Tsabiya tersenyum girang saat es krimnya habis bersamaan dengan milik Mikael. Keduanya duduk sebentar di depan kios warga hanya untuk menikmati es krim sebelum pulang.
"Ayo pulang, sebentar lagi hujan." Tsabiya mengangguk setuju, memang beberapa kali suara guntur terdengar oleh mereka. Perjalanan pulang menuju rumah terasa hangat ketika tak ada pertengkaran di antara keduanya. Namun di tengah jalan, terdengar suara sesuatu meletus disusul dengan berhentinya motor yang Mikael kendarai.
"Kenapa, El?"
"Kamu dengar suara tidak barusan?" keduanya bertatapan lalu turun dari motor. Mikael mengecek motornya dengan seksama.
"Bannya kempes, El."
"Iya, di sini ada bengkel?" Mikael melirik sekitar yang sepi. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Ada sih tapi ke sana lagi dan udah tutup kalau jam segini."
Terlihat Mikael berpikir keras mencari solusi. Tsabiya terdiam, motor bututnya selalu membuat masalah.
"Emang aku se-gendut itu ya? sampai bannya kempes? perasaan berat badanku baru naik 8 kilo kok." Mikael yang bingung hampir tertawa mendengar Tsabiya mengeluh lucu di sebelahnya. Tsabiya mengeluh dengan muka yang sungguh terlihat sedih tapi kalimatnya yang ia keluarkan benar-benar menggemaskan.
Ini terlalu gemas bagi Mikael, laki-laki itu menepuk-nepuk pelan kepala Tsabiya berusaha menutupi kegemasan serta menenangkan Tsabiya dari pikiran anehnya itu.
"Bannya sudah tua, sudah tipis juga, berapa lama kamu tidak menggantinya, Biya?"
"kayaknya tiga tahun, deh." Jawaban Tsabiya sukses membuat Mikael terbelalak, apa perempuan ini juga tidak pernah mengganti oli motornya? Oh Tuhan! Dasar Perempuan! Mikael hanya bisa menghela napas.
"Kamu naik, saya dorong sampai bengkel yang kamu maksud, ya!"
"Kalo udah tutup?" Mikael membalas pertanyaan Tsabiya dengan senyum kecil.
"Saya dorong sampai rumah, ayo!"
"Tapi El, aku berat. Ban belakangnya aja meledak tadi. Kamu bakal capek banget dorongnya, aku jalan kaki aja, bantu kamu dorong, ya?"
"Bannya memang sudah waktunya ganti. Kamu duduk saja, ya! Nanti kakinya sakit, ayo sini naik lagi."
"Tapi----"
"Ayo cepat, sebentar lagi hujan!" Tsabiya langsung naik, ia tidak mungkin mempersulit Mikael dengan hal lain. Di jalan yang sepi tanpa ada siapapun, Tsabiya duduk di motor dengan Mikael mendorong motornya. Keduanya banyak mengobrol hal-hal sepintas lalu, apalagi tentang motor yang diakui sebagai barang kesayangan Tsabiya yang terlupakan sejak menikah dan berulah sekarang.
"El itu bengkelnya kayaknya masih ada orangnya." Mikael mendorong sedikit lebih cepat hingga ke tempat Tsabiya maksud. Sesampainya di sana memang benar ada pemilik bengkel yang sedang beres-beres untuk tutup bersama istrinya yang juga sedang beres-beres untuk menutup warung sederhana mereka.
"Ada apa, Mas, Mbak?" tanya lelaki paruh baya itu ramah.
"Ini bannya kempes."
"Ini harus diganti, Mas. Ban Luarnya sudah robek besar."
"Iya, diganti saja, Pak."
"Boleh Mbak, Mas, tunggu dulu di sana, biar saya lihat dulu."
"Iya Pak, Maaf menganggu padahal keliatannya bapak mau tutup."
"Gapapa, Mas, Saya kasihan lihat istri Mas kalo harus jalan kaki sampai rumah, mana lagi hamil besar, Kasihan masnya juga dorong motor capek. Keliatannya juga sebentar lagi hujan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsabiya
General FictionApa yang terjadi ketika Tsabiya tiba-tiba dilamar oleh seorang laki-laki yang baru sekali ia temui di hari duka kematian ayahnya? Apakah mungkin ada pernikahan tanpa cinta? Apakah Tsabiya akan menerima atau tetap memilih hidup sebatang kara tanpa or...