"Gimana perasaan kamu habis melahirkan, Tsa kamu udah punya anak loh." Fatima sedang mendorong kursi roda Tsabiya menunggu ruang bayi.
"Kayak mimpi, Fat. Senang tapi bingung ini beneran atau nggak, hahaha."
"Sudah siap dipanggil Mama?" tanya Fatima semangat.
"Siap!"
"Siap begadang karena anak nangis terus?"
"Yaallah musuhku adalah begadang tapi sekarang punya bayi hahaha." Keduanya tatap-tatapan lalu tertawa di depan ruangan bayi.
"Udah, suruh aja Mikael! kamu yang mengandung, dia yang jagain anaknya. Bagi tugas." Tsabiya langsung diam, Mikael? Tsabiya berpikir untuk mengurus anaknya sendiri. Pintu ruangan dibuka oleh Fatima memperlihatkan Mikael dan seorang laki-laki paruh baya berdiri menatap bayi mereka di inkubator.
"Bayinya udah lahir, tinggal kita tes DNA sebagai syarat terakhirnya." ucap laki-laki itu ke Mikael. Keduanya sama sekali tidak sadar ada Tsabiya dan Fatima di belakang.
"Om masih curiga? ini darah daging Mikael." balas Mikael dingin.
Tsabiya mengernyit bingung, Fatima mencolek bahunya. Penasaran dengan apa yang di dengarnya.
"Fat, keluar dulu, ya?" Tsabiya bersuara cukup kecil pada sahabatnya, ia memohon sebuah pengertian. Dengan raut bingung, Fatima memutuskan keluar dan menutup pintu kembali
"Bisa jadi itu anak orang lain, kamu bisa aja memanipulasinya."
"Maaf? Anda siapa ya? Itu beneran anak Mikael, kok! Saya mengandung dan melahirkannya." Amarah Tsabiya memuncak ketika mendengar anaknya dicurigai oleh orang yang tidak dirinya kenal.
Mikael dan laki-laki yang dipanggil 'om' itu menoleh kaget. Raut Mikael begitu masam sementara laki-laki itu menatap Tsabiya.
"Tsabiya, Ayo keluar." Tsabiya menahan tangan Mikael yang mencoba mendorong kursi rodanya.
"Jadi kamu yang namanya Tsabiya? Saya Odi, Om-nya Mikael, adik papanya." Laki-laki itu memperkenalkan diri. Raut tampan masih terlihat meskipun sudah keriput.
"Kita telat kenalan karena Mikael nggak mengundang saya di pernikahan kalian, kamu bahkan dirahasiakan dari semua orang biar saya nggak punya kesempatan ketemu kamu dan ngobrol." Om Odi melirik Mikael sekenanya. Mikael mengalihkan pandangannya.
"Saya nggak tau kamu dan Mikael bertemu di mana dan punya kesepakatan apa sampai Mikael menyembunyikan kamu dari saya," Om Odi melirik bayi di dalam inkubator.
"Tapi yang pasti, saya dan Mikael punya perjanjian."
"Perjanjian apa?" Tsabiya penasaran.
"Mikael mau saya mengalihkan sisa saham mendiang papanya yang saya pegang untuk Mikall beserta anak perusahaan yang saya pimpin. Saya nggak mengakui Mikall sebagai anak kakak saya. Jadi kalau Mikael tetap keras kepala dan ingin saham itu beralih ke Mikall karena katanya mereka saudara beda ibu dan hak-hak Mikall tetap harus diberikan, resikonya Mikael harus menikah dan punya anak dulu sebagai bukti kalau dia nggak trauma sama pernikahan karena orang tuanya atau menghapus rumor dia seorang gay, setidaknya di hadapan saya. Baru saya bisa memberikan apa yang Mikael mau."
"Mikael bisa mendapatkan apapun dari saya tapi kalau prioritasnya adalah Mikall, saya juga bisa seenaknya. Entah kenapa, sejak hilang setelah kecelakaan dulu, Mikael banyak berubah dan sudah tidak sejalan sama saya." Mikael diam tak berkutik. Tsabiya terperangah, Jadi semua karena Mikall? Diam-diam Mikael memikirkan Mikall meskipun setiap hari bertengkar dan tak bicara.
"Jadi Mikael harus punya anak?"
"Iyaa. Saya mau Mikael menikah dan punya anak. Saya mau dia buktikan ke saya kalau hidupnya baik-baik aja setelah semua yang dia lalui. Saya cuma peduli pada Mikael dan Mikaila. Orang-orang selain mereka berdua adalah orang-orang jahat yang hanya menyakiti mereka, termasuk kakak saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsabiya
قصص عامةApa yang terjadi ketika Tsabiya tiba-tiba dilamar oleh seorang laki-laki yang baru sekali ia temui di hari duka kematian ayahnya? Apakah mungkin ada pernikahan tanpa cinta? Apakah Tsabiya akan menerima atau tetap memilih hidup sebatang kara tanpa or...