Mungkin kesedihan paling besar adalah ketika seseorang melihat orang yang dicintai menghembuskan nafas terakhir tepat di depannya, ditutup oleh sebuah senyum simpul setelah kalimat tauhid terakhir diucapkan. Setelah dua bulan berlalu setelah operasi dan keadaan yang terus membaik, ternyata itu tidak menjamin umur seseorang.
Wanita yang berniat membangunkan ayahnya untuk salat subuh malah mendapati Sang Ayah lemah tak berdaya dan minta di temani sebentar sebelum mengatakan bahwa sepertinya waktunya telah tiba.
Tsabiya berduka, percaya tidak percaya Ardaad telah kembali kepada pencipta-Nya. Malaikat izrail telah datang. Tsabiya begitu kehilangan. Ia pikir ayahnya akan segera sembuh setelah operasi, nyatanya ajal telah menjemput.
Suasana duka amat terasa, semua orang yang mengenal Ardaad tidak bisa membendung kesedihan. Rumah Tsabiya dipenuhi banyak temannya, tetangga dan teman-teman ayahnya. Pensiunan tentara itu terkenal baik semasa hidupnya. Tak sedikit kalangan se-profesi dulu yang juga kini lanjut usia ikut menghadiri hari duka itu.
Tsabiya kehilangan arah, air matanya tak berhenti turun, entah apa yang harus ia katakan, ia sendiri tidak tau. Semua orang yang datang mengucapkan turut berbelasungkawa hanya ia balas dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi. Sesaat setelahnya ia hanya berakhir di pelukan orang-orang sekitarnya. Tapi mereka semua juga akan pergi secepatnya. Tsabiya hanya di kuatkan oleh sahabatnya yang berada dekat dengan rumahnya. Sedari tadi, Fatima Sang sahabat hanya bisa memeluknya erat. Menemani langkah Tsabiya yang gontai dan akan jatuh jika tidak di tuntun.
Satu persatu kewajiban orang hidup terhadap jenazah terasa berat dilewati Tsabiya. Kalau boleh meminta, ia tidak ingin semua hal terasa cepat baginya. Jenazah ayahnya sudah siap dimandikan dan sedang dikafani untuk kemudian bisa di salatkan. Itu artinya Tsabiya hanya bisa melihat ayahnya untuk beberapa jam ke depan sebelum kewajiban terakhir muslim atas sesama muslim lain yang meninggal dilaksanakan. Yaitu dikuburkan.
Di halaman rumah Tsabiya yang luas, tikar besar mulai digelar warga desa, di mana nanti akan dishalatkan jenazah Ardaad. Hal ini dikarenakan jarak masjid yang lumayan jauh jika ditempuh berjalan kaki. Belum lagi mempersingkat waktu karena langit mendung dan hal yang ditakuti adalah hujan turun sebelum pemakaman selesai.
"Tsabiya, ambil wudhu nak. Jenazah Ayah kamu hampir siap di kafani. Kamu tidak sedang halangan kan?" Tsabiya menghapus airmatanya ketika suara ibunya Fatima bertanya. Tsabiya mengangguk. Fatima menuntun sahabatnya mengambil wudhu.
Begitu berat langkah Tsabiya ketika berjalan. Tsabiya masih belum ikhlas ditinggalkan. Setelah wudhu Tsabiya dan Fatima mengenakan mukena mereka. Tsabiya masih menangis dan berdiri diam di sisi meja belajarnya. Mukena yang ia pakai mengingatkan ia pada Ardaad. Siapa yang akan jadi imam salatnya jika ayahnya sudah meninggal.
"Tsa, ayuk kita keluar, jenazah sudah siap di salatkan. Semua orang menunggu kamu Tsa."
Fatima masih menunggu di pintu kamar sahabatnya. Tsabiya segera berbalik dan keluar dengan Fatima.Orang-orang sudah ramai membuat baris shaf salat. Namun belum dimulai karena menunggu Tsabiya. Mata Tsabiya kembali basah ketika melihat keranda itu kini sudah tertutup kain hijau dan terletak di depan semua orang. Tsabiya bahkan tidak bisa berjalan. Tubuhnya lemah. Ia memiring ke kanan.
"Astagfirullah!" Langsung saja Fatima menahan tubuh Tsabiya yang hampir terjatuh. Semua mata terpandang ke arah keduanya ketika mendengar Fatima beristigfar tak terkecuali laki-laki yang berdiri sendiri di belakang jenazah.
"Tsabiya, kuat nak? Kalau tidak Tsabiya tidak perlu ikut salat. Istirahat saja." Laki-laki seumuran Ardaad menghampiri Tsabiya. Siapa lagi kalau bukan Pak Aryo, imam masjid di kampungnya dan juga sahabat almarhum ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsabiya
General FictionApa yang terjadi ketika Tsabiya tiba-tiba dilamar oleh seorang laki-laki yang baru sekali ia temui di hari duka kematian ayahnya? Apakah mungkin ada pernikahan tanpa cinta? Apakah Tsabiya akan menerima atau tetap memilih hidup sebatang kara tanpa or...