Itu Artinya

1.4K 90 2
                                    

Dua bulan kemudian...

"Mana sih remote TV di sini? Siapa yang pindahin! Mbok! Remote TV ditaruh di mana??" Suara Mikall menggelegar, membuat seisi rumah terganggu, Mikall yang entah pulang dari mana, masuk ke rumah tanpa salam, lalu bertingkah seenaknya.

Seorang perempuan tergopoh-gopoh mendatanginya dari dapur.

"Maaf, Mas Al. Biasanya remote di atas meja," jawab asisten rumah tangganya segan.

"Mana? Nggak ada!" bentaknya keras.

"Sebentar Maa, Mbok cariin." Perempuan itu mencari cari di antara tumpukan majalah di bawah meja tapi tidak ada. Melihat ke belakang susunan bantal sofa dan di karpet bulu tebal juga tidak ada.

"Nemu nggak?!"

"Nggak, Mas. Belum."

"Becus nggak sih beresin rumah? Kalau nggak pulang aja ke kampung, udah mulai pikun ngapain lagi di sini! Mbok digaji buat kerja, bukan bikin yang punya rumah marah!"
Mikall naik darah, asisten rumah itu menunduk. Tsabiya datang dari dapur, melihat keadaan yang kurang enak dilihat namun tidak berniat ikut campur. Takut kejadian seperti yang sudah pernah.

"Ehm, Mbok. Itu sayur makanan yang terakhir dimasak udah matang. Tapi belum Tsabiya pindahin soalnya masih panas, nanti Mbok tolong pindahin ya, Tsabiya panggilkan ibu dan yang lain dulu untuk makan malam."
Mikall dan ART mereka menoleh.

"Bentar ya, Nak. Mbok cari remote TV dulu. Nggak apa kan?" sahutnya takut. Tsabiya memang menyuruh untuk dipanggil nak saja ketimbang yang lain. Tsabiya mengernyit.

"Lo urusin aja kerjaan lo! Si Mbok ini tangannya cuma dua, nggak bisa ngelakuin sekalian!" Marah Mikall padanya.

"Maaf, Mbok. Tadi saya yang nonton TV, remotenya ada di sana." Tsabiya menunjuk laci di samping TV. Raut wajahnya merasa tidak enak. Ia berjalan, lalu mengambil remote yang sempat tak sengaja ia letakkan laci khusus sekalian dengan majalah lama yang dibaca tadi.

Tsabiya memberikan. Dengan cepat si Mbok mengambilnya.

"Lo tuh ya! Ini bukan rumah lo! Jangan mindahin barang sesuka hati lo! Ganggu banget sih lo! Pulang kampung sana! Bikin kesel orang aja lo! Ada lo di sini, bikin rame aja rumah tapi manfaat dikitpun enggak ada!"
Mikall menunjuk tepat di wajahnya meskipun jarak mereka beberapa meter. Suara gaduh membuat Yumna, Mikaila dan Mikael datang. Sontak, saat melihat wajah Mikael, Mikall langsung tambah emosi.

"Lo ajarin aturan di rumah ini sama istri lo! Nggak usah sok jadi ratu di rumah ini! Nggak cocok tau nggak sih cewek kampungan gini dipelihara di rumah!" Kini telunjuknya beralih ke arah Mikael. Tsabiya menunduk, dalam hati ia marah, tapi kalau melawan nanti panjang urusannya.

"Dia ipar kamu, tolong pakai bahasa yang layak untuk manusia."

"Dia bukan siapa-siapa gue! Bukan siapa-siapa di rumah ini! Lo yang bawa masuk dia ke sini! Dia enggak bisa seenaknya!"

"Al, El, udah jangan dibesarkan masalahnya,"
tegur Yumna takut mereka bertengkar.

"Dia istri saya, apapun yang dilakukan di rumah ini asal tidak merugikan siapa pun, dia bebas melakukannya." Mikael melangkah ke samping Tsabiya, lalu mengenggam tangan perempuan itu sampai-sampai Tsabiya terkejut. Ia menatap Mikael yang serius.

"Kami makan malam di luar saja," ucapnya terakhir pada semua orang. Tangan Tsabiya ditarik mengikutinya.

"El, makan di rumah saja, tidak perlu pergi."
Yumna menahan dengan kata-kata. Mikael tak menggubris. Tsabiya menahan bahu suaminya.

"Di rumah aja. Sayang Mama," ucap Tsabiya pelan.

"Saya yang lebih harus kamu turuti." Kalimat singkat itu mampu membungkam mulut Tsabiya, membuat kakinya tetap berjalan mengikuti Mikael meskipun tangannya sudah dilepas.

TsabiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang