Fifi membuka pintu dan masuk ke dalam rumah dengan senyuman yang terus menghiasi wajahnya. Namun, senyumannya luntur setelah melewati ruang tamu dan mendengar ucapan Niko yang menyakiti hatinya."Masih inget punya rumah??, dari mana aja??, mangkal?? Iya??." Ucap Niko.
Ngomong paan astaga, ni kenapa dah?. Batin Fifi bingung.
Masih dengan kebingungan dan keterkejutannya Fifi hanya diam mencerna juga membiarkan Niko meneruskan kalimatnya.
Karena bingung harus menjawab apa, Fifi hanya mengangkat alis seakan bertanya ada apa pada Niko.
"Iya abis mangkal dimana?. Seharian ga pulang ke rumah ngapain aja diluar. Udah mulai berani nakal iya?" Tanya Niko lagi.
"Ouh, masih inget kalo punya adek? Lu juga kemana aja?." Sarkas Fifi santai
"Gausah ngalihin topik, tinggal jawab. Lu kemana aja seharian, semalem juga ga pulang kan. Lu main sama cowok? JAWAB ALFIANA!." Tanya Niko lagi dengan nada bentakan diakhir kalimatnya juga tangan yang melayang hampir menampar Fifi.
Cukup sudah sampai sini aja, fikir Fifi.
"CUKUP, lu udah keterlaluan. Sekarang gw tanya kemaren-kemaren lu yang kemana aja. Lu masih inget punya gw ha?. Kemaren, gw minta anter doang gegara gapunya SIM lu nyautnya ketus. Di sekolah, lu pasti jelas gatau kalo gw adek lu sendiri pingsan dilapangan. Pulang sekolah, gw minta jemput gegara juga udah ga ada taksi lagi tapi lu bilang ada urusan lagi. Cih. Gw gapulang semaleman juga gegara gw ketiduran di angkot dan nginep di rumah tukang angkot. Gw seharian g pulang juga itu gw di rumah Dion. Dan pas pulang disambut kay gini, wah gw salut. Terserah, gw gaperduli lagi lu udah keterlaluan. Gw pamit, silahkan habisin waktu lu sama pacar kesayangan lu itu." Ucap Fifi agak meninggi dengan mata yang sudah berkaca-kaca ingin menangis. Sekali saja dia berkedip, maka air matanya akan menetes begitu saja.
"Cih, air mata palsu, ga guna." Setelah mengucapkan itu Niko langsung pergi ke kamarnya tanpa memperdulikan Fifi.
"Cih, gak guna." Ucapnya dan tidak lama dia bangkit lalu berjalan keluar rumah, entah kenapa langit malam ini sedang mendung, padahal tadi siang hingga sore masih cerah.
Fifi berjalan sambil melamun dan dengan air mata yang tak berhenti mengalir, hingga dia tiba di taman dan diapun duduk di bangku yang ada dengan tatapan kosong. Tiba tiba..
Drrtt...drrtt
Ponselnya bergetar, dia pun membukanya dan menggeser tombol hijau tanpa melihat nama orang yang menelponnya.
Haloo
Suara orang diseberang sana, namun tak ada sahutan melainkan hanya isakan yang terdengar.
Halo Fi, kok kamu kaya nangis, kamu dimana Fi.
Tutt..
Fifi mematikan telponnya sepihak lalu menutup wajahnya dengan telapak tangan dan menangis lagi.
Sedangkan dilain tempat, setelah telpon darinya diputuskan sepihak dan mendengar isakan dari orang yang ditelpon dia langsung tidak karuan. Yap Dion lah yang menelpon Fifi barusan.
Beruntung GPS ponsel Fifi selalu diaktifkan, jadi Dion tak perlu repot mencari kesana kemari.
Kembali ke Fifi. Dia masih menangis dan tiba-tiba hujan turun mengguyur deras.
Fifi tak perduli dengan badannya yang sudah mulai menggigil dan bibirnya yang memucat, air matanya seakan tak bisa berhenti mengalir.
Tidak lama ada yang mendekapnya erat seakan takut kehilangan sosok gadis yang sangat dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Weird Couple [END]
Teen FictionAwalnya semua masih berjalan begitu baik. Semua masih sesuai apa yang diekspektasikan oleh Fifi maupun Dion. Harapan mereka tentang hubungan yang akan bertahan selamanya pun semakin besar. Impian mereka untuk selalu bersama pun masih terus diangank...