***
Cahaya kemerah-merahan fajar mulai nampak di ufuk timur, terlihat sangat indah namun hanya sementara.Seorang gadis masih terlihat tidur nyenyak di bangku panjang yang ada di balkon kamarnya, tanpa selimut dan lainnya, wajahnya sedikit pucat jika dilihat dengan teliti.
Gadis itu adalah Fifi. Mungkin karena pusing tadi malam dia tidak sadar bahwa tertidur di balkon.
"Aish ketiduran disini gue hadeh pantes dingin, mana masih pusing lagi dah ni kepala, eh ini jam berapa ya." Ucap nya pada diri sendiri.
Dia pun berdiri dari bangku itu namun ternyata kepalanya masih saja berdenyut tapi tidak seperti tadi malam.
Fifi tetap memaksakan berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk melaksanakan ritual paginya.
Setelah selesai dia berwudhu dan mengambil mukena lalu sholat subuh di kamarnya.
***
Kini Fifi sudah siap dengan seragan sekolahnya, hari ini dia akan kembali masuk sekolah setelah selama satu minggu absen, dia senang juga sedih, sedihnya karena Dion belum bisa masuk sekolah dulu jadi Fifi hari ini akan berangkat dengan abangnya seperti biasa.
Fifi berjalan menuju kamar Niko dan mengajaknya berangkat bareng. Setelah sudah berada di depan kamar Niko, namun sebelum Fifi mengetuk nya, pintu sudah terbuka lebih dulu dan munculah Niko yang sudah siap dengan seragam lengkapnya.
Fifi pun menyambutnya dengan senyuman yang mengembang, begitulah Fifi sekesal apapun dia dengan Niko, Fifi tidak akan bisa marah dengan abangnya itu asal jangan keterlaluan saja.
"Eh abang udah bangun, aku bareng abang ya." Ucap Fifi masih dengan senyumannya, namun senyuman nya itu seketika luntur setelah mendengar jawaban Niko.
"Gak bisa, abang pakai motor dan mau jemput Ana, kamu berangkat sendiri aja atau sama Dion, dah gede juga." Ucap Niko dan berjalan melewati Fifi sebelum Fifi mengeluarkan suara untuk melanjutkan ucapannya.
Fifi hanya menunduk dan menghembuskan nafas berat, ternyata abang yang sekarang sudah beda. Lalu apa boleh buat Fifi terpaksa berangkat naik taksi.
Baru beberapa hari balikan udah kek gini, gimana kalo sampe nikah ya diusir kali Fifi. Sabar.
Bisa saja dia menyetir sendiri tapi dia belum punya SIM juga belum terlalu mahir menyetir sendiri
Niko sudah berangkat dengan motor sport hitam nya, bahkan tanpa menyuruh Fifi makan dan pamit. Fifi hanya tersenyum miris dengan hal ini.
Sekarang Fifi sedang berdiri di depan rumahnya menunggu taksi lewat. Setelah beberapa saat taksi pun datang.
"Taksi." Ucap Fifi agak keras agar sopir itu mendengar.
Setelah taksi itu berhenti dia masuk ke dalam dan sopir itu mulai menancap gas berangkat ke sekolah Fifi.
Entah apa yang terjadi, setelah melewati lampu merah beberapa menit yang lalu, jalanan tiba tiba macet. Mungkin ada kecelakaan, fikirnya.
10 menit
.
.
15 menitKemacetan masih saja terjadi, sudah 15 menit dia menunggu sedangkan 5 menit lagi bel sekolah berbunyi.
Sekolah masih sejauh 500 meter lagi, dan tak ada pilihan lain selain harus berlari menuju sekolahnya.
Fifi mengambil uang di dompetnya dan membayar taksi lalu dia membuka pintu taksi itu dan mulai berlari menyusuri kemacetan.
Keringatnya mulai bercucuran begitu juga perutnya mulai sakit karena tidak makan dari kemaren siang.
"Huh...huh..huh." Nafas Fifi mulai tersenggal senggal. Dia berenti sebentar untuk mengatur nafas.
