Elsa terbengong duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan kaca besar yang ada di salon tempatnya berada sekarang. Ceritanya sepulang sekolah ia diajak oleh Ibu tirinya bersama Rayya untuk jalan-jalan keluar karena seminggu belakangan ini suasana rumah begitu muram akibat masih dalam masa berduka.
Ini pertama kalinya Elsa menginjakkan kakinya ke salon, karena ia sudah merasa sangat cantik makanya ia tidak membutuhkan bantuan salon lagi.
Tetapi tidak terlalu buruk, meskipun sedikit membosankan karena Elsa harus berdiam diri layaknya manekin, tetapi ia menikmatinya karena ditemani oleh Ibu tirinya dan juga Rayya.
"Abis ini kita mau kemana lagi ma?" tanya Elsa.
Elsa mencoba mengabaikan seorang karyawan salon yang sedang mengutak-atik rambutnya, ia merasa sangat risih akan hal tersebut namun itu semua ditepisnya jauh-jauh dengan mengajak Ibu tirinya dan Rayya mengobrol.
"Kita ke mall dong ma!" ajak Rayya.
"Boleh juga, gimana Sa?"
Elsa mengangguk saja, ia berkali-kali menatap penata rambut yang sedang mengutak-atik rambutnya lewat cermin besar dihadapannya. Elsa berharap jika si mbaknya sadar jika Elsa sudah mulai risih karena si mbak terlalu lama mengutak-atik rambut Elsa yang awalnya memang sudah kece badai.
"Rambutnya apa mau diwarnai sekalian kak?" tanya si mbak salon yang Elsa tidak tau siapa namanya.
Elsa buru-buru menggeleng, warna rambutnya sudah sangat bagus menurutnya dan tidak perlu lagi diganti dengan warna lain.
"Emmm... Nggak perlu kak." jawab Elsa.
"Warna ini lagi rame loh." Si mbak menunjukkan gambar seorang model dengan warna rambut yang menurut Elsa sangat norak.
"Enggak usah deh kak, warna rambut asli saya aja."
"Kalo diganti warna yang ini gimana kak? Cocok sama wajah kakak yang imut." Si mbak masih berusaha mencoba agar Elsa mengganti warna rambutnya. Tetapi iman Elsa terlalu kuat dan tak gampang digoyahkan oleh si mbak tak dikenal itu.
"Enggak usah kak, enggak perlu. Saya gak pernah ganti warna rambut."
"Nah justru itu kak, apa kakak gak mau mencoba ganti warna rambutnya? Pasti bakalan keliatan lebih cantik lho kak." Si mbak salon malah tersenyum nyengir, kentara sekali jika senyum yang ia tampilkan itu adalah sejenis senyum yang sifatnya persuasif, namun tetap saja iman Elsa terlalu kuat untuk digoyahkan oleh si mbak-mbak salon itu karena Elsa tetap pada pendiriannya.
"Maaf kak, saya gak mau! Nggak usah rayu-rayu! Selesain aja kerjaannya kak yang gak selesai-selesai dari tadi!! Pegel tau ni kepala!"
Si mbak salon malah cengengesan dan meminta maaf lalu tidak lagi membujuk Elsa untuk mengganti warna rambutnya. Si mbak salon sudah fokus menyelesaikan pekerjaannya pada rambut Elsa, dan diam-diam Elsa bersyukur karena tidak direcoki oleh si mbak tersebut.
Setelah bermenit-menit bosan hanya menatap pantulan dirinya dari cermin besar dihadapannya, akhirnya selesai juga semua urusan Elsa di salon terkutuk ini dan Elsa berjanji pada dirinya bahwa dia tidak akan lagi mau diajak ke salon. Salon dan dirinya sangat tidak cocok jika dipersatukan.
"Aduh cantik-cantik banget anak gadis mama."
Elsa nyengir lebar, sekarang mudah sekali untuk Elsa menunjukkan senyum manisnya pada Ibu tirinya yang dulu sangat tidak disukainya itu.
"Aku dong yang paling cantik." ujar Elsa.
"Idih ngaku-ngaku cantik, gak tau malu ih, percaya diri amat!" sahut Rayya.
Elsa mengabaikan Rayya, dia hanya menunjukkan ekspresi wajah mirip stiker yang sedang banyak digunakan di WhatsApp, yaitu stikernya wajah chef Arnold, juri Master Chef Indonesia.
Hari itu Elsa bersama Ibu dan saudara tirinya berkeliling mencuci mata di mall sekaligus membeli sesuatu yang menarik perhatian mereka. Jujur saja Elsa sangat senang pada hari itu dan sangat menikmati jalan-jalan bersama Ibu dan saudaratirinya.
Elsa bersyukur mendapatkan Ibu tiri yang sangat menyayanginya, sekali pun tidak pernah Ibu tirinya itu menyakiti Elsa, baik secara fisik ataupun secara batin, yang ada malah sebaliknya, Elsa selalu menyakiti Ibu tirinya dengan perkataan menyakitkan andalannya. Namun lihat? Tak ada rasa benci sedikit pun dari Ibu tirinya itu untuk Elsa.
Sekarang mereka sedang berada di dalam sebuah restoran untuk mengisi perut yang kelaparan karena seharian berkeliling dan juga menguras tenaga. Elsa yang duduk di sebelah Ibu tirinya itu tiba-tiba memeluk Ibu tirinya dari samping. Elsa mulai sadar jika ia benar-benar telah menganggap kehadiran Ibu tirinya itu dan juga perasaan sayang dari seorang anak kepada Ibunya itu mulai muncul dalam diri Elsa untuk Ibu tirinya.
"Makasih ma telah tetap berada disamping Elsa sampai saat ini dan gak ninggalin Elsa, padahal selama ini Elsa selalu jahat sama mama."
Ibu tirinya tersenyum, tak lupa beliau membalas pelukan Elsa. "Iya nak sama-sama, makasih juga karena udah mau nerima mama serta Rayya dan Adit. Kita lalui sama-sama ya nak? Kita ini keluarga. Selalu bersama dan saling merangkul, bukan saling meninggalkan."
"Janji ya ma, mama gak boleh ninggalin Elsa?"
Ibu tirinya mengangguk dengan disertai senyuman tulus keibuan, "mama janji nak."
Ada pepatah yang mengatakan bahwa jangan mudah membuat janji ketika sedang bahagia. Mengapa? Karena kita tidak akan tau apa yang akan terjadi kedepannya, bisa saja janji yang kita ucapkan itu tidak sempat kita tepati karena sesuatu hal. Dan hal itu berlaku untuk Ibu tiri Elsa yang mengingkari janjinya pada Elsa.
[.]
![](https://img.wattpad.com/cover/150456050-288-k708506.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
Ficção AdolescenteKematian itu pasti. Rasa cinta dan sayang bisa pudar. Semuanya bisa datang dan pergi kapan pun namun tak ada yang menetap. Oleh sebab itu, ada pepatah yang mengatakan bahwa "Dalam kehidupan, tidak ada yang abadi, karena untuk setiap 'selamat datang'...