dan sayang bisa pudar. Semuanya bisa datang dan pergi kapan pun namun tak ada yang menetap. Oleh sebab itu, ada pepatah yang mengatakan bahwa "Dalam kehidupan, tidak ada yang abadi, karena untuk setiap 'selamat datang'...