Sedikit lagi sampai, batinnya
Setelah berlari cukup jauh Fifi pun tiba di sekolah nya, namun ternyata pintu gerbang sudah ditutup dan artinya dia telat serta akan mendapatkan sanksi.
"Yaaahh telat, ih gara gara macet tadi nih." Gerutunya sambil menghentak hentakan kakinya kesal.
"Ish kesel gue pake acara telat segala, mana macet lagi. Huft pasrah dah nih kena hukuman." Omel nya.
Dengan pasrah dan terus mengomel Fifi berjalan ke arah pos satpam, disana sudah ada guru BK yang menunggu dan mendata murid yang telat.
"Fifi, kenapa telat, biasanya ga?." Tanya guru itu
"Nganu, macet bu." Ucapnya sebagai alesan. Toh bener tadi macet.
"Alesan kamu, sekarang pergi kelapangan dan hormat bendera sampai jam istirahat berbunyi." Putus Bu Rina selaku guru BK disekolah Fifi.
"Ga bisa yang lain aja nih bu, saya sampe lupa makan loh bu demi sekolah." Ucapnya memohon karena jujur perutnya semakin sakit saja.
"Ga ada alesan, sana kerjain hukuman kamu atau ibu tambahin." Ancam Bu Rina
Dengan sangat terpaksa Fifi pun mengangguk dan berjalan ke arah lapangan lalu menjalankan hukuman dari bu Rina.
***
2 jam sudah berlalu. Tinggal 1 jam lagi hukuman Fifi pun berakhir.
Wajahnya kini sudah sangat pucat, keringat juga bercucuran ditambah lagi sekarang maag nya juga kambuh.
Tidak berapa lama Agatha keluar daru kelasnya ingin menuju toilet, namun matanya tidak sengaja melihat Fifi yang masih hormat di lapangan.
"Lah lu telat Fi." Tanya Agatha dan dibales anggukan lemas dari Fifi.
"Kok lu ada disini, ntar kena hukum juga loh." Ucap Fifi berusaha tetap kuat.
"Ooh tadi gue izin ke toilet eh malah liat lu lagi hormat, ya gue susul aja." Jelas Agatha.
"Eh iya lu ga papa Fi, wajah lu pucet tuh." Tanya Agatha lagi sebab sedikit khawatir, apalagi dengan wajah Fifi yang sangat pucat itu.
"Gak kok gue gak papa, cuman-brukk." Ucapan Fifi terpotong karena sekarang dia sudah tergeletak di lapangan tak sadarkan diri.
Agatha yang terkejut Fifi pingsan pun langsung memanggil anak PMR dan membawa Fifi ke UKS menggunakan tandu.
Sebelum Agatha menyusul ke UKS, dia terlebih dulu berlari ke kelas Niko tepatnya di lantai tiga untuk memberitahu bahwa Fifi pingsan.
Namun nihil Niko tak ada dikelasnya, kelasnya juga kosong, mungkin sudah istirahat karena 5 menit lagi jam ketiga berakhir. Agatha menghembuskan nafasnya kasar.
"Njir, dan cape naik dari lantai satu eh malah orang nya kagak ada, hadeh ampun dah ah." Gerutu Agatha sambil berjalan menuju UKS menyusul Fifi.
"Yang penting sekarang Fifi dulu." Ucap Agatha.
***
"Kok perasaan gue gak enak ya, semoga Fifi ga papa." Batin seseorang.
***
Yeeee up lagi yuhuuu..kira kira siapa yang ngebatin ya, apa Niko atau orang lain. Hmm besok lanjutannya yaa. Jangan lupa vote and coment yaaa. Terimakasih😋😁Taulah aing bingung, yang penting typo sama kesalahan penulisan huruf besarnya berkurang :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Weird Couple [END]
Teen FictionAwalnya semua masih berjalan begitu baik. Semua masih sesuai apa yang diekspektasikan oleh Fifi maupun Dion. Harapan mereka tentang hubungan yang akan bertahan selamanya pun semakin besar. Impian mereka untuk selalu bersama pun masih terus diangank...